Di dalam kamar mandi Eva bersungut-sungut kesal dengan sikap suaminya yang main dorong dan lebih parahnya terkesan buru-buru ingin segera pergi dari hotel tempat mereka menginap selama ini.
Tidak menunggu lama akhirnya ritual mandi pun selesai, hanya dengan mengenakan handuk yang dililitkan sampai di atas dada dan dengan paha putih yang terekspos sempurna serta Rambut terurai basah, Eva berjalan mendekati suaminya yang sudah terlihat rapi dan siap untuk berangkat.
Melihat kehadiran Eva yang belum mengenakan baju bahkan berjalan mendekat, Rendra mengeryitkan dahinya.
"Kenapa justru jalan ke sini cepat ganti baju dan keringkan rambut mu."
"Mas ..! biasanya seorang Suami itu kalau melihat istrinya hanya memakai handuk dan dengan rambut basah mereka bersikap romantis bahkan ingin....
"Eva, stop...!sudah deh ngomong ngelantur nya cepat lah aku baru saja menelpon dan minta jadwal penerbangan ku ke Jakarta di percepat aku di ijinkan ikut penerbangan pertama jadi aku tidak memiliki banyak waktu cepat lah."
"Mas, kenapa kamu terlihat tidak sabaran begitu apa sebegitu rindunya Mas Rendra sama Mbak Nesa, sampai sampai minta jadwal pindah penerbangan yang lebih cepat."
"Deg..!"
Sungguh pertanyaan yang sempurna terlihat biasa dan ringan akan tetapi sangat menusuk ke dalam jantung.
"Benarkah aku sangat merindukan Vanessa, sampai sampai tidak sadar minta jadwal penerbangan yang lebih cepat," Rendra mengusap wajahnya dengan kasar hatinya sibuk bermonolog sendiri, sementara Eva masih berdiri terpaku menunggu jawaban dari Suaminya.
Melihat Eva masih berdiri terpaku Lagi-lagi Rendra mengeryitkan dahinya.
"Kok masih berdiri di sini, apa lagi! sudah sana ganti baju."
"Mas Rendra, belum menjawab pertanyaan ku."ucap Eva dengan nada yang sedih sambil mengkrucutkan bibirnya. Rendra yang melihat sikap kekanakan Eva menggaruk kepalanya yang tidak gatal.
"Astaga, ini anak bikin pusing saja."geram Rendra dalam hati tapi bibirnya mengulas senyum kemudian bangkit dan mengecup lembut pucuk kepala Eva.
"Apa yang kamu katakan itu salah, Mas banyak pekerjaan, jadi Mas harus secepatnya tiba di Jakarta ku harap kamu mengerti dan aku sudah mengirimkan uang ke rekening kamu kurasa untuk kebutuhan satu bulan ke depan keuangan kamu aman, jika kurang kamu bisa menelpon ku.,"
"Jadi, Mas Rendra sudah transfer uang ke rekening ku."
Dengan senyum tetap tersungging di bibir Rendra mengagguk. Melihat anggukan sang suami dengan cepat Eva mendarat kan ciumman nya di bibir Rendra membuat Rendra mendelik seketika.
"Trimakasih," seru Eva seketika sambil pergi Menganti bajunya, sementara Rendra menarik nafas panjang dan menghembuskan nya dengan kasar.
Merasa semua sudah siap Rendra dan Eva akhirnya keluar dari dalam hotel, mereka duduk dalam satu taxi hanya satu jam perjalanan akhirnya Rendra dan Eva tiba di bandara.
"VA...! aku berangkat dulu ya, kamu jaga diri baik-baik kalau butuh apa-apa kamu bisa menghubungi ku."
"Mas, aku ikut Mas Rendra aja gak apalah bolos satu Minggu."rengek Eva yang merasa dunia nya akan runtuh jika berpisah dari suami yang baru menikahinya.
"Hei...! tidak bisa seperti itu lagi pula aku cuma pesan satu tiket ke Jakarta, bersabarlah nanti kita juga akan berkumpul lagi."Rendra bicara dengan sangat tenang dan santai seolah olah berpisah dari Eva bukanlah sesuatu yang menyedihkan.
