Ketika Magma tidur, lagi-lagi tepat jam 12 malam ponselnya kembali berbunyi. Entahlah, ponsel baru Magma ini akan kembali melayang ke dinding atau tidak.
Magma mengambil ponselnya di nakas, melihat nomor tidak di kenal di sana untuk kesekian kalinya. Tapi kali ini Magma mengangkatnya karena ingin mempertanyakan hal yang serius.
"Tuan apa aku---"
"Ya, kau pemenangnya," potong Magma.
"APA?" Si penelpon itu berteriak kencang sampai membuat Magma mendesis kesal seraya menjauhkan ponselnya dari telinga.
"T-tuan ..."
"Kau akan mendapatkan uangnya setelah memberitahu sesuatu kepadaku."
"Apa Tuan?" tanya si penelpon dengan tidak sabar.
"Kau tau nomorku darimana?"
"Dari uang dua ribu."
Magma menghela nafas sambil memejamkan mata, ia memijit keningnya. Kemarin uang seribu, sekarang uang dua ribu, harga dirinya naik setingkat. Padahal ia seorang mafia terkenal di Spanyol yang orang-orang selalu tunduk ketika melihatnya.
Tapi di Indonesia, beda cerita. Ia seperti di permainkan seseorang saja.
"Siapa yang memberimu uang itu?"
"Nona L, Tuan."
"L?" Magma membuka matanya. "L siapa?"
"Saya tidak bisa cerita, Tuan. Dia hanya bilang kalau ada yang tanya soal dia, aku hanya boleh menjawab Nona L."
"Jadi kau tidak mau memberitahu?"
"T-tidak, Tuan ..."
"Yasudah, kau gagal jadi pemenang sial*n!!" kesal Magma.
"T-tuan tapi ---"
Tut.
Magma langsung mematikan ponselnya.
"L, siapa L?" gumam Magma mencoba berpikir dengan menatap langit-langit kamarnya. Kemudian ia ingat perkataan Jeni.
Tadi kan Lala yang pakai pulpennya buat corat-coret uang lagi, La. Lala mungkin yang lupa.
"Laura ..." gumam Magma kemudian. "Apa dia orangnya."
"Tapi dia terlihat santai ketika Sekretarisnya membahas soal corat-coret uang," lanjut Magma.
Magma kemudian berdecak. Ia memutuskan untuk kembali tidur saja seraya memeluk guling. Ponselnya sudah di nonaktifkan, kemungkinan dia besok akan ganti nomor lagi karena nomor barunya yang sekarang sudah tersebar.
*
Pagi harinya, ia mengunjungi perusahaan miliknya. Perusahaan seseorang yang ia beli, Magma hanya merombak bagian belakangnya saja agar lebih luas karena bagian depan nya sudah cukup bagus.
Lail menghampiri Magma yang tengah melihat beberapa orang bekerja membangun perusahaannya.
"Ini Tuan ..." Lail memberikan ponsel Magma yang nomornya sudah di ganti dengan nomor baru.
Magma mengambil ponselnya. "Awas saja kalau masih ada yang menghubungi ku ..."
"Kau sudah memberitahu nomor baruku kepada yang lain kan?"
"Sudah Tuan," jawab Lail.
"Tuan ... kita bisa melakukan pemotretan dengan Laura--"
"Oh iya," potong Magma. "Semalam aku bertanya kepada seseorang tentang nomorku yang tersebar begitu saja, mereka bilang dapat uang dua ribu dari Nona L. Kau tau siapa dia?"
Lail menautkan kedua alisnya. "Nona L?"
Magma mengangguk. "Aku berpikir itu---"
"Laura ..." potong Lail.
"Kau berpikir hal yang sama?"
"Tapi, kembarannya namanya Lalita. Sama-sama dari huruf L, Tuan ..."
"Kau ingat ucapan si banci itu kemarin, Laura suka corat-coret uang."
"Aku akan mencoba menyelidikinya Tuan," ucap Lail yang mendapat anggukan dari Magma.
*
Sore harinya Lail diam-diam mengikuti mobil Laura dan Jeni. Mobil Laura berhenti di salah satu toko hp. Kemudian Laura turun dari mobil dengan dress ketat berwarna abu, bagian belahan dadanya hampir terlihat. Perempuan itu memakai kaca mata hitam yang di berikan Jeni kemudian masuk ke toko ponsel tersebut.
Sepuluh menit kemudian mereka kembali keluar dan pergi dengan mobilnya dari toko itu.
Lail melajukan mobilnya lalu berhenti di depan toko hp tadi dan keluar dari mobil.
Ia masuk untuk menanyakan ke seseorang apa yang Laura lakukan tadi.
"Permisi ..."
"Iya, Nona ... ada yang bisa di bantu?" tanya seorang pria yang bekerja di toko ponsel tersebut.
"Saya mau tanya, perempuan tadi membeli ponsel baru atau ..."
"Tidak, dia beli nomor baru."
"Nomor baru?" Lail mengerutkan dahinya.
