Malam harinya, seperti biasa aku sudah berbaring di atas dipan kesayangan ku. Obat yang di berikan oleh Raja tadi, sengaja tidak aku basuh saat mandi tadi. Karena seperti ucapan nya tadi, aku harus membasuhnya esok hari menggunakan air sungai itu.
Saat mataku hampir terpejam, tiba-tiba saja angin yang sangat kencang sekali datang. Tak ada hujan ataupun petir dan kilat, tapi hanya ada angin yang benar-benar kencang. Akupun kembali terduduk, merasa ketakutan karena aku sendiri. Sangat jarang ini terjadi.
WUSSH!!!
Atap gubukku terbuka dan terbang akibat angin kencang itu, tapi untung saja tidak semua. Hanya sebagian kecil saja, tetap saja jika hujan datang akan mengakibatkan dalam gubukku akan kemasukkan air. Aku berniat keluar, dan memastikan kemana perginya atap yang di bawa terbang angin itu.
Saat pintu terbuka, aku benar-benar merasa terkejut. Angin yang kudengar sangat kencang dari dalam gubuk, saat keluar tak ada angin yang terasa olehku sama sekali. Aku benar-benar bingung, lalu apa yang aku dengar tadi? Bahkan atap rumahku saja, terbang terbawa angin.
Masih dengan dalam keadaan bingung, aku berjalan kebelakang gubuk, dan mencari apakah atap gubukku itu masih ada di sekitaran dekat sini.
"Jauhi dia!"
Aku terperanjat mendengar itu, ada suara yang berbicara namun tak ada siapa-siapa. Mataku mengeliling menatap kesekitarku, ada sebuah asap hitam yang terbang dari arah sungai menuju arahku. Saat sudah dekat denganku, asap hitam itu berputar-putar di atas kepalaku.
Setelah itu, dia berhenti dan turun yang berjarak dua meter dari ku. Saat turun, asap itu mengeluarkan sepasang mata yang berwarna merah menyala. Meskipun malam, aku bisa melihatnya dengan jelas karena mata itu bersinar kemerahan.
Dia diam menatap tajam kearahku.
"Jauhi dia!"
Tak lama, dia kembali menggumpal dan terbang melayang kearah sungai. Sedangkan aku masih berdiri mematung, apa yang di maksud oleh asap hitam itu? Kata-kata yang sama masih terdengar, walau wujudnya tidak terlihat lagi dan menghilang kearah sungai yang gelap.
Perlahan masih kudengar kata-kata 'jauhi' itu, hingga akhirnya sayub-sayub dan menghilang. Aku mulai tersadar, dan kembali mencari potongan atap rumahku yang terbang karena angin tadi. Entahlah, setelah aku keluar dari rumah. Aku tidak merasakan apa-apa, bahkan malam ini tidak terasa ada angin sama sekali. Apa, suara riuh angin kencang tadi di buat oleh gumpalan asap hitam bermata merah tadi?
Akhirnya aku mendapatkan potongan atap rumahku, aku lalu membawanya masuk kedalam. Aku berniat, untuk memasangnya besok pagi saja. Mataku sangat mengantuk sekali, setelah mengunci pintu, aku kembali berbaring diatas dipan kesayanganku.
Namun, baru saja mataku terpejam, tiba-tiba saja mataku kembali terbuka. Bayang-bayang wajah Raja, ada saat aku memejamkan mata. Dan aku, tiba-tiba memikirkan pemuda itu. Ada apa denganku? Apa aku sedang jatuh cinta? Seketika aku tersenyum begitu saja, saat aku kembali membayangkan senyuman pemuda itu.
Benar, aku sedang jatuh cinta. Sepertinya begitu, karena selama 19tahun hidup, aku belum pernah merasakan itu. Akhirnya aku begitu sulit untuk tidur, hingga entah jam berapa aku baru mampu untuk memejamkan mata ini.
Pagi harinya, seperti biasa aku di bangunkan oleh sinar matahari yang menembus masuk dari sela-sela dinding gubukku yang sudah berlubang. Aku tersenyum, ternyata saat tidurpun aku masih memimpikan Raja. Ah Raja, aku jadi tidak sabar ingin bertemu denganmu lagi hari ini.
Aku lalu bangkit dan merapikan selimutku, merapikan rambut dan mengikatnya. Karena lantai bagian dalam gubukku, adalah lantai tanah, jadi aku tidak perlu selalu menyapu. Aku hanya menyapu dan membersihkan bagian luar, seperti halaman depan, samping dan belakang rumahku.