Dengan terpaksa akhirnya Eva melepaskan kepergian Suaminya dengan mata berkaca-kaca, terlebih melihat sang suami sudah masuk dengan melambaikan tangannya.
"Duh, gini amat ya, berpisah dari suami itu, bener bener bikin hatiku remuk, setelah sekian waktu bersama akan kah aku mampu jika harus terpisah jauh dari suamiku, tapi mengapa aku lihat Mas Rendra tidak begitu sedih, bahkan terkesan bahagia saat penerbangan sudah mulai berangkat, tidak mungkin itu hanya pemikiran ku saja, ngak mungkin Mas Rendra rindu dengan Mbak Nesa, kalau Mas Rendra mencintai Mbak Nesa sudah pasti dia tidak akan mengkhianatinya, tapi ini buktinya Mas Rendra tidur dengan ku, bukankah itu satu pertanda jika Hubungan Cinta Mas Rendra dan Mbak Nesa tidak baik-baik saja, Mungkin mas Rendra benar aku memang harus menyelesaikan studyku setelah itu aku akan datang dan menjadi Nyonya Rendra seutuhnya dan mungkin pada saat itu, Mas Rendra sudah bercerai dari mbak Nesa dan akulah satu-satunya istri Mas Rendra." gumam Eva dalam hati sambil senyum senyum
******
Sementara Vanessa membantu pasien no 107 untuk berkemas, setelah hampir satu Minggu di rawat di dalam rumah sakit, pasien itu sudah banyak kemajuan, sebenarnya jika di lihat secara seksama pasien no 107 tidak terlalu parah tapi entah mengapa bersikap seolah olah sakitnya begitu parah dan Sialnya pasien itu rela bayar mahal asal di rawat sama Suster Vanesa.
Tidak bisa menolak ketika tugas itu di limpahkan padanya, terlebih sang Suami yang pada dasarnya Seorang Dokter sekaligus pemilik dari Rumah sakit itu juga memberikan ijin padanya, tentulah sebagai seorang Perawat biasa hanya bisa menggikuti perintah.
"Mbak, serius kamu tidak mau menerima kartu namaku ini."tanya seorang pasien yang duduk di depannya.
"Kartu nama buat apa, ngak penting lagi, sudah cepat kamu keluar dari Rumah sakit ini aku sudah capek dan bosen Melihat mu terus." sungut Vanesa kesal dia merasa pasien nya ini sangat menjengkelkan terlalu manja dan terkesan Vanesa bak pelayan pribadi nya.
"Mbak bisa datang ke sini untuk bekerja, lagi pula kerja di sini Mbak kan sering makan hati tuh sama Suami galakmu,"ucap pemuda yang ada di depannya dengan enteng.
Mendengar perkataan laki-laki yang ada di depannya dengan segera Vanesa melotot.
"Bara...! kalau ngomong tuh di atur ya jangan sembarangan saja."Sungut Vanesa kesal Ingin rasanya dia mennonjok pasien yang ada di depannya, terlalu ikut campur urusan rumah tangga orang, meskipun sebenarnya hatinya juga bertanya tanya bagaimana mana cowok preman ini tau kalau suaminya sering memperlakukan nya dengan tidak baik, bahkan terkadang sering merasa malu seluruh orang yang ada di Rumah sakit ini tau kalau dirinya dan Dokter Rendra itu sepasang suami istri akan tetapi sikap yang di tunjukkan Rendra pada semua orang yang ada di Rumah sakit ini sangat mengecewakan. Bayangkan saja pernah di bentak di depan banyak orang, bahkan harus memanggil nama Suaminya dengan sopan karena dia atasan di sini, tidak punya hak komplin dan mengeluh alasannya harus profesional. Ah separah itukah sehingga orang luar sampai memahami posisinya.
Vanesa menarik nafas panjang dan menghembuskan nya dengan kasar, melihat kilatan cahaya kemarahan dari wajah Vanesa Bara hanya menyungingkan senyum tipis.