"Iya Nona ... Dia membeli semua nomor baru di sini ..."
Lail mengedarkan pandangannya, menatap etalase yang di penuhi kartu hp.
"Semua nomor baru bagaimana? bukankah kartu hp di sini masih lengkap."
"Iya. Ini semua milik Nona tadi."
Apa maksudnya ini ...
"Coba kau jelaskan," pinta Lail yang merasa ucapan pria itu sulit di mengerti.
"Maaf, Nona ... saya tidak bisa menjelaskan apapun."
"Kau tau siapa nama dia?"
"Saya tau, dia model terkenal itu kan, keluarga De Willson group. Tapi dia mau di panggil Nona L saja katanya ..."
"Nona L?" lagi-lagi Lail menautkan kedua alisnya.
Kemudian ia pergi dari toko itu masuk ke mobil dan menelpon Magma. Ia menceritakan semuanya kepada Magma tentang dirinya yang mengikuti Laura diam-diam.
"Suruh Laura datang ke kantorku ..."
"Baik, Tuan."
Malam hari Laura dan Jeni berjalan masuk ke perusahaan. Perusahaan yang sepi dengan pencahayaan minim karena kantor Magma belum di buka akibat masih dalam proses perbaikan. Mereka masuk ke dalam lift.
Ting.
Lift terbuka, mereka berjalan di koridor dengan pinggang yang melengak-lengok ke kanan ke kiri, cara berjalan model memang lebih istimewa.
Tapi Jeni yang banci juga berjalan seperti itu.
"Aduh ... si brewok itu ya, malem-malem menyusahkan saja. Mau apa coba menyuruh kita ke sini disaat perusahaannya saja belum selesai perbaikan. Ih gasuka deh jeni!" gerutu Jeni dengan memanyunkan bibirnya.
"Bisa diam tidak sih!" pekik Laura lalu berdecak kesal. Jeni membuat gerakan mengunci mulut dengan tangannya.
Laura mengetuk pintu tak lama kemudian Magma membukakan pintu, ia menatap Laura sejenak lalu beralih menatap Jeni.
"Kau, diam saja di luar!" Magma langsung menarik tangan Laura masuk.
"Hei--"
BRAKH
Belum sempat menyusul Laura dia sudah terhentak kaget dengan suara bantingan pintu sampai membuat kedua bahunya meloncat seketika.
Jeni menggedor keras pintu ruangan tersebut. Dia takut Laura kenapa-kenapa, mati dia di tangan Miwa dan Arsen kalau sampai Laura kenapa-kenapa.
"BREWOK BUKA PINTUNYA!" Teriak Jeni. Suara gemulai nya hilang kalau Laura dalam bahaya.
Magma menghempaskan tangan Laura. Ia mengacuhkan teriakan Jeni.
Laura bersedekap dada menatap Magma dengan santai.
"Katakan sejujurnya."
"Apa?" tanya Laura dengan satu alis terangkat naik dan senyuman di wajahnya.
"Kau yang menyebarkan nomorku kan dan menipu orang-orang dengan undian berhadiah?!"
Laura tertawa sinis seraya memalingkan wajahnya. "Tidak ada kerjaan!"
"Jujur saja Nona L!" geram Magma dengan tatapan menusuk.
Laura menatap mata Magma intens, kemudian ia menarik ujung bibirnya tersenyum.
"Jadi kau sudah tau, Tuan M?"
"Beraninya kau!" Magma langsung menarik leher Laura dengan geram sampai membuat wajah mereka sangat dekat.
"Kau benar-benar menganggu privasi ku Nona L!!" gigi Magma menggertak marah dengan tatapan tajam menatap Laura.
Tapi Laura hanya tersenyum tanpa dosa. "Kau masih bisa marah? aku pikir insting mafia mu sudah hilang ..."
Magma mendorong leher Laura membuat perempuan itu mundur beberapa langkah.
"Apa maksudmu melakukan itu, Laura!"
"Tidak ada maksud apa-apa, hanya ingin bermain-main saja!" Laura menjawab dengan tangan bersedekap dada.
Nafas Magma menggebu-gebu mendengar jawaban enteng perempuan di depan nya. Laura benar-benar membuatnya kesal, dia tidak tahu banyak nomor penting di nomor ponsel Magma yang pertama.
Laura membeli semua nomor di toko ponsel. Dia akan melacak setiap nomor yang di beli seseorang, biasanya dia akan menemukan nama Magma di daftar nomor tersebut. Dia punya hacker terbaik, jadi mudah bagi Laura mempermainkan Magma.
BRAKH
Jeni mendobrak pintu ruangan tersebut membuat Magma dan Laura sontak menoleh. Terlihat Jeni dengan dada naik turun menatap Laura dengan tatapan khawatir.
Bersambung
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 117 Episodes
Comments
ulus imla
anak nya miwaa😍😍
2022-07-28
1
lid
seruuuu bangeeetttt
2022-06-27
0
@𝕬𝖋⃟⃟⃟⃟🌺Idha
lanjut
2022-06-20
4