Chapter 15

Sudah dua hari, akan tetapi keadaan tubuhku masih sama. Bahkan saat ini, aku sudah tidak bisa mengangkat tanganku. Padahal sebelumnya, aku masih bisa mengangkatnya meskipun sedikit.

Aku merasa, ini semakin memburuk. Apakah ini adalah sebuah penyakit? Tapi mengapa Raja tidak mengetahuinya?

Ini adalah hari pernikahan kami, dan aku masih saja berbaring diatas ranjang. Aku bahkan tidak sanggup untuk menatap wajah Raja, calon istri seorang penguasa ini ternyata lumpuh dan tak bisa apa-apa. Meski dia adalah dari sebangsa jin, aku tau dia juga punya perasaan.

Saat ini, aku sudah dipakaikan gaun pengantin. Begitupun dengan segala macam riasan, aku tidak bisa melihat seperti apa diriku saat ini karena tidak adanya cermin, akan tetapi aku yakin, aku pasti sangat cantik. Tapi, ini semua tidak ada gunanya. Aku hanya bisa memakainya, akan tetapi tidak dengan menikmatinya.

"Sayang, kamu sudah siap?"

Itu Raja dengan pakaian yang dia kenakan, membuat dia terlihat sangat tampan. Memakai kemeja putih, serta jubah hitam nan panjang khas kerajaan. Dia sangat gagah sekali. Meski penglihatan ku mulai sedikit berkurang, akan tetapi aku masih bisa melihatnya.

"Aku selalu siap, akan tetapi tidak dengan keadaanku saat ini."

"Aku tidak perduli, sudah kukatakan aku akan menggendongmu ke singgasanaku."

"Ini bukan saatnya untuk bercanda, Raja."

"Aku tidak bercanda, Ayu."

"Apa kamu tidak malu menikah dengan gadis yang lumpuh dan tidak bisa melakukan apa-apa?"

"Apa yang kamu katakan? Aku tidak perduli apapun, yang terpenting sekarang kamu sebentar lagi akan menjadi milikku seutuhnya, hanya itu."

Aku langsung menangis mendengar ucapannya itu.

"Maafkan aku, tidak bisa menjadi kebanggaanmu. Aku hanya bisa merepotkanmu saja."

"Hey, sudahlah. Jangan begitu, ayo kita keluar dari kamar ini dan bertemu semua orang. Kita akan segera melakukan ritual pernikahan."

Sebenarnya, aku ingin bertanya, ritual macam apa yang akan dilakukan? Aku sedikit khawatir, apa ritualnya jauh melenceng dari agamaku. Aku hanya bisa berserah diri padaNya, karena aku sudah tidak bisa melakukan apa-apa.

Akupun digendong dengan perlahan oleh Raja, aku tidak perlu khawatir kalau-kalau Raja tidak kuat menggendongku, karena aku tau, calon suamiku ini adalah manusia setengah jin.

Saat kami sampai di singgasana Raja, ada satu lagi tempat duduk yang lain. Raja mendudukanku disitu, dan aku bisa duduk dengan sempurna. Padahal, tulang punggung sudah tidak bisa menopan dengan baik tubuhku.

"Tempat duduk ini, khusus untukmu. Seharusnya, kamu duduk di sampingku. Akan tetapi, karena keadaanmu ini, aku menyuruh salah seorang yang pandai membuat ini."

"Terimakasih." Jawabku sambil tersenyum

Semua orang, diam dan menatap kearahku. Apa mereka semua tau, bagaimana keadaan calon istri Raja dari mereka? Sudah tidak mengherankan lagi, jika semua rakyat Raja berwajah pucat dan tidak pernah berbicara. Hanya saja, kali ini aku benar-benar merasa mencengkam. Aku benar-benar berada di tengah-tengah makhluk halus.

Ritual pernikahan pun dimulai, aku tak tau apa nama ritual ini. Aku hanya bisa menurut saja, ketika salah seorang di antara aku dan Raja membimbing ritualnya.

Sementara aku, bagaikan seorang manekin yang duduk diam dan memperhatikan setiap inci ritualnya. Tak jarang, Raja meraih tanganku untuk pelengkap ritualnya. Kulihat, tak ada yang aneh dalam ritual pernikahannya. Hanya, terlihat Raja membacakan bacaan yang entah apa itu, karena aku tidak bisa mengerti apa yang dia ucapkan.

"Ritual nya sudah selesai, sekarang kamu sudah sah jadi milikku selamanya." Ucapnya sambil berbisik di telingaku.

