Chapter 19: Season 2

Setelah selesai shalat, Risma kembali berbaring di ranjang nya. Bayi kecilnya itu, berada di tengah-tengah antara Fajar dan dirinya. Baru saja ingin memejamkan mata, mata Risma tiba-tiba terfokuskan kearah dinding rumahnya.

Kamarnya yang sengaja di beri penerangan yang lumayan terang, membuat Risma bisa melihat dengan jelas, ada sesuatu di dinding kamarnya. Risma bangkit, dan turun dari ranjangnya. Dia berjalan menuju dinding itu, dia memperhatikan dengan seksama. Seperti cairan, karena berwarna bening. Penasaran, Risma menyentuh cairan itu menggunakan jari telunjuknya.

Lengket, seperti lendir. Sangat jelas terlihat oleh Risma, bahwa lendir itu berasal dari ventilasi di atas jendela kamarnya. Lendir itu seperti mengelilingi kamar nya, dan putus tepat di atas tempat lampu kamarnya tergantung. Risma sempat berfikir, jika itu berasal dari hewan yang berlendir seperti keong atau sejenisnya, maka tidak akan bisa terlihat sejelas itu.

Risma kebingungan, dia berjalan menuju dapur dan mencuci tangannya yang baru saja memegang lendir itu. Setelah itu, dia kembali berbaring dengan mata yang masih menatap kearah cairan bening di setiap dinding kamarnya.

.

.

Pagi harinya, setelah sarapan, Fajar dan Risma berniat ingin kerumah kyai Azam. Ingin melihat keadaan Karmila, karena bagaimanapun Karmila adalah temannya. Sesaat setelah sampai, Risma sedikit terkejut melihat kondisi Karmila, tangan dan kaki di ikat disalah satu jendela rumah kyai Azam.

"Maaf kyai, kenapa Karmila diikat seperti itu?" tanya Risma.

"Saya tidak ada pilihan lain, Risma. Dia terus memberontak, dan ingin keluar untuk mencari anaknya. Dia sudah kehilangan akal, bahkan suaminya pun tak mampu mengendalikannya. Ini juga sudah dapat izin dari suaminya, dalam keadaan terikatpun Karmila masih saja berontak." jelas kyai Azam.

Risma menutup mulutnya, tanda tak menyangka. Dia mendekat kearah Karmila, dan mengusap lembut rambutnya.

"Sadarlah Karmila, ingat Allah." ucap Risma.

Karmila diam, dia tak menjawab dan hanya menatap kosong lurus kedepan.

"Sudah ku katakan, tapi kau tidak pernah mau percaya. Berhati-hatilah, jaga anakmu."

Entah apa yang membuat Karmila mengatakan itu, hingga berhasil membuat Risma menjauh dari Karmila. Dia terkejut, tiba-tiba ada sentuhan dibahunya, ternyata Fajar tak sengaja mendengar ucapan Karmila.

"Ya sudah pak kyai, saya sama Risma pamit pulang dulu." melihat Risma yang mulai tak nyaman, akhirnya Fajar mengajak pulang Risma.

"Oh ya, insya Allah Karmila akan baik-baik saja. Besok akan ada dokter khusus yang datang untuk mengobati Karmila, semoga dia segera pulih." ucap kyai Azam.

Fajar dan Risma pun kembali pulang, jarak dari rumah kyai ke rumahnya lumayan cukup jauh, butuh waktu setengah jam. Desa Sepuh, bukanlah desa yang padat penduduk. Di perjalanan pulang, Risma yang di bonceng Fajar menggunakan motor itu masih terdiam. Jauh dari dalam lubuk hatinya, Risma mulai merasakan takut.

Dia mengelus pipi lembut bayi kecilnya itu, sambil sesekali memperhatikan kesekitarannya. Warga desa Sepuh, mayoritasnya petani tebu dan jagung.

Tiba-tiba, mata Risma tak sengaja menatap seorang laki-laki yang berdiri di perkebunan tebu. Fajar yang sengaja melajukan motornya dengan pelan, membuat Risma bisa cukup lama memperhatikan dengan seksama orang itu. Pria yang dia lihat itu, juga tak henti-hentinya menatap kearah nya.