Seperti biasa, aku akan kesungai jika pekerjaan membersihkan rumah selesai. Membawa semua yang perlu di cuci, dan berjalan perlahan menuju sungai. Saat sedang menuruni sungai, terlihat olehku dari jauh, seperti ada seseorang yang sedang duduk memegang pancing. Siapa yang memancing sepagi ini?
Setelah semakin dekat, barulah aku tau bahwa orang itu adalah Raja. Apakah dia tidak memilik pekerjaan, sehingga sepagi ini sudah berada di sungai memancing.
"Hay Ayu!" Sapanya, setelah menyadari kedatanganku.
"Hay, pagi-pagi sekali kamu sudah memancing di sungai. Apa kamu tidak bekerja?" Tanyaku, sembari memulai kegiatan mencuciku.
"Setelah pulang dari kota, aku belum mendapatkan pekerjaan di desa. Ya.. sembari menunggu, hanya ini yang aku lakukan." Jawabnya.
Aku mengangguk, "Begitu."
Dia meninggalkan pancingnya, dan mendekat kearahku.
"Ayu, ada yang ingin aku katakan padamu. Ku harap, kamu tidak terkejut dan juga tidak akan meninggalkanku setelah ini." Ucapnya.
Ucapannya itu membuatku menghentikan kegiatanku, mataku menatap serius padanya. Kulihat, dia juga lebih serius menatapku.
"Memangnya, apa yang akan kamu katakan? Sepertinya sangat serius sekali."
"Jawablah dulu, jawab kalau kamu berjanji tidak akan meninggalkanku setelah aku mengucapkan ini."
"Aku tidak bisa sembarangan berjanji dengan hal yang tidak aku ketahui."
Dia terlihat menghela nafas, lalu membuangnya perlahan.
"Baiklah, mungkin ini terlalu cepat untuk di katakan. Tapi, aku sudah tidak bisa menahan dan menyimpannya lagi. Bahwa, aku... Aku, mencintaimu." Pandangan matanya tak lepas dari menatapku.
Aku benar-benar terkejut mendengar ucapannya itu, ternyata dia juga memiliki perasaan yang sama dengan apa yang aku rasakan. Tapi, apa dia yakin dengan itu.
"Apa? Apa kamu yakin dengan ucapanmu itu? Bukankah kamu tahu identitas dan siapa aku, aku hanyalah gadis miskin yang sebatang kara."
"Itu tidak masalah bagiku, aku tidak memandang apapun. Aku hanya mencintaimu, sekarang dan selamanya."
Apa aku tidak salah dengar, Raja terlihat begitu sangat bersungguh-sungguh. Apakah ini adalah akhir dari kesendirianku?
"Ayu, mengapa kamu diam? Apakah ada yang salah dengan ucapanku?"
"E-eh, tidak. Tidak ada yang salah, aku hanya merasa heran saja. Bahkan setelah kamu mengetahui siapa aku, bisa-bisanya kamu memiliki perasaan padaku."
"Apakah aku harus mengulang kata-kataku tadi? Kata-kata alasan mengapa aku tidak perduli dengan semua itu?"
"Ti-tidak perlu." Jawabku malu.
"Jadi, apa tanggapanmu tentang perasaanku ini?"
"Sebenarnya, sebenarnya aku juga memiliki perasaan yang sama denganmu."
"Benarkah begitu?"
"Ya benar, tetapi tentu aku sangat malu jika mengatakannya terlebih dahulu."
"Jika begitu, aku akan bawa kamu keduniaku sekarang. Emm, maksudku kerumahku. Apa kamu bersedia?
"Apa? Kerumahmu? Itu berarti, aku harus bertemu dengan orang tuamu? Apa secepat itu?"
"Ya tentu, kita harus meresmikannya segera. Agar kamu tidak sendirian lagi, dan hidup bersamaku selamanya."
"Tapi..."
"Tapi apalagi Ayu? Apa kamu meragukan aku? Aku sangat mencintaimu, sungguh."
"Bukan begitu Raja, hanya saja aku belum siap untuk itu. Aku takut, orang tuamu tidak setuju dan tidak suka denganku."
Raja kembali mendekat kearahku, dan akhirnya jarak kami sangatlah dekat. Tiba-tiba, Raja memegang lembut pipiku dengan kedua tangannya.
"Percayalah padaku, tak ada yang bisa menghalangi kita. Tatap mataku, dan lihatlah kesungguhan di dalamnya."
Aku cukup lama memandanginya, dan dengan segera aku menganggukkan kepala dan tersenyum.