Aku lagi-lagi meneteskan air mata, aku merasa kasihan padanya. Sudah menjadi istri pun, aku belum bisa membuatnya merasakan bahagia yang sebenarnya.

"Hey, kamu menangis lagi? Sudahlah, apa kamu ingin kembali kekamar atau masih ingin disini?"

"Mungkin kembali kekamar saja, aku merasa mereka semua memperhatikanku sejak tadi."

"Itu tandanya, Ratu mereka ini sangat cantik." Godanya, bisa-bisa nya dia menghiburku di tengah penderitaan ku ini.

Dia lalu menggendongku untuk kembali kekamar, di sepanjang jalan menuju kamar, kulihat dia tak henti-hentinya tersenyum. Apakah dia sebahagia itu?

"Nah, kita sudah sampai. Hmm... Bagaimana dengan gaun pengantin ini?" Tanyanya sembari memperhatikan gaun dan riasan yang ada pada ku ini.

Akupun juga turut diam, tak tau harus jawab apa. Sudah jelas aku tidak bisa melakukan apa-apa, untuk melepas ini semua.

Melihatku murung, dia pun duduk disampingku dengan tersenyum.

"Tak masalah, apapun itu, sekarang aku lah yang akan ada disampingku setiap saat."

"Bahkan, setelah menjadi istrimu saja, aku masih merepotkan mu."

"Sudahlah, kamu masih saja berkata seperti itu. Mulai sekarang, aku tidak ingin lagi kamu mengatakan hal itu. Aku akan mencari tahu, ada apa dengan penyakitmu ini."

"Baiklah, tolong panggilkan para dayang untuk membantuku melepaskan semua ini. Aku ingin sekali beristirahat."

"Tak perlu, aku bisa membantumu." Ucapnya sambil mengerling nakal.

Kamipun tertawa bersama, Raja lalu membantuku untuk melepaskan semua yang ada. Dari menggantikan gaunku dengan baju biasa yang telah dia siapkan, lalu membersihkan wajahku dengan air dan menyisir rambutku.

Dia sangat sabar untuk membantuku, di sela kegiatannya, kami bercerita dan sesekali tertawa bersama. Semoga Raja bisa menyembuhkan aku dari penyakit ini, aku akan membuatnya bahagia sepenuhnya untuk menjadi seorang suami.

POV JOKO

"Bagaimana ini, nak. Sudah satu Minggu, kita belum juga mendapat kabar mengenai Ayu." Ucap ibu sambil menatap lurus kearah hamparan sawah kami, kamu berdua telah berada di pondok saat makan siang sambil menjaga padi-padi dari hama.

Aku hanya terdiam, mau bagaimanapun, tetap tidak akan bisa lagi untuk bertemu dengan nya. Karena makhluk itu, telah membawanya kealamnya, lalu menutup pintu keluar masuk dari dunianya.

"Ikhlaskan saja, Bu. Joko sudah pasrah juga, mungkin Ayu memang bukan jodoh Joko."

"Bukan itu masalahnya, yang jadi masalahnya itu Ayu di bawa kabur oleh makhluk itu kembali ke dunianya, nak. Kasihan dia, pasti sekarang dia disiksa, atau malah di paksa untuk menikah dengan makhluk itu."

"Joko harus apa, Bu? Mau mencarinya pun sia-sia, karena ibu tau sendiri bahwa pintu goa itu sudah di tutup oleh makhluk itu."

"Harusnya, kamu terus mencari solusinya nak. Kenapa mudah sekali menyerah?"

"Joko tak tau harus melakukan apalagi, Bu."

"Tenangkan pikiranmu, nak. Mungkin kamu akan dapat solusinya, kasihan Ayu, mungkin dia tersiksa disana."

"Iya, Bu. Joko akan usahakan. Dimana bapak, Bu?"

"Tadi dia pamit, mau kerumah teman lamanya di kota. Ibu tak tau, apa dia menginap atau tidak."

"Begitu, baiklah Bu."

"Aaaaaakhh, Raja.... Sakit!!"

Aku berteriak di tengah malam, membuat Raja yang sedang tertidur di sampingku terbangun. Dia bergegas bangun.

"Ayu, kenapa kamu?"

"Sa-kiiiit, semua badanku sakit."

"Astaga, aku tak tau harus apa. Kamu manusia, aku tidak bisa mengobatimu dengan cara yang sama seperti aku mengobati sebangsaku."

"Tolonglah, untuk menghilangkan rasa sakitnya saja pun tak apa."

"Baiklah, masih ada cara lain. Tunggu sebentar."