Reinkarnasi Raja itu, ternyata mengikuti Risma dan bayinya itu hingga sampai ke rumah kyai Azam. Namun, saat dia ikut masuk dengan menyerupai angin, sosok itu tak mampu untuk masuk kedalam rumah itu dikarenakan tepat diatas pintu masuk, ada sebuah kaligrafi kecil.

Risma mengernyitkan dahi, dengan mata yang masih menatap kearah sosok itu. Risma tak merasakan takut, hanya merasa aneh saja. Dikarenakan sosok itu, sedang menyerupai manusia. Hingga motor Fajar dan Risma semakin menjauhpun, sosok itu masih memperhatikan.

Sebenarnya sosok itu ingin memastikan sekali lagi, siapa bayi itu? Mengapa saat dia melihat mata bayi itu, sosok itu merasa sangat sedih, dia bahkan ingin menangis meski dia hanya bisa melihatnya dari jauh.

Sosok itu, kemudian menjelma menjadi seekor monyet. Mengejar mereka dengan kecepatan memanjat yang cukup cepat, sesekali sosok itu terbang melayang hingga berhenti tepat di atas pohon mangga yang berada di depan rumah Risma. Setelah masuk kedalam rumahnya, Risma tak menutup pintunya.

Hingga sosok itu bisa melihat dengan jelas dari luar, bayi itu ternyata di letakkan di atas ayunan yang berada di tengah-tengah rumah Risma. Sosok itu perlahan turun dari pohon itu, berubah kembali menjadi sesosok pria. Berdiri tepat di depan pintu, memperhatikan bayi itu yang tengah berada di ayunan.

Bayi itu awalnya terpejam, namun tiba-tiba membuka matanya. Menyadari itu, sosok itu ingin mencari celah untuk bisa melihat bayi itu dari jarak dekat. Tepat disamping kiri bayi itu, terdapat jendela. Sosok itu coba untuk melihatnya dari jendela itu, namun sosok itu hanya bisa melihat sebelah dari mata bayi itu, sebelahnya lagi terhalangi oleh kain ayunannya.

Saat mata mereka bertemu, sosok itu kembali melihat sesuatu yang ia lihat di malam pertama saat dia bertemu dengan bayi itu. Sepasang insan sedang tersenyum di pinggir sungai, dengan wanita yang sangat cantik dan pria yang juga tampan. Sosok itu tak mengenali siapa wanita itu, namun dia mengenali siapa sosok pria itu.

Pria yang dia lihat di mata bayi itu adalah, sosok pria yang dia jelma saat ini. Sosok itu terkejut bukan main, dia mundur beberapa langkah. Setiap ingin menjelma, dia selalu berubah menjadi sesosok pria yang sama yang dia lihat di mata bayi itu tanpa di komando. Sosok itu kembali menatap mata bayi itu, dan lagi-lagi dia melihat hal yang sama.

"Siapa?"

Belum sempat hilang kebingungan yang sosok itu rasakan, dia dikejutkan dengan suara teriakkan dari dalam. Risma merasa seperti ada seseorang yang tengah berdiri di luar rumahnya, merasa tak ada jawaban, Risma yang sebelumnya ingin memasak untuk makan siang, akhirnya keluar ingin memastikan.

Risma tertegun sejenak, dia melihat pria yang sama yang dia lihat di kebun tebu tadi telah berada di depan rumahnya.

"Maaf, ada apa ya? Bukannya kamu yang tadi memperhatikan saya di kebun tebu itu?" tanya Risma.

"O-oh, iya. Saya tersesat, ingin bertanya namun ragu." jawab sosok itu asal.

"Begitu, kamu berasal dari mana?"

"Sa-saya, saya baru datang dari kota. Orang tua saya, tinggal di desa sebelah. Namun saat berjalan-jalan, saya tersesat."

Risma mengangguk-angguk tanda mengerti, dia memperhatikan pria yang di hadapannya itu dengan seksama. Terlihat tak ada yang aneh, dan biasa saja. Namun, Risma sedikit heran karena pria itu tidak memakai alas kaki.

