Pagi harinya, Laura mencoba datang ke mahavir group, tapi ternyata Lail dan Magma tidak ada di sana. Alhasil ia menelpon Jeni dan menyuruhnya untuk menyamar sebagai tukang paket untuk masuk ke kediaman Benjamin.
"PAKET MAS MBA PAKET ..." teriaknya dengan suara melengking khas banci nya.
"PAKET ... PAKET ... MAS MBA ADA PAKET ..."
"Duh pada kemana sih, ini satpam juga kemana!!"
Jeni sudah mencoba menekan bel beberapa kali tapi tidak ada yang membukakan gerbang, bahkan kediaman Benjamin juga terlihat sepi.
Jeni berdecak kesal dan akhirnya menelpon Laura.
"Lala ih bete deh ..." Jeni menghentak-hentakan kakinya kesal dengan satu tangan memegang kotak yang sudah di lapisi bubble wrap.
"Kenapa? ada tidak?" tanya Laura.
"Tidak ih ... Jeni kesal tau, udah kaya di goreng di bawah sinar matahari aja, dari tadi diem di depan gerbang tidak ada orang yang keluar. Kayanya mereka semua tidak ada di rumah deh, La ..."
Laura berdecak. "Jangan bercanda, Jen!" kesal Laura yang masih berdiri di depan perusahaan mahavir group. Sesekali ia menoleh ke bangunan di belakangnya hanya untuk memastikan kalau Magma benar-benar tidak ada di dalam.
"Terus kemana dia!" cicit Laura dengan satu tangan memercak pinggang.
"Ya Jeni tidak tau, La ... Jeni yakin deh, Magma sama keluarganya kabur karena terus di terror oleh Lala ..."
"Heh, jangan sembarangan ya! aku tidak menerror calon mertua ku!! Aku hanya sedang berusaha menjinakkan---"
"Binatang buas," potong Jeni sambil tertawa membuat Laura mendengus kasar kemudian mematikan panggilan telpon nya. Laura pun masuk ke mobilnya dan pergi dari perusahaan Mahavir group.
Sebenarnya semalam yang di katakan Laura hanyalah omong kosong, dia tidak mungkin mengadu kepada Arsen soal cium*n di kamar mandi dengan Magma, itu sama saja seperti Laura bunuh diri. Arsen pasti akan marah besar, bukan hanya kepada Magma tapi juga kepada dirinya.
Laura mengendarai mobil, entah kemana tujuan nya, sepanjang jalan ia hanya berusaha mengingat-ngingat kemana sekiranya pria itu pergi.
Ponselnya bergetar di dalam tas, ia mengambil ponselnya dan melihat siapa yang menelpon. Ternyata salah satu bodyguard nya.
"Bagaimana?" tanya Laura sambil menyetir mobil.
"Tidak ada, Nona ..."
Laura menghela nafas panjang lalu mengeluarkannya perlahan, dia kemudian mematikan panggilan telpon dari bodyguard nya itu.
Laura menyuruh beberapa bodyguard yang biasa menjaga dirinya dari fans bar-bar untuk mencari Magma di klab, dia hanya mencoba menebak kalau semalam Magma main perempuan lagi dan tertidur di kamar klab. Tapi ternyata tebakan nya salah.
"Aku harus mencari dia kemana," gumam Laura.
"Oh iya Yura! dia kan adiknya."
Buru-buru Laura menepikan mobilnya di pinggir jalan, kemudian kembali mengambil ponsel di dalam tas dan mencari kontak Yura.
"Hallo ..." sapa Yura di mansion nya.
"Hei, Yura ... Apa kabar?" tanya Laura basa-basi.
"Aku baik, Laura. Bagaimana denganmu?"
"Aku baik juga, Yura ... eum ..."
"Kenapa?" tanya Yura.
"Begini ..." Laura berdehem sesaat. Dia harus melakukan kebohongan untuk mengetahui keberadaan Magma.
"Daddy ku, menanyakan Daddy mu Yura. Katanya tadi pergi ke rumahmu tapi Tuan Benjamin tidak ada di sana ..."
"Keluargaku sedang liburan ke Spanyol, La."
"Oh iya?" Laura menahan keterkejutannya. Dia heran kapan Magma berangkat.
"Iya Laura."
"Eum ... mereka tinggal dimana Yura? maksudku ... hotel mana?"
"Mereka tinggal di mansion Kak Magma. Kak Magma kan memang tinggal di Spanyol."
"Oh begitu ..." Laura mengangguk-ngangguk dengan tersenyum miring. Akhirnya Ia bisa mendapatkan alamat rumah Magma di Spanyol.
"Yasudah Yura ... terimakasih ya, nanti aku bilang ke Daddy ku. Bye ..."
Setelah mematikan panggilan telpon dengan Yura. Buru-buru Laura menelpon Jeni yang kini tengah sarapan di salah satu cafe kecil, dia sudah sangat kelaparan karena Laura membangunkannya pagi-pagi hanya untuk menjadi tukang paket dan membuat dirinya tidak sarapan padahal sekarang sudah jam sepuluh pagi.