Raja berlari meninggalkan ku dan entah kemana, tiba-tiba saja seluruh badanku terasa sakit semua. Dan kali ini, hanya mulutku saja yang masih berfungsi. Sedangkan mataku, sudah mulai pudar penglihatannya.

Tak lama, Raja datang membawa segenggam dedaunan. Ya, meski kabur, akan tetapi aku masih bisa melihat bahwa yang dibawanya itu adalah daun, karena warnanya hijau.

"Untuk apa daun itu?"

"Masih ingat, waktu aku menolongmu dihutan karena di ganggu segerombolan monyet-monyet?"

"Ya."

"Kamu terluka, dan aku mengoleskan ini pada lukamu."

"Lalu, apa hubungannya?"

"Aku menebak, bahwa yang membuat kondisimu seperti ini karena diakibatkan oleh luka setelah kamu melahirkan Braspathi. Aku tau itu, karena luka itu tidak kunjung mengering."

"Benarkah? Aku bahkan sudah tidak melihat luka itu lagi setelah beberapa hari yang lalu melahirkan Braspathi, apa separah itu akibatnya?"

"Entahlah, Ayu. Aku pun tak tau cara mengobatinya seperti apa, jika saja kamu juga sebangsa ku, sudah ku obati dari jauh-jauh hari."

"Memangnya kenapa?"

"Aku hanya bisa mengobati sebangsa jin, Ayu. Bukan manusia, aku takut akan terjadi sesuatu padamu."

"Tak salahnya mencoba, Raja. Setidaknya, sembuhkan luka pada tulang rusukku ini."

Raja terdiam, aku masih bisa melihat wajah Raja meski tidak terlalu jelas. Dia seperti sedang memikirkan sesuatu, sambil menatapku.

"Baiklah, akan aku pikirkan. Untuk saat ini, aku akan pakaikan ini pada lukamu itu. Semoga saja, ini bisa membuat luka mu itu mengering. Sehingga aku, tidak harus mengobatimu dengan cara itu."

Raja menyingkap bajuku, lalu menaruh daun yang sudah di lumatkan itu pada lukaku secara perlahan. Sangat sakit sekali, aku bahkan tanpa sengaja menggigit bibir bawahku.

"Ayu!! Apa-apaan kamu? Mengapa kamu menyakiti diri sendiri?" ucapnya terkejut, lalu dengan segera menghapus darah yang ada di bibirku ini.

"Aku tidak sengaja, rasanya sangat sakit saat kamu menaruh itu di lukaku."

"Baiklah, kembali lah tidur. Aku akan tetap terjaga."

"Tidak, tidurlah bersamaku."

"Tapi ... Baiklah,"

Raja kembali berbaring di sampingku, sedangkan aku masih saja merasakan sakit meski sudah di berikan obat oleh Raja. Besok, aku akan menyuruhnya untuk mengobatiku dengan caranya. Apa salahnya mencoba, mungkin dengan itu aku bisa sembuh.

Meski dalam keadaan kesakitan, aku mencoba untuk memejamkan mata. Dan tanpa sadar, aku telah tertidur.

Tak lama setelah itu, aku kembali berada dihutan yang sama saat aku bertemu dengan Braspathi. Dan aku langsung memahaminya, bahwa aku sedang bermimpi dan Braspathi ingin bertemu denganku. Aku hanya berdiri ditempat di mana aku datang, sambil menunggu kedatangan Braspathi.

Benar saja, dia datang. Namun, kali ini dengan wajah yang terlihat sedih.

"Nak, ada apa denganmu? Mengapa kamu terlihat sedih? Ayo, duduklah disamping ibu dan ceritakan ada apa."

"Tidak, Bu. Aku cukup disini saja, ibu tetaplah disana."

Sebegitu kuat nya ketidak inginan dia untuk berada dekat denganku, hanya dengan alasan tak mau menyakitiku.

"Baiklah, sekarang katakan ada apa? Mengapa kamu terlihat bersedih?"

"Aku bersedih karena penyakit yang di derita ibu, penyakit itu tidak akan bisa sembuh Bu. Nenek lah yang membuatmu menjadi seperti itu, neneklah yang menciptakan penyakit itu untukmu."

Apa? Nenek? Siapa yang dia maksud?

"Ibu ... ibu tidak mengerti apa maksudmu nak. Siapa yang kamu maksud dan apa maksud penyakit yang ibu derita ini tidak akan sembuh? Bukannya, penyakit ini berasal dari luka akibat melahirkanmu?"