"Baiklah, aku bersedia. Untuk itu, kamu tunggulah diatas. Aku akan segera mandi, tak baik di lihat orang."
"Oh, tentu. Aku akan menunggu." Jawabnya sambil tersenyum.
Apakah aku akan segera menikah? Apakah aku tidak akan sendirian lagi? Bagaimana rasanya di cintai oleh seseorang? Ya Tuhan, apakah ini adalah akhir dari segalanya?
Setelah Raja pergi, aku bergegas mandi. Membersihkan diri dengan sabun seadanya, mudah-mudahan orang tua Raja tidak mengetahui jika aku mandi hanya dengan sabun cuci. Karena itu yang aku punya, wangi nya juga tak kalah harum dari sabun mandi.
Setelah selesai, aku bergegas naik. Kulihat Raja, sedang menungguku. Dia langsung mengalihkan pandangan, ketika melihat aku naik hanya menggunakan kain kemben.
"Maafkan aku, aku hanya melihatnya sekilas." Ucapnya.
Dia sopan sekali, aku bergegas memasuki rumah dan berpakaian. Aku sama sekali tidak memiliki pakaian bagus, hanya saja aku masih punya satu pakaian yang menurutku yang terbaik. Setelah berpakaian dan merapikan penampilan, aku lalu keluar menemui Raja.
"Maaf, aku hanya memiliki satu pakaian terbaik yang aku punya. Kuharap, kamu tidak malu mempertemukan aku dengan keluargamu."
Raja tersenyum dan memegang bahuku dengan kedua tangannya. "Itu bukanlah masalah besar, Ayu. Meskipun dengan pakaian seadanya, bagiku kamu sangat cantik."
Aku membalasnya dengan senyuman, Raja menarik tanganku menuju arah sungai. Keningku berkerut, mengapa dia membawaku kesungai?
"Tunggu! Kenapa kamu malah membawaku kesungai?"
Langkah kami terhenti, dia tiba-tiba saja terdiam cukup lama. Seperti sedang memikirkan sesuatu.
"Emmm, bagaimana jika kamu menutup mata? Aku ingin memberimu kejutan."
"Hah? Mengapa menutup mata? Aku akan kesulitan berjalan nanti."
"Tak apa, aku akan membantumu berjalan."
"Hmm, baiklah."
Aku lalu menutup mataku, aku merasa Raja menggendongku. Aku sedikit terkejut, tapi selagi wajar aku diam saja. Aku merasakan, ada angin yang berhembus dengan lembut membelai rambutku bersamaan dengan hawa yang dingin. Kulitku seperti sedang menyentuh air, tapi tentu Raja sedang tidak memainkan air.
Langkah Raja terhenti, dia lalu menurunkanku dari gendongannya.
"Kita sudah sampai, bukalah matamu."
Aku membuka mataku, seketika aku dibuat terpana oleh pemandangan di depan mataku. Sebuah gerbang besar tinggi menjulang berwarna kuning emas, serta ada dua orang yang berdiri di sisi kanan dan kiri gerbang itu. Mereka terlihat seperti penjaga, terlihat dengan posisi berdirinya yang tegak dan mata yang terus memandang kearah depan tanpa berkedip.
"Ayo masuk." Ucap Raja lagi.
Namun, tanganku menarik dan menghentikan langkah Raja yang sudah melangkahkan kakinya terlebih dahulu.
"Tunggu! Kita dimana?"
"Ini rumahku."
"Rumahmu? Didesa sebelah tidak ada rumah yang seperti istana ini, apa kamu sedang bercanda?"
"Kenyataan nya memang ini adalah rumahku, dan tentu aku sedang tidak bercanda."
Tunggu, ada yang aneh dengan penampilan Raja, pakaian yang dia kenakan saat disungai tadi berbeda dengan yang dia kenakan saat ini. Pakaiannya berwarna serba hitam, Raja terlihat lebih tampan saat mengenakan pakaian itu. Setelah kuperhatikan, pakaian itu mirip seperti pakaian Raja-Raja yang pernah aku lihat di tv saat menonton di rumahnya kak Mira. Ya, modelnya sama seperti yang di kenakan Raja, tapi warnanya berbeda. Untuk Raja, warnanya serba hitam.
"Buka gerbangnya!" Suara Raja lantang.
Penjaga kanan kiri gerbang itu tanpa ragu, langsung membuka gerbang besar itu. Aku kembali mengernyitkan dahi kebingungan, apa ini?
"Ayo masuk!" Ucap Raja, sambil mengulurkan tangannya.