"Ada apa lagi sih La, astaga ..." keluh Jeni dengan kentang penuh di mulutnya.
"Siapkan penerbangan, kita ke spanyol sekarang!"
"La--"
"Jangan membantah atau aku pecat!" potong Laura kemudian mematikan panggilan telpon nya.
Jeni ternganga menatap ponselnya tak percaya. Dia sudah bekerja dengan Laura sangat lama dan sekarang pertama kalinya ia di pecat karena masalah lelaki. Cinta benar-benar mengubah segalanya, pikir Jeni.
*
"Penting banget emang, La?" tanya Miwa menyenderkan punggungnya di pintu sambil melihat Laura membereskan beberapa baju memasukannya ke koper.
"Penting, Mom. Mommy kan tau, aku model Internasional. Banyak pometretan sana sini ..."
Miwa menghela nafas. "Tapi kenapa harus mendadak seperti ini. Biasanya satu minggu sebelum ke luar Negeri, Lala bilang dulu sama Mommy dan Daddy."
"Astaga Mom ... aku ini sudah besar ya, Mommy tidak perlu mengkhawatirkan ku, ada Jeni juga."
"Huh, lelaki tulang lunak seperti dia bisa apa," cicit Miwa.
Setelah selesai, Laura pun menyeret kopernya hendak keluar dari kamar.
"Aku pergi dulu Mom ..." Ia memeluk Ibunya terlebih dahulu lalu menuruni anak tangga dan pamit kepada Arsen yang sedang menonton tv.
"Hati-hati ya, jangan lupa kabari Daddy kalau sudah sampai."
"Oke, Dad ..."
*
Sesampainya di bandara Spanyol. Laura berjalan dengan masker, topi dan kaca mata untuk menutupi identitasnya. Sementara Jeni sibuk sendiri di belakang menyeret koper Laura dan juga koper miliknya. Jeni beberapa kali hampir jatuh karena kerepotan membawa dua koper. Laura malah santai berjalan dengan pinggangnya yang melenggak-lenggok.
Laura menoleh ke belakang. "Ayo cepat, Jen!"
"Sebentar ih, susah tau ini. Bukannya bantuin Jeni," gerutu Jeni.
Laura berdecak. "Lemah banget sih!" hardiknya lalu kembali berjalan meninggalkan Jeni.
Laura mempercepat langkah kakinya takut ada orang yang mengenali dirinya, fans bar-bar nya bukan hanya di Indonesia saja. Tapi orang-orang di Spanyol juga mengenal Laura.
Mereka pergi ke alamat yang di beritahu Yura di antar oleh Taxi.
"La, seharusnya kita membawa bodyguard."
"Aku tidak percaya dengan mereka. Mereka pasti mengadu kepada Daddy," sahut Laura. Laura yakin yang setia membungkam soal dirinya mendekati Magma hanyalah Jeni.
Jeni hanya menghela nafas sambil menggelengkan kepala beberapa kali.
Ketika mereka turun dari Taxi. Laura mengedarkan pandangan nya melihat mansion yang di desain begitu classic. Mansion nya cukup besar di bandingkan mansion milik orang tuanya.
"Astaga ... surga dunia ..." Jeni pun tercengang melihat mansion milik Magma.
"Di Indonesia dia pria biasa-biasa saja, tapi sepertinya di sini dia paling kaya deh La. Memang benar, Indonesia rajanya De Willson, Spanyol rajanya si brewok Magma ..." Lanjut Jeni.
"Ayo kita menemui Raja nya, Jen ..." Dengan langkah penuh semangat Laura hendak masuk ke mansion tapi dia di hadang oleh anak buah Magma.
"Maaf, anda siapa ..."
Dengan kasar Laura membuka kaca matanya dan berkata. "Minggirlah, Ratu kalian mau masuk!"
Dua anak buah itu saling memandang heran kemudian tertawa.
"Hahaha ... dasar, perempuan halu!"
Mereka tidak mengenali Laura karena Laura hanya melepas kaca matanya saja, dia masih memakai masker dan topi.
Laura pun berdecak mendengar tawa meledek dari dua anak buah Magma kemudian ia melepas maskernya.
"Laura ..." ucap dua pria itu bersamaan karena mereka juga mengenal sosok Laura si model terkenal.
"Apa heh? mau minta tanda tangan? buka dulu gerbangnya!" sentak Jeni dengan tangan bersedekap dada dan koper di samping kiri dan kanan nya.
"Ganteng juga mereka," gumam Jeni pelan.
Bersambung
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 117 Episodes
Comments
NADIRAH
wah mmg Laura nekat..
2022-06-28
2
my boy 😎
ke Spanyol cuma nyamperin si magma 🤦🏻♀️ .. astaga Laura
2022-06-19
1
my boy 😎
kenapa pas part jenie aku bacanya di ala² banci banci gitu yakk.. padahal bisa aja kita bacanya biasa aja ... letoy dah ni lidah 😛
2022-06-19
1