Satu jam setelah kepergian Rendra Vanesa mengemasi barangnya, dia hendak pulang ke Rumah tapi ketika dia berada di luar, salah satu temannya yang di mintai untuk menjaga dan mengatikan dirinya di kamar nomor 107 berteriak memanggilnya, dengan terpaksa Vanesa menghentikan langkahnya dan menoleh ke belakang.
"Suster, Nesa, Tunggu!
"Ada apa? Kenapa kau berteriak Teriak."tanya Vanesa dengan nada heran.
"Gawat....! gawat...!" pokoknya gawat."
"Suster Yuni! bicara dengan pelan apanya yang gawat."
"Pasien itu Nes, bener bener aku tidak sanggup kalau harus menjaga nya, seharian dia tidak mau makan, tidak mau juga minum obat yang kuberikan dia hanya mau kamu yang merawat dan lihat ini....!
Teman perawat Vanesa membuka krah yang menutupi leher nya dan terlihat lah bekas tangan melingkar di sana."
"Hei....?" kenapa dengan leher kamu Sus."
"Pasien itu mengamuk dan mencekikku."
"Apa? kok bisa !"
"Entahlah,apa mau nya itu pasien aku sudah melaporkan nya ke pihak Dokter, beruntung aku bisa lari dari sana seperti nya laki-laki itu mengalami kejiwaan dan seharusnya dia di rawat di Rumah sakit jiwa, dia benar-benar menakutkan."
"Sabar, nih minum kebetulan aku bawa air mineral lumayan buat nyegarin tenggorokan yang kering."
"Trimakasih,"
Perawat yang bernama Yuni langsung menyambar Air mineral yang di berikan Vanesa kepadanya."
"Gimana, sudah enakan belum?"
"Lumayan lah."
"Ya, sudah yuk kita pulang."
"Tidak, bisa!"tadi aku dapat pesan dari Dokter Hadi agar membawamu ke ruangannya katanya ada yang ingin dia bicarakan."
"Apa? ini kan sudah jam pulang."
"Cepatlah temui Dokter Hadi mungkin ada yang penting untuk di bicarakan."
"Baiklah,"
Dengan langkah malas dan penuh tanda tanya Vanesa pergi menemui Dokter Hadi di Ruangan nya.
"Tok ..Tok ..Tok .!"
"Masuk."
"Maaf, pak! apa Bapak memanggil saya."
"Oh, Sus Nesa! benar, duduklah, mari silahkan."
Dengan santun Vanesa mendudukkan bokongnya di kursi tepat di depan Pak Dokter Hadi.
"Begini, sus! pasien no 107 meminta dirawat suster Nesa dia tidak mau di rawat selain suster Nesa dan saya sudah minta ijin pada Dokter Rendra tentang hal ini, katanya Dokter Rendra mengijinkan Sus Nesa untuk lembur di kerja di Rumah sakit katanya dari pada Sus Nesa sendirian di Rumah karena Dokter Rendra pergi ke Bali dalam Acara undangan pernikahan."
"Apa? ke Bali untuk menghadiri Acara pernikahan?"
"Benar, dan katanya Sus Nesa tidak mau di ajak, jadinya Dokter Rendra pergi sendiri."
Vanesa menelan ludahnya dengan kasar kerongkongan nya tiba-tiba terasa kering tubunya lemas, dia tidak menyangka jika Suaminya tega berbohong demi tidak Ingin dirinya ikut, sakit dan sesak rasanya mendengar perkataan dari Dokter Hadi, sungguh menyakitkan itulah yang dirasakan Vanesa, sebagai Seorang istri dia merasa tidak di hargai, sedangkan selama ini dia selalu menuruti apapun yang suaminya inginkan, sakit yang ada di dalam raganya tidak sebanding dengan sakit yang ada di dalam hatinya kini.
Vanesa menarik nafas panjang dan menghembuskan nya dengan perlahan, mencoba menggeluarkan segala kesedihan dan kekecewaan yang ada di dalam hatinya, bibir tipis nya menyunggingkan sebuah senyuman menutupi luka yang ada di dalam hatinya.
"Iya, Dok! saya memang menolak untuk ikut."
"Baiklah, jadi bagaimana apa Suster Nesa mau bekerja lembur disini."
"Baiklah, saya mau tapi saya harus pulang dulu, Nanti saya akan kesini lagi."
"Trimakasih, Sus,"
Vanesa tersenyum kecut sebelum kemudian pamit undur diri.
Di Bali Rendra bersama ketiga Rekannya sudah sampai mereka menyewa hotel berbintang yang paling mahal disana, ketiga Rekannya berangkat bersama kekasihnya masing masing sedangkan Rendra hanya berangkat sendiri.
