Chapter 16

POV AUTHOR.

Raja menarik rantai-rantai, untuk memutar tabung itu. Raja menangis, dia menangis bukan karena tidak kuat untuk menarik rantai-rantai itu, akan tetapi dia khawatir ritual nya ini tidak mempan pada Ayu yang hanya seoang manusia, dan akan berakibat buruk untuk Ayu.

Raja melihat, api yang berada di bawah tabung itu semula berwarna merah padam, kini terlihat menguning. Raja sontak berhenti, dan melepaskan begitu saja rantai-rantai itu kemudian berlari menuju tabung yang berisikan Ayu di dalamnya. Raja dengan cepat membuka pintu tabung itu, dengan sekuat tenaganya.

Begitu tabung itu terbuka, Raja benar-benar syok dan tertegun cukup lama melihat kondisi Ayu di dalamnya. Kondisi Ayu sangat mengenaskan, Ayu sudah dalam keadaan mata terpejam. Kulit-kulitnya mengendur, layaknya seseorang yang sudah tua sekali. Hingga terlihat sangat jelas, tulang yang menyembul karena kulit yang mengendur di bagian tubuh tertentu.

"Ayu!!!! Ayu ... Bangunlah, Ayu!!!" teriak Raja, sembari mengangkat tubuh Ayu keluar dari tabung itu.

Kini, tubuh Ayu sudah sangat ringan. Bahkan, Ayu sudah tidak membuka matanya.

"Ayu, ayo buka matamu sayang. Jangan seperti ini, ayolah buka matamu Ayu!!" Raja menangis, menggoyang-goyangkan tubuh Ayu yang sudah tak ada reaksinya.

Raja memeluk tubuh Ayu dengan erat, menangis sejadi-jadinya. Sebenarnya, Raja tau akan akibat ritual itu. Di karenakan Ayu hanya manusia biasa, ritual itu tidak bisa di lakukan pada manusia, karena memang tidak pernah di lakukan.

Puas meraung dengan kesendirian, Raja berdiri dalam keadaan menggendong Ayu. Raja pergi meninggalkan ruangan pengobatan, lalu kembali menuju kamar mereka. Setelah sampai, Raja perlahan membaringkan tubuh Ayu di ranjang mereka.

"Ayu, sudah bercandanya. Aku tau, kamu sudah sembuh. Bicaralah padaku, aku ingin tau bagaimana rasanya selama berada di dalam tabung itu." ucap Raja sendiri.

Tentu Ayu tidak menjawab ucapan Raja, bahkan tubuh Ayu sudah mulai mengering dan kaku dengan cepat.

"Haha, kamu masih saja ingin bercanda rupanya. Baiklah, tak masalah. Pakaian mu terlihat lusuh, aku akan menggantinya."

Raja lalu melepas pakaian Ayu, kemudian melap tubuh Ayu yang kulitnya sudah mengendur itu dengan perlahan. Sesekali, Raja menangis lalu kemudian bicara sendiri dan kemudian tertawa kembali.

Sebenarnya, Raja sangat hancur, saat mengetahui bahwa Ayu telah tiada karena dirinya. Harusnya dia, menolak keinginan dari istri tercintanya itu.

"Oh, ya. Kamu mau makan sesuatu? Baiklah, aku akan ambilkan sesuatu yang paling lezat untuk mu."

Raja berjalan dengan sempoyongan, dia kembali menangis. Meratapi dan merutuki diri sendiri. Raja kembali dengan membawa senampan makanan, yang biasa dia bawakan untuk Ayu.

"Maaf, aku sampai lupa untuk mengganti pakaianmu."

Raja lalu memilihkan pakaian terbaik Ayu, kemudian memasangkan kembali pada Ayu. Setelah itu, Raja kembali menangis, kali ini tak berhenti meraung hingga berjam-jam.

Disisi lain, sang ibu Raja tersenyum puas. Dari awal memang dia tak menginginkan keberadaan Ayu, dia pura-pura tuli akan tangisan Raja yang menggema keseluruh penjuru istana. Dia tak ingin menyaksikan jasad Ayu, yang mungkin membuatnya bertambah muak.

POV JOKO.

"Bapak! Joko, bapak mu pulang." ucap ibu yang sedikit berteriak.

Aku sedang berada di kamar, bergegas keluar mencari sumber suara. Setelah berada di luar, aku langsung melihat bapak yang sedang berjalan menuju rumah, aku akhirnya bernafas lega, pasalnya sudah beberapa hari bapak tidak pulang-pulang, setelah sebelumnya pamit untuk mengunjungi teman lama.