"Baiklah, ada tempat duduk di bawah pohon mangga itu, silahkan duduk dulu, saya akan kembali." ucap Risma.

Risma tentu tidak mungkin membiarkan pria lain masuk kedalam rumahnya, ditambah Risma tak mengenali siapa pria itu. Sedangkan sosok itu, mengangguk dan berjalan kearah tempat duduk yang tersedia di bawah pohon mangga. Tak lama, Risma datang dengan segelas air putih dan sepiring goreng pisang.

"Ini, makan dan minumlah dulu." ucap Risma sesaat setelah dia meletakkan itu di meja kecil.

"Te-terimakasih."

Sosok itu tentu bingung, dia tidak pernah memakan makanan seperti itu. Namun dia tentu tak mungkin menolaknya, karena Risma terlihat baik.

"Nama kamu siapa? Seperti nya memang kamu belum pernah kesini ya?" tanya Risma.

Sosok itu terpaku, dia tentu tidak memiliki sebuah nama.

"Arjun, nama saya Arjun."

"Baiklah, habiskan saja. Saya akan tinggal kebelakang, saya harus memasak."

Sosok itu kembali tertegun, dia telah membuat nama untuk dirinya sendiri.

Setelah Risma tak terlihat lagi, Arjun menjentikkan jarinya, hingga sepiring goreng pisang dan segelas air itu hilang tak tersisa. Meski Arjun bukan manusia, namun dia memiliki rasa sama seperti manusia. Ya, lebih tepatnya setelah dia bertemu dengan bayi Risma. Sekejab kemudian, Arjun menghilang.

.

.

Tak sadar karena sibuk memasak, Risma sampai lupa dengan pria itu. Setelah memastikan semuanya selesai, Risma bergegas keluar. Namun, sudah tidak ada siapapun lagi. Hanya tinggal sebuah piring kosong dan juga gelas kosong, Risma menoleh ke kanan dan ke kiri, namun dia tak dapat menemukan pria tadi.

Tak lama, Fajar pulang. Dia bekerja sebagai guru honorer disekolah desa Sepuh, dia mengajar sebagai guru salah satu mata pelajaran di sekolah dasar. Jadi, karena hanya satu mata pelajaran, membuatnya tak perlu berlama-lama untuk berada di sekolah.

"Mas, tadi ada orang asing datang. Dia bilang, dia tersesat. Lalu, karena kasihan aku berikan dia air dan makanan, kemudian aku tinggal kebelakang karena harus memasak. Setelah itu, aku sudah tak menemukan orang itu lagi." ucap Risma begitu saja, sesaat setelah Fajar turun dari motornya.

"Begitu? Kamu suruh masuk orang itu?" jawab Fajar sambil mengulurkan tangannya ingin Risma menciumnya.

"Tidak, aku menyuruhnya untuk duduk di kursi bawah pohon mangga itu."

"Ya sudah, kamu masak apa?"

"Masak ikan goreng dan sambal matah kesukaanmu, mas."

Sambil melangkah kedalam bersama-sama, Fajar berhenti di ayunan Layla--bayinya. Dia mengecup pipi gembul itu, dan mengelus lembut kepala mungil itu.

"Risma, kamu biarkan Layla sendiri di ayunannya?" tanya Fajar.

"Iya mas, mau bagaimana, tidak mungkin aku menggendong Layla sambil memasak." jawab Risma dari arah dapur.

Mendengar itu, Fajar mencari tali untuk ia pasangkan di dapur. Dia berniat untuk membuat tali ayunan di dapur juga, agar saat Risma memasak, dia bisa memindah-mindahkan ayunan Layla agar Layla tetap dekat dengan Risma.

"Biar mas buatkan tali ayunan satu lagi, jadi kalau kamu memasak atau ada kegiatan di dapur, jangan lupa pindahkan ayunan Layla juga agar kamu bisa tetap dekat dengan nya." ucap Fajar.

Risma sedikit membuang nafas melihat tingkah suaminya itu, padahal jarak dari dapur ke ruang tengah tidak jauh, dan juga dia bisa sangat jelas melihat bayinya itu dari arah dapur.

.

.