Di dalam kamar Rendra dengan menghubungi satu Nomor yang beberapa terakhir ini selalu menjadi candunya yang mana tanpa sepengetahuan sang Istri Rendra diam diam membuat janji.
"Derrrt.... Dreeeettt.... Dreeeeet....!
Satu pesan masuk di layar pipih berwarna hitam di atas narkas, dengan cepat Rendra membuka satu pesan yang masuk, bibirnya langsung menyunggingkan sebuah senyuman ketika mengetahui siapa yang sudah mengirimkan pesan, isi pesan yang tertera di benda pipih milik Rendra.
"Mas....!satu jam lagi aku sampai."
"Serius, kamu juga akan ada di sini!
"Serius, Mas! ini masih dalam perjalanan."
"Ok, aku tunggu."ucap Rendra seraya menutup percakapan hatinnya berbunga-bunga. Baru juga dua menit benda pipih itu di letakkan Kembali di atas Narkas terlihat benda pipih itu kini berbunyi, sebuah panggilan masuk dengan cepat Rendra mengambil dan tertera satu nama disana, EVa, Rendra Kembali tersenyum dan langsung menggangkat nya.
"Halo...!"
"Mas..!"
"Hmmm, kenapa telpon?"tanya Rendra pura-pura tidak tahu karena sesungguhnya Rendra sangat tau jika gadis yang sedang menghubungi nya ada perasaan padanya, Rendra sempat melihat EVa menggigit bibir Bawahnya ketika Rendra menunjukkan betuk tubunya kala telpon pertama kali yang mana ketiika itu Rendra hanya memakai kaos dalam.
"Tiga puluh menit lagi aku sampai!"
"Oh, iya "
"Mas..?"
"Ya, VA ada apa?
"A-apa mas Rendra di situ dengan mbak Nesa?"
"Kenapa, tanya begitu?"
"Ti-tidak, ada maaf pertanyaanku sangat bodoh pasti mas Rendra pergi dengan mbak Nesa."
Terdengar suara Renyah Rendra ketika EVa menyalahkan dirinya sendiri.
"Aku, sendiri, Nesa ada pekerjaan yang tidak bisa dia tinggalkan jadi dua tidak bisa ikut."
"Wah, sayang sekali sebenarnya kita bisa makan bareng seandainya mbak Nesa ada"keluh EVa pura pura sedih yang mana sesungguhnya hatinya lagi berbunga-bunga."Ya sudah mas aku tutup dulu telpon nya sampai ketemu Nanti."
"Ok,"
Rendea kembali meletakkan benda pipih itu di atas Narkas, tapi lagi-lagi telpon berdering, membuat Rendra senyum senyum.
"Dia, terpikat padaku Rupanya, ini bagus aku tidak perlu lagi untuk merayunya."gumam Rendra dalam hati, sambil menyunggingkan sebuah senyuman Rendra Kembali mengambil benda pipih miliknya, tanpa melihat Nama yang tertera di dalam benda pipih itu, Rendra langsung mengangkat nya.
"Hmmm, ada apa lagi VA?'
"Mas....!"
Mendengar suara yang berbeda Rendra yang kala itu memposisikan dirinya sambil rebahan langsung duduk dari tempat tidurnya.
"Kau, Nes! ada apa menelpon ku?" tanya Rendra tidak suka.
"Mas, sudah sampai kan?" jangan lupa makan dan jaga kesehatan."
"Mau bicara apa lagi?'
"Ngak, ada mas aku cuma...
Belum juga Vanesa selesai bicara Rendra sudah memotong pembicaraan.
"Kalau tidak penting itu lebih baik tidak usah telpon aku sibuk."
"Oh... ! Vanesa menelan ludahnya ada sesuatu yang sangat menusuk hatinya yang tidak bisa diungkapkan dengan kata-kata." Baiklah aku tutup dulu telpon nya selamat beristirahat ya ?"ucap Vanesa kecewa.
"Lain, kali kalau tidak penting tidak perlu menelpon ku mengerti?"
"Oh, I-iya mas."
Dengan lemas Vanesa menutup telponnya, Sementara Rendra menyunggingkan sebuah senyuman, yaitu senyum penuh kemenangan, sangat puas dan senang jika mampu membuat sang istri tersakiti.
"Ini baru awal permulaan, karena sakit yang sesungguhnya sebentar lagi akan kau terima dan rasakan seperti sakitnya hatiku yang telah kau khianati."desis Rendra dalam hati.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 115 Episodes
Comments
Q.Dleva.
hai kak saya mampir Membawa Seberapa like Dan juga ditmbhkan Ke rak buku. Ditunggu kedatangannya 🥰
2022-10-04
0
meli meilia
smangat Dyah..
2022-07-19
0
Elisabeth Ratna Susanti
good job 😍
2022-07-08
0