"Assalamualaikum."

"Wa'alaikum sallam, bapak. Kenapa tak pulang-pulang? Ibu dan Joko khawatir pak, ini siapa pak?" tanya ibu, sambil meraih tangan bapak.

Ternyata bapak pulang tidak sendiri, dia membawa seseorang yang mungkin seumuran dengan bapak.

"Ayo, kita masuk dulu. Nanti bapak jelaskan semuanya."

Kami pun masuk kedalam rumah, sedangkan ibu langsung menuju kedapur untuk membuat minum dan sedikit cemilan karena ada tamu.

Aku, bapak dan tamunya itu duduk di ruang tamu.

Tak lama, ibu datang dengan beberapa cangkir minuman dan cemilan. Setelah menata semuanya di meja, ibu pun duduk di sebelahku. Ibu tak berkata apapun, hanya saja dia menatap kearah bapak sebagai tanda ingin penjelasan.

Bapak pun berdeham.

"Ini Tarno, teman lama bapak yang berada di kota. Selama beberapa hari ini, bapak menginap di rumahnya."

Pak Tarno langsung tersenyum, lalu meraih tangan ibu dan tanganku dengan ramah.

Sementara, aku dan ibu masih diam dan tak menanyakan apapun. Kami membiarkan bapak, menjelaskan semuanya.

"Dua hari setelah hilangnya Ayu, bapak tiba-tiba teringat dengan teman lama bapak ini. Dia adalah seseorang yang memiliki kemampuan yang spesial. Maksud bapak, dia akan membantu kita untuk menemukan Ayu."

"Apa bapak tau, Ayu hilang kemana?" kali ini aku bertanya.

"Ya, bapak tau. Bapak yakin, makhluk itulah yang membawa kabur Ayu. Siapa lagi, kalau bukan makhluk itu."

"Lalu, apa yang akan teman bapak itu lakukan?" tanya ibu juga.

"Dia akan membawa kita ke dunianya, dan menjemput Ayu kembali."

"Apa bapak sedang bercanda? Yang kita hadapi itu bukanlah makhluk biasa, dia adalah makhluk terkuat di dunianya." jawabku.

"Sejatinya, manusia lebih tinggi derajatnya dari pada mereka nak." pak Tarno, menyela ucapan.

Benar, aku pernah mendengar ucapan itu di suatu pengajian. Bahwasanya, manusia lebih tinggi derajatnya dari apapun. Meskipun itu, dari jin dan makhluk halus lainnya.

"Lalu, akan di mulai dari mana?" tanyaku

"Kudengar kamu tau pintu untuk keluar masuk dari dunia itu, bukan? Antarkan saya kesana malam ini juga."

"Tapi, pintu itu sudah tertutup setelah Ayu menghilang."

"Saya bilang, bawa saya kesana. Selebihnya, akan saya lakukan dengan cara saya sendiri."

"Baiklah, apa saya di haruskan ikut?"

"Ya, tentu. Aku dan kamu akan pergi, dan kau juga istrimu tinggallah disini." ucapnya beralih menatap kearah bapak.

"Hanya kau dan Joko? Tidak butuh bantuan ku?"

"Tidak perlu."

"Baiklah, kalau begitu. Sebentar lagi akan gelap, bersiaplah." ucap bapak.

Sementara ibu, hanya diam. Kulihat diwajahnya, ada kekhawatiran.

"Nak, apa seharusnya kamu tidak usah ikut saja?" ucap ibu, menggenggam tanganku.

"Tidak bisa, Bu. Ini sudah syarat dari pak Tarno, insya Allah Joko akan baik-baik saja, dan akan pulang membawa Ayu kembali."

Ibu melepaskan genggamannya, semuanya diam dan suasana menjadi hening.

"Ayo, kita pergi!"

Aku berdiri, dan berjalan paling depan. Sementara pak Tarno, mengikutiku. Kami berjalan di suasana yang sudah gelap, kami hanya membawa senter dari rumah. Ya, setauku hanya itu yang kami bawa, tak tau dengan apa yang di bawa pak Tarno selain senter ini.

Setelah menaiki perahu, kami turun dan berjalan menuju goa. Setelah sampai, aku berdiri mematung memperhatikan mulut goa itu. Pak Tarno melihat kearahku sekilas, lalu mengangguk tanda mengerti tanpa bertanya.

