Magma berjalan menuju ruang kerjanya. Magma mendengus kasar ketika membuka pintu dan mendapati Laura duduk dengan tersenyum di kursi nya.
"Ayo sarapan ..." Ajak Laura lalu membuka kantung makanan di atas meja.
Magma menutup pintu dan dengan malas ia berjalan ke arah meja. Ia menarik kursi lalu duduk di hadapan perempuan itu.
"Pemotretan besok. Seharusnya hari ini kau tidak perlu datang ke kantor," ucap Magma mengalihkan pandangannya dari arah Laura.
"Sushi untukmu ..." Laura mengambil sushi dengan sumpit dan menaruhnya di piring Magma.
Magma menoleh dengan ekor matanya, terlihat Laura sedang tersenyum. Dengan malas ia mengambil sumpit di piringnya tapi tiba-tiba ponselnya di saku bergetar panjang. Ia kembali menyimpan sumpitnya lalu mengambil ponselnya dan melihat siapa yang menelpon.
Lail.
Magma langsung mengangkatnya. Ia hanya diam mendengarkan Lail berbicara sampai akhirnya sorot matanya beralih menatap Laura.
Satu alis Laura terangkat naik ketika melihat Magma menatapnya dengan tajam. Sepertinya pria itu kesal dengan dirinya.
Magma kembali mengantungi ponselnya setelah selesai berbicara dengan Lail.
"Apa yang kau lakukan dengan perempuan itu?" tanya Magma kemudian.
"Perempuan mana?" tanya Laura sambil mengunyah sushi di mulutnya.
"Perempuan yang malam itu ada di kantorku!"
"Namanya?" tanya Laura terus memancing Magma membuat pria itu semakin kesal.
"Jawab saja Laura!" geram Magma.
"Ya perempuan mana. Sebutkan dong namanya! mungkin bukan hanya dia perempuan yang kau ajak ke kantor malam-malam!"
"Hanya dia Laura!!"
"Namanya?"
Magma mendesis geram. Laura tertawa. "Namanya saja kau tidak tau, kau benar-benar pria yang hanya membutuhkan selangk*ngan wanita saja, Tuan M. Aku tebak, dari banyaknya wanita yang kau tiduri, pasti tidak ada satupun nama mereka yang kau tau. Iya kan?"
"Aku tidak membutuhkan nama mereka!"
Laura tersenyum miring, ia menggeser semua makanannya ke samping kemudian ia setengah berdiri dengan mencondongkan tubuhnya mendekati Magma.
Lalu ia memb*lai pipi dan rahang Magma. "Seandainya kau tidur denganku. Aku yakin, hanya namaku yang dapat kau ingat Tuan Magma Mahavir ..."
"Itu karena kau bekerja denganku!" sahut Magma sambil menepis tangan Laura.
Laura berdecak dan kembali duduk di kursinya. "Perempuan itu ... ah, aku hanya menabraknya saja. Beruntung dia tidak mati," ucap Laura enteng sambil kembali mengambil sushi miliknya.
"Apa?!" Magma menautkan kedua alisnya. "Kau g*la!!" Magma setengah membentak.
"Kenapa g*la? seperti kau tidak pernah membunuh manusia saja!!" Kemudian Laura menggelengkan kepalanya beberapa kali dan mengigit sushi nya.
Magma menghela nafas kasar dengan memalingkan wajahnya. Laura termasuk keluarga De Willson, dia perempuan dan kenapa dia berani melakukan hal seperti itu disaat keluarga De Willson hampir pensiun dengan organisasi mafia nya.
Magma kembali menoleh. "Aku akan memberitahu Maxime soal ini!"
"Kalau begitu aku akan menyebarkan video nya. Jangan berpikir video itu hanya ada di ponselku saja ..." Laura tersenyum kecut seakan menantang ancaman Magma.
"Lagipula perempuan itu hanya pincang sedikit, tidak sampai mati. Kalau kau masih meniduri banyak perempuan maka mereka akan bernasib sama ..."
"Terkapar di Rumah Sakit ..." lanjut Laura dengan penuh penekanan.
"Berani kau mengancamku Laura!" tangan Magma mengepal di bawah meja dengan kesal.
"Ah aku hanya memberi penawaran, Tuan. Bukan mengancam!" Laura tersenyum.
*
Pemotretan yang seharusnya di lakukan besok, akhirnya di lakukan hari ini.
Sepanjang pemotretan, Magma hanya duduk di samping Lail melihat Laura bergaya di depan camera dengan profesional.
Suara tepuk tangan memenuhi ruangan ketika Laura selesai pemotretan. Jeni langsung memberikan sebotol air untuk Laura.
