Laura pergi ke apartemen Jeni, tapi Jeni tidak membukakan pintu untuknya dan malah berteriak dari dalam apartemen.
"TUAN ARSEN MELARANGKU, LA. MAKANNYA KALAU DI KASIH TAU JANGAN NGEYEL DONG!!"
Laura mendengus kasar di depan pintu apartemen Jeni. Jeni bekerja dengan nya, di bayar oleh Laura tapi yang di takuti malah Arsen. Walaupun hal wajar Jeni takut dengan Ayahnya yang mantan Sekretaris mafia itu.
"JADI KAU TIDAK MAU BUKA PINTU, JENI!!" teriak Laura dengan keras.
Tidak ada jawaban. Tapi ponsel Laura bergetar di dalam tas. Ia mengambil ponselnya dan melihat siapa yang mengirim pesan, ternyata.
Jeni : Maaf La. Lala pulang saja ke rumah, Nyonya Miwa sudah menunggu. Hati-hati ya La, semoga Lala baik-baik saja. Jeni sayang Lala ... muachh.
"Errggghhh!!" Laura menggeram kesal sambil mencengkram kuat ponselnya.
Kemudian ia menghembuskan nafas berusaha menetralisir amarahnya. "Sabar ... sabar ... orang marah cepat keriput. Aku tidak mau kecantikan ku ini hilang begitu saja ..." gumam Laura sambil mengelus-ngelus dada nya.
Akhirnya perempuan itu pergi dari apartemen Jeni. Laura hendak check in di salah satu hotel tapi ternyata hanya untuk memesan satu kamar saja malah di persulit.
"Maaf Nona, kami tidak bisa memberikan kamar untukmu. Karena Tuan Arsen melarang kami."
Laura berdecak, beranjak dari duduknya mencari hotel yang lain. Tapi lagi-lagi dia tidak bisa memesan kamar walau untuk satu hari saja dan hal lain yang membuat Laura kesal adalah Magma.
Ia terus mencoba menelpon Magma tapi nomornya tidak aktif. Laura berada di depan perusahaan mahavir group yang tampak sepi, lampunya saja tidak ada yang menyala.
Di dalamnya pasti tidak ada siapa-siapa, pikir Laura.
"Mungkin dia di rumah Tuan Benjamin," gumam Laura. "Awas saja kalau sampai besok aku tidak bertemu dengan dia, aku sebarkan lagi nomornya itu!"
Akhirnya mau tak mau, Laura pulang ke mansion Ayahnya. Dia di antar oleh taxi menuju kediaman orang tuanya.
Biasanya Laura di antar jemput oleh Jeni, tapi malam ini Jeni di larang menemui Laura oleh Arsen.
Sepanjang jalan Laura memalingkan pandangannya ke luar jendela. Jika sedang mempunyai masalah dengan kedua orang tuanya, terkadang Laura menyesal karena tidak menyewa apartemen khusus untuk tempat tinggalnya sendiri.
Selama ini Laura dan Lalita tidak pernah jauh dari kedua orang tuanya. Mereka selalu tinggal satu atap dan keluar ketika ada kegiatan lain saja lalu kembali pulang ke mansion.
Lagi pula Miwa sang Ibu juga tidak pernah mengizinkan kedua putrinya untuk tinggal sendiri walaupun sudah dewasa.
Mobil sampai di halaman mansion, ia turun dari mobil setelah membayar supir taxi tersebut.
Langkah kakinya yang ragu-ragu perlahan memasuki kediaman sang Ayah. Ia membuka pintu utama dengan pelan, mengintip mengedarkan pandangannya, melihat apakah kedua orangtuanya ada di ruang tamu atau di ruang keluarga.
Setelah di rasa tidak ada siapa-siapa, perlahan Laura masuk dan menutup pintu kembali dengan sangat hati-hati agar tidak mengeluarkan suara.
Laura berjalan sedikit membungkuk dengan mengendap-ngendap dan pandangan was-was, takut sang Ibu tiba-tiba muncul.
Kemudian ia setengah berlari menaiki anak tangga setelah melepas kedua heels nya dan menentengnya menuju kamar.
Laura mendorong pintu kamarnya perlahan. Kemudian ia menghembuskan nafas lega karena telah sampai di kamarnya tanpa bertemu Miwa.
Karena kamarnya gelap ia mencoba menghidupkan lampu dan.
Deg.
"Mom!" teriak Laura yang terhentak kaget sampai heels di tangannya terjatuh.
Miwa tengah duduk di ranjang dengan tangan bersedekap dada dan wajah masamnya.