"Minggirlah sedikit,"

Aku mundur tiga langkah kebelakang pak Tarno, lalu terlihat pak Tarno meraih sesuatu di dalam kantong celananya. Ternyata selain senter, dia membawa sebuah tasbih kecil. Setelah meraihnya dari dalam kantong celananya, dia lalu memejamkan mata sambil memainkan anak tasbih itu.

"Ayo masuk!!"

Aku menatapnya sedikit heran, sebegitu mudahnya?

Aku lalu masuk terlebih dahulu, memastikan apakah benar pintu itu sudah terbuka. Di depan sana, aku melihat sebuah cahaya. Benar saja, pintu goa ini memang sudah terbuka. Aku menolah kebelakang, menatapnya penuh tanya.

"Nanti saja, jika ingin bertanya. Ayo, lanjutkan." jawabnya, mengerti akan apa yang sedang aku pikirkan.

Aku pun merayap menutu pintu goa, setelah sampai, aku langsung keluar dan berdiri. Menatap kesekeliling, benar, ini adalah dunianya. Hebat sekali teman bapak itu, apa sebenarnya pak Tarno itu?

"Lalu, sekarang kita harus kemana?" ucapnya menepuk pundakku.

Aku sedikit terperanjat, tidak sadar ternyata dia juga sudah sampai.

"Kesana!" jawabku.

Kami melanjutkan perjalanan, berjalan melewati pemukiman warga, juga berpapasan dengan mereka yang berlalu lalang.

Akhirnya, kami telah sampai di belakang istana, tempat dimana dulu aku sering beristirahat setelah bekerja. Karena tempat ini jarang ada penjaga yang menjaganya, maka dari itu aku memilih tempat ini untuk membawa pak Tarno.

"Kenapa berhenti?" tanya pak Tarno.

Pertanyaan macam apa ini? Apa harus langsung menerobos masuk? Itu cari mati namanya, di tambah semua yang ada di istana sudah mengetahui siapa aku. Itu sudah pasti.

"Lalu bagaimana? Apa kita langsung masuk begitu saja? Diistana ini, begitu banyak penjaga." jawabku sedikit kesal, namun tidak kuperlihatkan. Aku masih ada rasa sopan terhadap yang tua.

"Oh, begitu. Baiklah." pak Tarno kembali memejamkan mata, dan memainkan kembali anak tasbihnya.

Aku hanya diam memperhatikan nya, sambil sesekali memastikan keadaan aman.

"Ayo! Kita masuk!" ucap pak Tarno lagi tiba-tiba.

Saat aku menoleh kearahnya, aku benar-benar terkejut. Pak Tarno kini terlihat transparan, aku bahkan mencoba meraihnya, dan aku tidak bisa menyentuhnya.

"Pak, kenapa--"

"Kita tidak akan bisa di lihat oleh mereka, jadi kita bisa masuk dengan mudah dan bawa gadis itu keluar dari sini." potong pak Tarno, sekali lagi, mengerti dengan apa yang aku fikirkan.

Kita? Berarti aku juga terlihat transparan, ini sangat hebat.

"Ayo!! Tunggu apalagi? Hanya kau yang tau seluk beluk istana ini, saya menunggumu dari tadi."

"Oh, maaf pak. Ayo!"

Kami pun berjalan, masuk dengan santai nya kedalam istana dan melewati beberapa penjaga. Meski telah terjamin aman, akan tetapi aku tetap merasa was-was. Bagaimanapun, mereka bukan manusia yang memiliki kemampuan melebihi manusia juga.

"Dimana kamar gadis itu?"

"Disana pak."

Kami berjalan menuju kamar Ayu, terlihat kamarnya tertutup dengan rapat. Saat tanganku berniat ingin membuka pintu, aku langsung menghentikan niatku itu. Samar kudengar, ada suara seseorang yang sedang menangis. Suara itu tentu bukan suara Ayu, karena suara yang kudengar adalah suara laki-laki.

"Pak, bagaimana ini? Apa kita bisa buka pintu nya?"

Pak Tarno menggelengkan kepalanya, lalu berjalan mendahului ku dengan menembus pintu itu. Oh astaga, aku sampai lupa kalau kami tembus pandang dan tidak perlu untuk membuka pintu. Saat masuk, kami melihat seseorang yang sedang menangis.