"Tidak, Bu. Penyakit ibu, di sebabkan oleh nenek. Ibu dari ayah, dia tidak menyukai ibu. Dia membuat ibu memiliki penyakit aneh, agar ibu tidak bisa merasakan bahagia yang sebenarnya bersama ayah."

"A-apa? Apa kamu yakin, berbicara seperti itu nak? Itu tidak mungkin."

"Bu, aku tidak perlu menjelaskan tentang apa sebenarnya anakmu ini. Aku bisa tau semua tentang orang yang aku inginkan, termasuk ibu. Aku bisa melihat semuanya, Bu."

"Jadi, benar. Lalu, apa benar-benar tidak bisa di sembuhkan?"

"Tidak, Bu. Itulah yang aku sedihkan, sepanjang hari."

Aku terdiam, dan menangis. Ternyata, ini adalah kelakuan dari ibu mertua ku sendiri. Pantas saja, selama ini dia terlihat acuh denganku. Bahkan, untuk sekedar berbicarapun jarang.

Kulihat, Braspathi menghilang. Dan aku kembali tersadar dari mimpiku, aku tidak mau mengatakan apa yang sebenarnya terjadi. Aku akan diam dan tak akan bicara, meski ku tau penyakitku ini tidak akan bisa di sembuhkan, akan tetapi aku akan tetapi meminta pada Raja untuk mengobatiku.

Pagi pun datang, dan aku sama sekali tidak bisa memejamkan mata. Saat Raja mulai terbangun, aku berpura-pura baru saja membuka mata. Agar terlihat, bahwa aku juga tertidur.

"Selamat pagi, Ratuku." ucap Raja.

Aku hanya menanggapinya dengan senyuman, pagi ini, mataku benar-benar sudah kehilangan fungsinya. Raja terlihat seperti sebuah bayangan olehku, tak dapat kulihat wajahnya dengan jelas. Bahkan, aku tak tau apakah dia saat ini tersenyum atau tidak.

"Ayo, aku akan membantumu untuk membersihkan diri. Hari ini, kita akan duduk bersama di singgasana. Mungkin akan membuatmu sedikit tenang."

Kurasakan Raja, membantuku membuka semua pakaianku. Sentuhan dingin mulai terasa, sebelum menikah, dia selalu membantuku untuk melap badanku menggunakan air, tentu tidak dengan keseluruhan. Setelah menikah, barulah Raja membantuku untuk membersihkan seluruh tubuhku.

"Raja, aku punya permintaan." Ucapku di sela-sela kegiatan Raja, yang membantu membersihkan badanku.

"Katakan, ratuku. Apapun itu."

"Rasa sakitnya, masih saja terasa. Obat yang kamu berikan semalam, tidak ada reaksi apapun. Aku mau, kamu mengobatiku dengan caramu."

Seketika, aku merasakan sentuhan Raja berhenti di punggungku. Raja sepertinya sedang menatapku, entahlah. Aku tidak bisa melihat dengan jelas.

"Aku.. aku tidak bisa."

"Ku mohon, aku sudah lelah dengan penyakit aneh ini. Bahkan saat ini, aku sudah tidak bisa melihat dirimu dengan jelas."

"Apa? Sebegitu parahnya?"

"Iya, maka dari itu, apa salahnya mencoba."

"Baiklah, demi untukmu. Semoga saja, dengan caraku nanti, akan membuatmu cepat sembuh."

Aku tersenyum, setelah selesai melap seluruh badanku, Raja lalu membantuku untuk memakai pakaian. Setelah itu, menyisir rambutku. Setelah itu, aku tidak merasakan kegiatan apa-apa lagi. Tapi aku masih merasakan hembusan nafas Raja, dimana dia?

"Apa kamu benar-benar tidak bisa melihat ku lagi?"

Aku menggeleng, "Tidak, Raja. Terkadang kamu bagaikan bayangan putih, terkadang aku tidak bisa melihatmu sama sekali seperti hari ini."

Mendengar itu, Raja lalu memelukku. Ternyata dia berada di depanku, kurasakan dada nya naik turun, apakah dia sedang menangis? Apa Raja juga tau rasanya menangis?

"Raja, kamu tidak apa-apa?"

"Aku hanya merasa tidak berguna, aku yang selalu membanggakan diri sendiri karena penguasa di alam ini. Akan tetapi, untuk mengobatimu saja aku tak bisa. Bahkan, jenis penyakit apa yang sedang kamu derita, aku pun tak tau."

"Jangan menyalahkan diri sendiri, ini sudah takdir diriku. Aku hanya minta, kamu mengobatiku dengan cara mu."