Miwa perlahan beranjak dari duduknya, berjalan menghampiri putrinya yang kini tengah memundurkan langkahnya perlahan sampai ia tersudut ke pintu.
"Darimana? kenapa baru pulang? catwalk selama ini? padahal acara sudah selesai dari siang, Lala ..." Miwa memberikan pertanyaan bertubi-tubi.
Entah kenapa, dari pada Arsen sang Ayah. Laura justru lebih takut dengan Miwa. Karena Arsen jika marah akan berbicara sekali, lalu sisa nya pria itu lebih mendiamkan Laura.
Berbeda dengan Miwa, yang setiap detik cerewet, selalu membahas kesalahan Laura di moment-moment berbeda, seperti sedang makan akan di bahas kembali, sedang menonton bersama, sedang berkumpul. Hal itu terkadang membuat Laura muak.
"Mom kenapa di kamarku?"
"Jangan alihkan pertanyaan, Mom!!"
Laura menghembuskan nafas. "Aku ada pemotretan dengan perusahaan yang lain ..." ucapnya dengan nada rendah.
"Bukan sibuk mencari hotel agar tidak pulang dan tidak bertemu Mom?" tanya Miwa dengan tangan bersedekap dada dan satu alis terangkat naik menunggu jawaban.
"Tidak, aku benar ada pemotretan," sahut Laura menunduk sambil menggaruk kepalanya yang tidak gatal sama sekali. Berharap Miwa tidak mengetahui kebohongannya.
Miwa tertawa miris sambil menggelengkan kepala. "Sudah ada hal lain yang bisa menggeser kedudukan keluarga, Laura!!"
Laura kembali mendongak dengan dahi mengkerut. "Apa maksud Mom?"
Miwa menghela nafas panjang. "Kau selalu setia dengan De Willson dari dulu ..."
Laura berdecak dengan memalingkan wajahnya kesal. Lagi-lagi soal De Willson.
"De Willson adalah keluargamu Laura ... kenapa kau mengkhianatinya."
"Mengkhianati apa sih mom?" tanya Laura setengah kesal.
"Kenapa saat catwalk kau memakai pakaian dari Mahavir group. Bukan De Willson? kau mempermalukan keluargamu sendiri Lala ... Pamanmu sudah hadir di studio itu tapi modelnya malah memakai pakaian dari perusahaan lain!!"
Miwa merasa tidak enak dengan sang Kakak, Maxime. Yang hadir di acara tersebut tapi putrinya malah memakai pakaian dari Mahavir group di hadapannya.
Jari-jemari Laura menelusup masuk ke sela-sela rambut sangking merasa frustasi. "Mom, De Willson bukan keluargaku!!"
"Apa maksudmu berbicara seperti itu Lala?!!"
Laura dengan kesal menunjuk dirinya sendiri. "Aku ini sepupu mereka bukan keturunan mereka!! Marga ku Bachtiar, Mom. Bukan De Willson!! Aku Laura Zahaira Bachtiar bukan Laura Louisa De Willson, jadi aku tidak seharusnya selalu mementingkan mereka di hidupku!! aku punya pilihan dan keinginanku sendiri!! Bukan berarti Paman Maxime adalah Kakak Mommy aku harus terus bersikap sopan dan segan kepada mereka!!"
Nafas Laura memburu, dada nya naik turun. Laura sering bertengkar dengan sang Ibu, tapi mungkin hanya kali ini Laura berubah menjadi sangat pembangkang dan berbicara dengan nada tinggi kepada Miwa.
Miwa hanya ternganga dengan ucapan Laura dan tatapan tajam anak itu.
Laura memang dari dulu tidak suka di atur. Hanya saja dulu perempuan itu tidak banyak protes karena merasa keluarga De Willson kerabatnya sendiri, jadi tidak seharusnya ia menolak.
Tapi sekarang, ada hal lain yang berhasil menggeser pentingnya keluarga De Willson di hidup Laura. Yaitu Magma Mahavir, pria yang suka main wanita yang membuatnya jatuh hati.
Ketika Laura berbalik untuk pergi dari kamarnya, Miwa menahan tangan perempuan itu dan berkata.
"Jangan bilang kau punya hubungan dengan Magma di belakang kami, Lala ..."
Bersambung
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 117 Episodes
Comments
Aini Chayankx Ahmad N
gak suka sama laura
2022-09-05
0
ulus imla
ah pas bgt filiing emak
2022-07-28
0
lid
wkwkwkw bener jg si laura...tp de wilson kan legend🤣🤣🤣
2022-06-28
0