Aryan, begitu kesal dan sangat marah pada semua yang dilihatnya hari ini. Semua barang yang ada di hadapannya ia banting. Berkali-kali Aryan, memukulkan tangannya pada atas meja.
Setelah tenang Aryan, membuka laci di bawah meja kerjanya lalu mengambil sebuah kotak berwarna merah dan berbentuk hati.
Di dalam kotak itu terlihat sebuah cincin, yang begitu indah. Aryan, hanya menatap cincin itu dengan tatapan nanar. Aryan, sudah menyiapkan sebuah cincin untuk melamar Lala, namun semua rencananya gagal karena Lala, sendiri mengkhianatinya.
Brak,
Aryan, melempar cincin itu ke sembarang arah tidak peduli cincin itu hilang atau rusak. Yang pasti hatinya saat ini sedang hancur.
"Permisi dokter," Tiba-tiba seorang perawat datang memberitahukan keadaan Tari, yang sudah sadar. Aryan, pun segera pergi untuk melihat keadaannya.
*
*
*
Seminggu sudah berlalu, Tari, sudah pulih kembali hanya saja masih butuh perawatan di rumah sakit. Setelah seminggu lamanya Sonia, dan Bryan, kembali menjenguk Tari.
Wajah Tari, terlihat muram dan masam. Matanya seakan tak ingin melihat kehadiran mereka berdua. Wajah Tari, masih terlihat pucat dengan perban yang melingkar di kepalanya.
"Tari, aku tahu aku salah. Dan kamu pasti membenciku." Brayn, memulai percakapan, namun Tari, tak memandangnya sama sekali.
"Semua biaya rumah sakit sudahku tanggung, anggap saja itu untuk menebus kesalahanku. Kamu tidak perlu memikirkannya."
Mata Tari, terbelalak dia menatap Bryan, penuh kebencian. Tidak habis pikir bisa-bisanya Brayn, bicara seperti itu saat dirinya terluka saat ini.
"Tari, aku juga mau minta maaf. Aku harap kamu mengerti aku dan Brayn, saling mencintai."
Hati Tari, semakin sakit ketika Sonia, mengeratkan genggaman tangannya pada Brayn. Mereka benar-benar tidak tahu malu dan tak punya perasaan.
"Kalian pergi dari sini. Dan kau Bryan, aku tidak butuh kasihanimu. Aku yang akan membayar sendiri biaya pengobatanku." Tari, berbicara seraya memalingkan wajahnya.
"Aku ikhlas melakukannya," jawab Bryan, membuat Tari kesal.
Mana ada ikhlas tapi berkata begitu, sama saja itu pamer kebaikanmu Brayn.
"Aku dan Sonia akan menikah, pernikahan kita di langsungkan minggu depan."
Bryan, memberikan sebuah undangan yang membuat hati Tari, semakin hancur. Baru saja dirinya mengalami kecelakaan tapi apa yang dilakukan Brayn, dan juga Sonia, bukannya meminta maaf mereka membuat hatinya semakin terluka.
"Aku harap kamu cepat sembuh dan bisa hadir di pernikahan kita," ucap Sonia. Setelah mengatakan itu Brayn, dan Sonia pun pergi.
'Dasar, mereka berdua benar-benar tidak punya perasaan. Bukannya meminta maaf malah memberikan undangan pernikahan di saat seperti ini benar-benar keterlaluan'
Tari, terus menggerutu dalam hatinya. Amarahnya saat ini sudah tak bisa di tahan lagi lahar panas di dalam hatinya sudah mulai bergejolak, kedua tangannya ia kepalkan dengan kuat air matanya kini sudah berkaca-kaca tak dapat lagi menahan bendungan air matanya.
Di depan pintu sana, Aryan, tak sengaja mendengar percakapan itu dia merasa kasihan pada Tari, dia mengerti bagaimana perasaan Tari, saat ini karena Aryan, pun pernah merasakannya.
Aryan, melangkah masuk menghampiri Tari, menanyakan keadaan Tari, saat ini. Aryan, berpura-pura tidak mengetahui masalah Tari, yang sudah di lihatnya. Aryan, pun tidak ingin menanyakannya karena baginya tidak penting mengetahui urusan orang lain.
"Aku, akan ganti perbannya dulu," ucap Aryan, yang membuka perban yang melingkar di kepalanya.
Namun, Aryan, terkejut dengan suara Tari, yang tiba-tiba. Tari, merengek dan menangis seperti anak kecil yang di permainkan temannya. Suaranya pun begitu keras hingga terdengar ke luar ruangan.
"Hei, ada apa denganmu kenapa kau menangis?" Aryan, terkejut dan panik sebab, suara Tari, begitu keras membuat para pasien dan perawat di luar menengok ke arah kamarnya.
Bukannya menjawab tangisan Tari, semakin keras.
"Hei, tenanglah ini rumah sakit kecilkan suaramu." Aryan, mencoba menenangkan Tari, dengan menepuk-nepuk punggungnya.
"Bagaimana aku tidak menangis dokter. Hatiku sangat hancur, lihat ini." Tari menunjukan surat undangan pada Aryan.
"Sahabat dan pacarku akan menikah. Mereka akan menikah dokter. Coba dokter pikirkan bagaimana perasaanku." Tangis Tari, semakin kencang membuat Aryan, bingung harus menenangkannya seperti apa.
"Aku bilang pelankan suaramu," bisik Aryan, yang menahan malu karena orang-orang di luaran sana sedang melihatnya.
"Dokter, kau perban saja hatiku yang terluka ini, hatiku sangat sakit dokter,"
Tari, semakin memperkeras tangisannya. Aryan, hanya bisa menenangkannya seraya memelu Tari.
"Tenanglah, tenanglah pelankan suaramu semua orang melihat kita," bisik Aryan.
Lalu melirik ke arah pintu yang dimana banyak orang yang melihat. Aryan, mencoba tersenyum pada mereka memberikan isyarat dengan tangannya seolah meyakinkan mereka bahwa semua baik-baik saja pasien menangis hanya karena sakit.
Aryan, terus menepuk-nepuk punggung Tari, padahal hatinya saat ini sedang kesal karena malu di lihat oleh semua orang.
...----------------...
Aduh Tari, kok cengeng sih! Tapi, lucu juga ya lihat sikap Tari hehe.
Jangan lupa dukungannya ya reader
Like, vote, coment, dan rate 5 nya 🙏🥰. Maaf masih banyak typo
Salam author
❤❤❤
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 72 Episodes
Comments
erenn_na
sukaaaaaaa
2022-05-25
0
erenn_na
gloodakkk🤣🤣🤣🤣
2022-05-25
0
Sri Mulyati
kuat, tegar, tabah dan Ndak peduli padahal hatinya rapuh juga🤭🤭🤭
Tari sudah sabar dulu Ndak usah nangis dengan keras begitu, dokter Aryan sampai bingung dan malu lho.
sabar ya,jodoh Mu sudah didpn mata gitu.
Semangat 💪 💪💪 juga up nya Thorrr 😘😘😘😘😘😘😘😘😘
2022-05-23
0