"Baiklah, aku akan membawamu keruangan khusus pengobatan."

"Tapi sebelum itu, hilangkan lah rasa bersalah yang ada di hatimu. Aku ingin kamu tersenyum, meski aku tak dapat melihat, akan tetapi aku bisa merasakannya."

Raja diam tak menjawab, aku yakin dia sekarang sedang tersenyum.

Aku merasakan tangan Raja mulai mengangkat ku, Raja menggendongku tentunya. Dia mulai berjalan, entah kemana. Tapi, mengapa sepi sekali? Maksudku, mengapa hanya terdengar suara langkah kaki Raja seorang? Apa dia tidak membawa penjaga atau seseorang yang akan membantunya?

"Raja, apa kamu sendiri?"

"Ya, tentu. Ada apa?"

"Tidak apa, hanya saja kukira kamu akan butuh seseorang untuk membantu."

"Tidak, untuk ini aku tidak butuh seseorang."

"Baiklah."

Raja berhenti, lalu terdengar suara pintu terbuka. Raja kembali melangkahkan kakinya, sepertinya kami sedang berada di sebuah ruangan. Terdengar dari suara langkah kaki Raja yang menggema keseluruh ruangan, apa di istana ini memiliki ruangan khusus untuk pengobatan?

"Kamu duduklah dulu disini, aku akan menyiapkan semuanya."

Raja lalu mendudukanku di sebuah kursi, tentunya. Terdengar grasak-grusuk, begitu banyak kah yang harus di siapkan?

Setelah cukup lama, suasana kemudian hening. Aku tak mendengar suara langkah kaki Raja lagi.

"Raja!! Apa kamu masih disana?"

Hening, tak ada jawaban. Kemana dia? Tak mungkin jika dia meninggalkanku.

"Ayu, aku menyayangimu. Semoga saja, ini akan bekerja dengan baik dan berhasil."

Aku terkejut, ternyata Raja berada di dekatku. Tapi bagaimana bisa aku tidak merasakan adanya dirinya, dan mengapa dia tiba-tiba berbicara seperti itu?

"Oh, ayolah suamiku. Jikapun gagal, aku hanya tidak akan sembuh dan akan selalu seperti ini selamanya. Bisakah kita mulai sekarang?"

Raja diam, dia kembali menggendongku dan membawaku. Terdengar olehku, Raja seperti sedang membuka sesuatu yang berat. Entah apa. Lalu, membaringkan ku kedalam sesuatu. Saat sudah berada di dalam, aku merasakan hawa tubuhku mulai panas.

"Ini adalah tabung pengobatan, terbuat dari seratus persen besi. Dibawahnya terdapat sebuah api, namun bukan sembarang api. Meski begitu, tabung pengobatan ini tidak akan membuat siapapun di dalamnya meleleh kepanasan. Kamu hanya merasakan hawa tubuhmu mulai memanas, namun tidak akan lama. Jadi, tenanglah sebentar. Ini tak akan lama."

Jelas Raja, dia menggenggam tanganku. Aku bisa mengerti, jika dia menjelaskan itu semua padaku.

"Baiklah, aku paham."

Genggaman tangan Raja terlepas, kudengar dia sedang menutup pintu tabungnya. Kurasa begitu, karena suara nya sama saat kudengar Raja seperti sedang membuka sesuatu yang berat tadi.

Setelah itu, aku kembali mendengar suara. Kali ini suaranya sangat jelas, yaitu suara gemerincing rantai-rantai. Dan tabung besi ini, perlahan bergerak memutar, dari kiri kekanan dengan pelan. Putarannya tidak cepat, akan tetapi aku merasakan sesak di dada.

Bukan karena aku kehabisan udara atau kepanasan, akan tetapi rasa sesak yang berbeda. Kemudian, yang awalnya aku merasakan hawa tubuhku memanas, kini aku merasakan kedinginan. Aku bahkan sampai menggigil, ritual apa ini? Raja bilang, dibawah tabung ini ada sebuah api, lalu mengapa aku merasakan kedinginan?

Tabung terus berputar, tidak cepat, sangat pelan. Badanku semuanya terasa lemas, kedinginan semakin bertambah. Ingin rasanya memanggil Raja, akan tetapi aku khawatir dia akan menghentikan ritual pengobatan ini. Kurasa, Raja sedang menarik beberapa rantai untuk memutar tabung ini. Pria itu memang menyayangiku, dia bisa saja memerintahkan para prajurit istana untuk melakukannya.

🌷🌷🌷🌷

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!