Aku masih diam, kali ini mataku memandang pada orang yang berlalu lalang. Namun, mereka terlihat sangat aneh sekali. Apalagi, pakaian yang mereka kenakan seperti pakaian kuno jaman dahulu. Pakaian orang-orang desa pada jaman dulu, meski aku tinggal di perdesaan, tetapi desaku sudah tidak ada lagi memakai pakaian seperti itu.
Di tambah, setiap siapapun yang lewat, akan menunduk hormat pada Raja. Ada apa ini? Siapa Raja sebenarnya mengapa Raja terlihat seperti orang penting?
Ketika gerbang telah di buka, terlihat olehku wanita yang ku taksir berumur 30an telah berdiri tepat di tengah-tengah gerbang yang dibuka. Dia menatap datar kearah kami, siapa dia? Penampilannya pun juga aneh, memakai kebaya dan kain jarik. Serta sanggul dan bermahkota kecil di atas kepalanya, semua yang dia kenakan terlihat mewah, sama seperti Raja.
"Ayu, itu adalah ibuku."
Suara Raja mengagetkan ku, aku dan Raja berjalan mendekat kearah ibu Raja. Saat dekat, aku menyambut tangan ibu Raja dan menyalaminya. Sedangkan dia, terlihat kebingungan dengan apa yang aku lakukan.
"Hey! Mau apa kau dengan ibu suri!"
Aku terperanjat kaget, ternyata suara itu dari salah satu penjaga gerbang. Sebuah tombak runcing diarahkan tepat di leherku.
"Lancang!!! Berani sekali kau bersikap seperti itu!! Dia adalah calon istriku!!"
Mendengar ucapan Raja, orang itu seketika menundukkan wajahnya ketakutan.
"Maafkan hamba, Baginda. Hamba tidak mengetahuinya, dia melakukan hal aneh kepada ibu suri, Baginda. Hamba mengira, bahwa dia ingin berniat jahat."
Apa? Baginda? Hamba? Apa-apaan ini, Raja terlihat sangat di takuti dan dihormati. Aku menatap lekat Raja, dan berharap Raja akan menjelaskan semuanya.
"Ayo kita masuk dahulu, nanti akan aku jelaskan padamu."
Akhirnya aku menurut, dan lagi-lagi aku terpesona dengan apa yang aku lihat. Di balik gerbang yang besar, terdapat sebuah istana yang lebih besar lagi. Sama dengan warna gerbang, istana ini sangat megah dan berwarna kuning emas. Aku benar-benar takjub melihatnya, siapa Raja sebenarnya hingga dia bisa tinggal disini.
Aku masih terus melangkah, hingga akhirnya kami masuk kedalam istana tersebut. Waaah, mewah sekali. Ya Tuhan, ini seperti disurga. Pasti Raja sangat nyaman tinggal di sini, semuanya berwarna kuning emas.
PROK! PROK!
Tiba-tiba saja, Raja menepuk tangannya. Tak lama, empat orang perempuan datang menghampirinya. Namun, kali ini ada yang beda. Pakaian yang di kenakan oleh keempat wanita itu, sangat berbeda dengan apa yang dikenakan oleh ibu Raja. Keempat wanita itu memakai pakaian yang sama, memakai atasan seperti kemben, dan bawahannya kain jarik.
"Iya, Baginda." Ucap mereka serentak.
"Bawa calonku ini menuju kamarku, dan berikan dia pakaian terbagus yang ada. Persiapkan dia secantik mungkin,"
"Baik, Baginda."
"Raja, apa ini? Apa yang kamu suruh pada mereka? Aku mau diapakan?"
"Tenanglah, mereka hanya membuatmu sedikit lebih cantik lagi hari ini." Jawabnya tersenyum.
"Tapi..."
"Ayu, ayolah!"
"Baiklah, jika kamu memaksa."
"Ayo, nona."
Aku dan keempat wanita itu berjalan menuju entah kemana, aku diapit oleh mereka dan berjalan di tengah-tengah. Kami berhenti di sebuah kamar yang juga memiliki pintu yang sangat besar, salah satu dari mereka membuka pintu itu.
"Silahkan masuk nona."
Aku mengangguk dan berjalan dengan pelan memasuki kamar itu, waaah. Kamar ini lebih bagus dan indah, apa ini benar kamar Raja?
"Duduk nona."
Aku hanya bisa menurut, setelah duduk, salah satu dari mereka datang dengan membawa sesuatu di tangannya.
"Mari kami bantu untuk mengganti pakaiannya, nona tidak perlu repot untuk melakukannya sendiri."