Ditempat lain, Arjun-- sosok itu kembali berada di tebing. Tempat di mana dia berdiam diri, setelah bertemu dengan bayi itu. Dia selalu terbayang-bayang akan apa yang dia lihat dari mata bayi itu, hal yang dia benci saat dia kembali mengingat itu adalah, air matanya menetes tak terduga.

Dia memukul-mukul kepalanya, berusaha agar tidak mengingatnya, namun dia semakin mengingat itu dan merasakan sedih yang mendalam. Arjun kemudian berlari, mencari mangsa untuk dia lampiaskan semuanya. Untuk pertama kalinya, dia memakan daging binatang. Saat dia dapat menangkap seekor rusa, ada rasa keraguan di dalam hati untuk memakannya..

Namun, dia tetap langsung melahap rusa itu dan merobek dagingnya hingga habis tak tersisa. Setelah selesai, Arjun kembali terduduk di ujung tebing. Mencoba mengingat kembali, meski itu membuatnya kembali bersedih. Wajah seorang pria yang dia lihat di mata bayi itu, adalah wajah yang sama, yaitu jelmaannya saat ini. Hanya itu yang dia fikirkan, dia merasa sangat aneh jika mengingat itu.

Tanpa sadar pun, dia saat ini sudah nyaman menjelma dengan tubuh jelmaannya itu. Dia bahkan tak mau merubah dirinya selain jelmaan ini, wajah dan tubuh seorang dari Raja.

Di tempat lain, Braspathi baru saja mampir ke desa Sepuh. Dia datang, hanya untuk sekedar berjalan-jalan. Braspathi menyamar sebagai seorang petani, dan terus menyusuri perkebunan warga. Hingga, baru saja beberapa langkah kakinya memasuki perkebunan warga, ada perasaan aneh yang tiba-tiba dia rasakan.

Dia seperti merasakan firasat, namun dia tak tau firasat apa yang datang. Braspathi tetap melangkah kan kakinya, hingga dia sampai di sebuah pohon beringin, yang tumbuh di tengah-tengah perkebunan warga. Mata Braspathi nanar menatap kearah depan, meski dia tak melihat ada apa di depan sana, namun dia bisa merasakan bahwa ada keberadaan seseorang yang jauh diujung sana.

Braspathi terus berjalan, hingga satu kilo dari tempatnya berdiri, Braspathi melihat seseorang yang tak disangkanya. Ya, Braspathi melihat Arjun yang tengah duduk di tebing. Braspathi tak dapat mencium apa-apa, itu tandanya yang dia lihat bukanlah manusia. Braspathi kembali berjalan, dan tanpa sengaja Arjun menyadari bahwa ada sesuatu dibelakangnya.

Arjun menoleh, dan seketika membuat Braspathi menghentikan langkahnya. Lututnya lemas, dia terduduk diatas tanah seketika. Braspathi tersenyum menunduk, sesekali dia tertawa. Arjun yang melihat itu, merasa aneh, kemudian berdiri dan mendekat kearah Braspathi. Bagaimana tidak, wajah dan tubuh Arjun sangat mirip dengan ayahnya Raja.

Sesaat setelah mereka telah dekat, Arjun mencium sesuatu yang membuatnya urung untuk semakin dekat dengan Braspathi. Arjun mencium bau aneh, yang tentu Arjun pun juga tau bahwa Braspathi bukan manusia.

"Ternyata benar, kau akhirnya kembali. Aku bahkan tak mengerti dengan takdir, setelah kejadian seratus tahun lalu." ucap Braspathi menatap lekat kearah Arjun.

"Apa maksudmu?" entah kenapa, Arjun memiliki perasaan yang di miliki oleh manusia. Dia dan Braspathi berbicara layaknya manusia biasa.

Mendengar itu, Braspathi kembali tertawa dan kemudian berdiri.

"Aku tak perlu menjelaskan apapun padamu, karena nanti kau juga akan tau dengan sendirinya. Namun, aku penasaran, kali ini takdir menginginkan apalagi setelah melahirkan mu kembali."

Setelah berucap seperti itu, Braspathi dalam sekejab berubah menjadi burung dan terbang begitu saja meninggalkan Arjun yang tertegun di tempat.

🌷

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!