"Terus saja membela, kenapa sih, tidak jujur saja jika sebenarnya Mbak juga ngak suka dengan sikap kasar dan dingin suami mbak nya dan lagi apa Mbak tau jika di Bali suami Mbaknya setia bisa juga dia sudah ada gebetan baru dan.....
"Bara....! diam kau, jika masih ngomong trus aku pergi kau bersiap Sendiri aku tidak mau bantu apapun," bentak Vanesa pada pasien yang ada di depannya, wajahnya cantik nya terlihat memerah, mungkin karena kesal dan tersinggung.
Bara menarik nafas panjang dan menghembuskan nya dengan perlahan, tidak ingin membuat Wajah perawat cantik di depannya marah lagi Bara berusaha menggalihkan pembicaraan.
"Mbak, jangan lupa masukkan juga tas hitam ku, aku khawatir Nanti tertinggal."
Tanpa menjawab Vanesa langsung mengambilkannya dan menaruh di dekat pasiennya.
Melihat suster perawat nya diam saja tak lagi mau bicara, hati Bara seakan tercabik cabik entah mengapa rasanya sakit jika di diamkan, perasaan yang sejak lama ada dan tersimpan diam-diam membuatnya jadi lepas kendali sehingga terlihat selalu ikut campur dalam urusan rumah tangga orang, jujur hatinya tidak terima jika melihat Wanita yang ada di depannya disakiti.
Bara mulai menjaga ucapannya agar Wanita yang ada di depannya tidak lagi mendiamkan nya.
"Kartu nama ini tolong di ambil ya, meskipun tidak penting, tidak apa-apa jika hanya sebagai pajangan koleksi kartu kartu penting Suster Nesa dan Aku minta maaf jika ucapanku tadi sudah membuat Suster Vanesa marah."
"Sudah, ngomong nya atau masih ada lagi."
Bara langsung nyengir sambil menyungingkan sebuah senyuman mendengar Wanita di depannya sudah mau bicara lagi.
"Syukurlah dia tidak ngambek, duh gini amat kalau di diamin orang yang kita cintai, dosa kah aku jika mengharapkan dia segera menjadi janda."ucap Bara dalam hati.
"Mbak ini untuk mu, trima juga ya."
"Apa ini?"
"Cuma perhiasan kecil sebagai tanda trimakasih Mbak Nesa sudah menjaga dan merawat ku selama ini."
"Simpan saja, tidak perlu itu."
"Tapi... Mbak?
"Aku bilang tidak usah kasih saja pada calon istri kamu."
Melihat raut wajah kesal di depannya buru-buru Bara menyimpan nya Kembali sambil tersenyum.
"Baiklah, hari ini aku tidak bisa memakaikan kalung ini di lehermu tapi aku berjanji kelak kalung ini akan menjadi milikmu dan kau Rendra admaja berhati-hatilah karena kali ini aku tidak akan mengalah dan membiarkan perasaan ku hancur seperti dua tahun lalu, yang rela menerima kenyataan jika Vanesa lebih mencintaimu, tapi melihat sikap mu padanya aku tidak akan melepaskan nya lagi, bersiap lah untuk kehilangan."gumam Bara dalam hati sambil tersenyum miring.
"Hei...! kenapa senyum cepatlah ini sudah mau sore aku harus pulang lama amat sih kamu ini."
"Iya-iya..!"duh Mbak galak amat.
hmm gagal deh ngulur ngulur waktu biar bisa Deket dia terus."ucap Bara bermonolog sendiri dalam hati.
"Ini pasien aneh banget, ngak tau apa aku tuh banyak kerjaan lain bener bener ini pasien seharusnya di masukkan ke dalam rumah sakit jiwa." keluh Vanesa dalam hati.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 115 Episodes
Comments
Lady Meilina (Ig:lady_meilina)
Ah ada pebinornya jg, sukaa
2022-07-05
0
VLav
boleh ga sihh si rendra ini diiket trus digantung kebalik! gemes aq tuhh 🤣🤣
2022-07-05
0
Senajudifa
bodphnya kau rendra
2022-07-04
0