"Hah, tidak. Aku bisa sendiri, kalian jangan perlakukan aku seperti Ratu."
"Tapi, kami hanya melakukan tugas nona. Mohon jangan halangi kami."
"Baiklah."
Lagi-lagi, aku hanya menurut saja. Mereka melakukan tugas nya masing-masing, satu orang memiliki tugas yang berbeda-beda. Mereka mmeperlakukanku dengan lembut dan sopan, mereka mengenakanku pakaian yang aneh tapi bagus menurutku.
Ini seperti pakaian kuno, yang sulit aku jelaskan. Tapi meskipun begitu, pakaian itu sangatlah cantik. Saat aku ingin melihat seperti apa diriku, aku tidak melihat adanya cermin di kamar ini. Mereka merias ku juga tanpa ada cermin.
"Maaf, apa aku bisa menggunaka cermin? Aku ingin melihat seperti apa diriku berpakaian seperti ini."
"Maaf nona, apa itu cermin?"
Apa lagi ini? Apa maksud nya tidak tau apa itu cermin? Saat aku ingin membuka mulut menjawab ucapan dari mereka, tiba-tiba pintu kamar terbuka. Ternyata itu adalah ibu Raja, dia masih dengan wajah datarnya dan berjalan dengan anggun memasuki kamar.
"Sudah selesai?"
Keempat wanita itu bergegas menundukkan kepalanya.
"Sudah, ibu suri."
Ibu suri? Ini semakin membingung kan.
"Baiklah, kalian keluarlah dulu. Biarkan aku bersama gadis itu sebentar."
Mereka semua pergi, tinggalah aku dan ibu Raja di dalam kamar itu.
"Siapa namamu?"
"Ayu Sulastri, Bu." Jawabku sopan dan tak lupa menorehkan senyum di bibirku.
"Apa kamu yakin ingin menikah dengan Raja?"
"Insya Allah, yakin Bu. Karena, jika sudah cocok maka harus segera di sah kan."
Mendengar itu, ibu Raja mengernyitkan dahinya seperti terlihat heran. Tapi, dia kembali menetralkan wajahnya.
"Baiklah, semua acara pernikahan akan di laksanakan disini. Jadi sebelum itu, kamu harus tinggal disini."
"Tinggal disini? Lalu, bagaimana dengan rumah saya?"
"Bukannya kamu akan menikah? Setelah menikah, tentu kamu akan tinggal bersama suamimu bukan?"
Ada benarnya juga, tapi aku merasa tidak nyaman berada disini, apalagi harus tinggal disini. Setelah itu, ibu Raja keluar dari kamar ini.
Tak lama, keempat wanita itu kembali masuk.
"Anda sudah siap nona, Baginda telah menunggu anda di taman istana. Mari, kami antar."
Aku lalu di apit kembali oleh keempat wanita itu, berjalan cukup lama karena rumah bak istana ini cukup besar dan luas. Setelah sampai di taman, terlihat seseorang yang duduk di kursi taman. Mereka semua pergi.
"Raja."
Raja menoleh, dan terdiam sejenak.
"Kamu cantik."
Aku hanya tersenyum, dan duduk di samping nya.
"Sekarang, bisakah kamu menjelaskan semuanya?"
Raja menatapku lekat, lalu mengangguk.
"Sebenarnya, aku bukanlah tinggal di desa yang pernah aku katakan padamu. Aku adalah seorang Raja yang memimpin disini, ini adalah tempat yang sangat jauh dari desamj. Maafkan aku jika aku berbohong, hanya saja aku belum siap jika memberitahukan identitas ku padamu."
Mendengar itu, aku tertegun dsn terdiam. Ternyata, sesuai namanya, dia adalah seorang Raja. Lalu, apa yang harus aku lakukan?
"Kamu seorang Raja? Bagaimana dengan rakyatmu jika tau akan menikah denga gadis miskin sepertiku?"
"Mereka hanyalah rakyat, Ayu. Mereka juga pasti akan menerimanya,"
Aku terdiam lagi, tanpa ada yang bisa aku pikirkan. Aku sudah terlanjur mengatakan bahwa akan menikah dengannya, dan juga, aku sudah terlanjur mencintainya. Sebuah mimpi, bahwa aku akan menikah dengan seorang Raja. Tapi, sebuah pertanyaan yang mengganjal di hati adalah, apa nama daerah tempat Raja memimpin? Masih banyak pertanyaan yang ingin aku tanyakan, namun rasanya tidak enak, meski kenyataanya, penjelasan Raja masih belum membuatku puas.
🌷🌷🌷🌷
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 35 Episodes
Comments