Saat kami sudah dekat, ada seseorang yang sedang berbaring diatas ranjang itu. Siapa dia? Dan itu adalah Raja, dimana Ayu dan mengapa Raja menangisi orang itu? Bukannya ini adalah kamar Ayu.

"Aku tau kau di sini, Joko."

Aku dan pak Tarno, sama-sama terkejut. Dan kami berdua, saling pandang satu sama lain. Ternyata Raja telah mengetahui kedatangan kami, aku sampai lupa, dia adalah yang terkuat disini, tentu saja dia tidak akan luput dari apapun.

Pak Tarno, lalu kembali memejamkan mata dan memainkan anak tasbihnya. Kami berdua sudah tidak transparan lagi, apa yang sedang pak Tarno lakukan. Seharusnya, tetaplah begitu meski Raja mengetahuinya.

Raja berbalik, dan menatap kami satu persatu.

"Mau apa kalian?" ucap Raja dengan wajah sendu.

Ada apa dengannya? Dimana Ayu?

"Tidak perlu di jelaskan lagi, apa maksud kami datang kesini. Saya rasa, kamu sudah mengetahuinya." jawab pak Tarno.

Nyali orang tua itu besar juga, aku bahkan tidak berani menatap wajah Raja. Bagaimanapun, rasa takut sangat aku rasakan saat ini.

Mendengar ucapan pak Tarno, Raja kembali berbalik badan dan menatap seseorang yang sedang berbaring di ranjang itu. Apakah itu orang? Wujudnya sangat aneh dan... lebih tepatnya, menyeramkan.

Seluruh kulitnya sudah mengendur, tulang-tulangnya jelas terlihat dan ada luka di tulang rusuk bagian kirinya. Tak sengaja aku lihat, karena bajunya sedikit tersingkap.

Sedangkan Raja, dia diam dan tak berkata apa-apa. Matanya terus menatap kearah sosok yang sedang terbaring di sana, aku dan pak Tarno bahkan tak tau harus melakukan apa lagi.

"Dimana Ayu?" akhirnya aku memberanikan diri untuk bertanya.

Raja diam tak menjawab, yang ada, aku mendengar isakan tangisnya, meski itu sangat pelan. Apa-apa an ini, sesosok makhluk halus bisa menangis?

"Hey, kutanya, dimana Ayu!!" ucapku sedikit keras, dan posisi ku sudah dekat dengannya.

Kali ini aku dan Raja, berjarak sangat dekat.

"Dia ada disini." jawabnya.

"Dimana?"

Bukannya menjawab, dia malah menoleh kearah sosok yang sedang berbaring kaku diranjang itu. Entah apa maksudnya, dia selalu saja menatap kearah sosok itu.

"Ayu!! Ayu!! Dimana kamu? Ini aku Joko!! Ayo kita keluar dari sini, dan pulang!!" teriakku.

Kulihat, Raja kembali duduk di samping ranjang. Makhluk terkuat apa, jika berbicara pun tak sanggup. Makhluk terkuat apa, jika selalu menangis hingga terisak. Aku kembali mendekat kearahnya, lalu menarik bajunya.

"Apa kau tuli? Dimana Ayu!!" kali ini, kesabaranku telah hilang. Rasa takutku pun juga telah hilang.

"Joko!! Sabarlah, kendalikan dirimu." ucap pak Tarno, yang sedari tadi diam.

"Disini!!" ucap Raja, sambil menatap kearah ranjang itu.

Aku terdiam, menatap bingung kearahnya, lalu menatap lama kearah sosok yang terbaring kaku di depanku.

"Apa maksudmu?"

"Dia Ayu, dia adalah istriku. Itu dia, cantik sekali bukan?" ucap Raja, tersenyum, lalu sedetik kemudian kembali terisak.

Badanku seketika lemas, aku berjalan gontai untuk lebih dekat dengan sosok yang terbaring kaku disana. Saat aku sudah sangat dekat, benar saja, itu adalah Ayu. Bisa-bisanya aku lupa akan dirinya, apa yang terjadi padanya. Mengapa dia diam saja dan sejak tadi tidak membuka mata, bahkan tidak mendengar adanya keributan di dekatnya.

🌷🌷🌷🌷

Terpopuler

Comments

Euis Nina

Euis Nina

kok ayu nya mati sich ka kn jadi gk seru 😒kenapa braspati tdk menolong ibunya/setidaknya kasih tau raja kalo itu semua perbuatan ibunya 😏😏

2022-07-03

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!