Aryan, pun mengantarkan Tari, menuju rumah kostnya. Kini keduanya sama-sama diam tidak ada sepatah kata pun yang keluar dari mulut mereka. Keduanya berada dalam pikirannya masing-masing.
Tari, dan Aryan, masih membayangkan kejadian saat di kedai. Entah, apa yang mereka rasakan.
"Dokter ampun dokter! Kita berdamai saja dokter!" Tari, terus mengoceh sambil berlari saat Aryan, terus melangkah ke arahnya.
Hingga akhirnya Tari, pun diam saat Aryan, menangkap tubuhnya. Kini, wajah keduanya sangat dekat kedua matanya saling bertatapan. Deruan nafasnya semakin berhembus.
Dalam sekejap kedua bibir itu saling menautkan. Aryan, yang selalu tergoda dengan bibir mungil itu dan Tari, yang kini terhayut pada setiap sentuhan lembut bibir Aryan.
Setelah kejadian itu keduanya sama-sama canggung. Hingga tidak ada yang berani membuka pembicaraan sampai tiba di rumah kost Tari.
"Terima kasih," ucap Tari, pada Aryan, yang sudah mengantarnya.
"Sama-sama" Hanya itu yang Aryan, ucapkan, keduanya kembali diam.
"Apa ada yang ingin kau katakan?" tanya Aryan, yang melihat Tari, masih berada dalam mobilnya.
"Ah, tidak." jawab Tari, cepat seraya menggelengkan kepalanya.
Setelah kejadian itu keduanya jadi canggung, hingga Tari, pun bingung apa yang akan dia ucapkan. Suara beo-Nya tidak lagi berkicau.
Tari, langsung turun dari mobil Aryan, Tari, membungkuk, kan badannya untuk mengucapkan terima kasih. Hingga berulang-ulang kali sampai akhirnya Tari, pun masuk ke dalam kost-an Nya.
Brakk,
Tari, membanting pintu kamar dengan sangat keras. Lalu bersandar pada daun pintu seraya merasakan detak jantungnya yang berdetak lebih cepat.
Ciuman itu kembali ia bayangkan, hingga bibirnya masih merasakan setiap sentuhan itu. "Apa yang baru saja terjadi? Dokter itu menciumku! Kenapa jantungku berdetak sangat cepat oh tuhan … ada apa denganku ini." Tari, terus bermonolog.
Di sisi lain Aryan, terus tersenyum seraya melajukan mobilnya. Bibirnya terus mengembang, matanya terus berbinar seperti sedang kasmaran.
*
*
*
Tring … tring …
Suara dering ponsel terus berbunyi mengganggu tidur lelapnya seorang gadis di atas kasurnya. Tari, menggeliat kedua matanya masih terpejam. Satu tangannya terus bergerak mengambil sebuah ponsel yang bergetar di atas nakas.
Ponsel itu pun Tari, arahkan ke daun telinganya. "Halo?" seru Tari, dengan suara marau.
"Apa!"
Tari, langsung bangun dari tidurnya saat mendapatkan telepon yang mengejutkannya. Entah kabar apa yang Tari, dengarkan hingga ekspresinya sedikit terlihat panik.
"Apa aku mimpi? Jam berapa ini? Apa aku salah dengar? Ini salah, aku harus datang ke kedai sekarang juga."
Setelah menutup teleponnya dengan segera Tari, turun dari ranjang tidurnya bergegas pergi ke kamar mandi untuk membersihkan diri.
Setelah lima menit Tari, sudah siap dengan pakaian pizzanya. Mengendarai motornya lalu pergi meninggalkan tempat kost-Nya.
Sesampainya di kedai, Tari, langsung berlari ke ruangan bos yang telah menghubunginya tadi pagi.
Brakk,
Tari, membanting pintu dengan keras membuat seorang pria dengan kaca mata bulat terhenyak. Tari, sangat marah saat sang bos dengan tiba-tiba memecatnya. Tanpa alasan yang masuk akal.
"Ta-tari," ucap bosnya gugup.
"Kenapa aku di pecat? Apa alasannya? Aku selalu bekerja dengan benar dan giat. Lalu dimana masalahnya?"
"Karena kamu keluar saat jam kerja,"
"Bukankah kemarin sudah di jelaskan."
"Kamu, selalu membuat pelanggan tidak puas."
"Aku selalu mengantarkan pesanan tepat waktu lalu apa salahku?"
"Pokoknya kamu sudah saya pecat. Sekarang kamu pergi dari sini."
"Tidak, aku tidak mau pergi sebelum Bos, menjelaskan padaku apa kesalahanku."
Tari, bersikeras tidak ingin pergi karena dirinya tidak merasa bersalah. Tari, tak terima saat dirinya di pecat begitu saja.
Di sisi lain Sonia, tersenyum senang, karena berhasil membuat Tari, kehilangan pekerjaannya. Pemilik pizza itu adalah pamannya sendiri. Dulu, saat masih berteman dekat Sonia, membantu Tari, untuk mencari pekerjaan. Sonia, pun meminta pamanya untuk memperkerjakan Tari.
Semenjak itu Tari, bekerja sebagai pengantar pizza. Namun, setelah masalah yang terjadi di antara keduanya kini persahabatan mereka pun hancur.
Tari, berjalan lemah keluar dari ruangan bosnya. Tari, sangat sedih bukan karena dirinya melainkan karena ibunya. Tari, bingung apa yang harus di katakannya nanti, bagaimana dengan nasib ibunya dan adiknya di kampung. Hanya dirinya lah yang menjadi tulang punggung.
"Apa yang harus aku lakukan!" monolognya.
"Aku tidak mengerti kenapa tiba-tiba aku di pecat apa salahku?" Tari, masih memikirkan kesalahannya yang membuat dirinya di pecat.
Seketika Tari, teringat Sonia. Karena Sonia lah dirinya bekerja di kedai pizza itu dan karena Sonia lah dirinya di pecat. "Apa ada hubugannya dengan Sonia? Aku harus menemuinya." Dengan cepat Tari, menaiki motornya bergegas pergi menuju tempat Sonia.
...----------------...
Maaf ya othor up nya agak sore, soalnya baru ada waktu buat nulis hehe ... Maaf jika masih banyak typo, kadang othor ngetik sambil tidur tuh! Alhasil saat di baca lagi huruf udah gak beraturan hehe ... mau di revisi belum sempet.
Jangan lupa like dan komen nya ya biar tambah semangat up-nya. Banti othor up lagi agak malam oke.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 72 Episodes
Comments
Sri Mulyati
keponakan dan bisa Ndak ada akhlak itu. pecat orang SE enaknya aja.
sudah Tari cari Aryan aja, minta tolong Aryan Carikan pekerjaan.
Semangat 💪💪💪 Tari.
Semangat 💪💪💪 juga up nya Thorrr 😘😘😘😘😘😘😘😘
2022-05-26
0