Laura kembali melempar botol itu setelah meminum airnya sedikit kemudian ia berjalan menghampiri Magma dengan pinggang nya yang melenggak-lenggok.
"Bagaimana?" tanya Laura sambil satu tangan di pinggangnya, ia tersenyum bertanya hasil pemotretan dirinya kepada Magma.
"Bagus ..." sahut Magma berdiri menatap Laura. "Itu jawaban yang kau mau kan Nona L?" lanjut Magma dengan wajah datar.
Laura menghela nafas dengan tangan bersedekap dada. "Kalau pun kau bilang aku jelek, aku tau itu bohong. Kau pasti terpesona melihatku, bukan ..." Laura menyunggingkan senyumnya lalu berjalan melewati Magma.
Jeni pun mengikuti Laura setelah menyunggingkan senyum sinis nya kepada Magma.
*
Selesai pemotretan di kantor Magma, kini Laura berada di butik Lalita. Lusa dia ada catwalk.
"Laura, jangan g*la!! setiap catwalk kau selalu menunjukan pakaian dari De Willson group, kenapa tiba-tiba mahavir group yang kau pilih!" kesal Lalita kepada kembarannya yang hanya duduk di sofa dengan menyunggingkan senyumnya dengan Jeni di samping nya yang sibuk selfie.
"Ayolah ... aku sudah sering memakai pakaian dari De Willson group. Dan masalahnya catwalk nya hanya sekali, jadi aku tidak bisa ganti-ganti pakaian."
"Tapi bagaimana dengan Winter, Mom, Dad, Paman Maxime ... mereka yang membesarkan perusahaan dari dulu, Laura!!"
"Kalau mereka tau ---"
"Aku ini model, aku terikat kontrak kerja bukan hanya dengan perusahaan keluarga saja, Lita!!" potong Laura.
"Lagipula mereka juga kenal siapa Magma. Kakaknya Yura, tidak salah kan aku membantu dia," lanjut Laura.
Lalita menghembuskan nafas lalu duduk di sofa, memang ada benarnya perkataan Laura. Tapi masalahnya sepanjang catwalk, Laura tidak pernah membawakan tas atau pakaian dari perusahaan yang di keluarkan orang lain selain keluarganya sendiri.
Dan lagi, Lalita tahu. Pasti Laura bukan ingin membantu Magma, tapi karena menyukai pria itu.
Lalita menatap Jeni, Jeni yang sadar akan tatapan Lalita sontak mengangkat kedua tangannya sambil berkata. "Lala keras kepala."
Maksud Jeni, dia sudah berusaha memberitahu Laura tapi perempuan itu tetap ingin membawakan pakaian dari mahavir group.
Lalita berdecak, menyenderkan punggungnya di sofa. Mau bagaimana lagi, mungkin sepanjang sejarah, hanya sekarang Lalita tidak di buat rumit dengan Laura yang akan catwalk besok.
*
Pulang dari butik kembaran nya. Ia masuk mobil dan kembali pulang ke rumah orang tuanya.
"Mom ..." teriak Laura lalu duduk di meja makan. Ia mengambil apel yang sudah di kupas.
Jeni duduk di sofa dan memilih menonton tv saja. Awalnya Laura ingin mengatakan soal catwalk besok, tapi ia merasa lebih baik orang tuanya melihatnya besok saja ketika catwalk.
"Diet lagi, La?" tanya Miwa menarik kursi duduk di samping Laura.
"Iya, Mom," sahut Laura.
Diet sebelum catwalk sudah seperti tradisi yang akan selalu di lakukan Laura. Biasanya satu bulan sebelum catwalk, Laura sudah menyiapkan tubuhnya untuk diet.
Karena menurunkan berat badan tidak selalu berhasil dalam waktu satu sampai dua minggu saja.
"Sudah kurus, loh." ucap Miwa memperhatikan tubuh Laura.
"Anggap saja ini menjaga makanan agar besok aku tidak ada hambatan, Mom."
Miwa mengangguk. "Kau sudah ke butik Lalita?"
"Sudah mom."
"Sudah pilih pakaian seperti apa yang akan kau kenakan besok, La? tas nya juga, heels ..."
Laura berhenti mengunyah. "Liat saja besok mom."
Bersambung.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 117 Episodes
Comments
Santi Lestari
Bagus lauraa...bikin magma insyaf😄
2022-06-25
1
Mr.VANO
cinta laura membuat org marah ke pd laura krn memakai brend dr produk maqma
2022-06-13
0
Nana Diana
lanjut thor
2022-06-01
0