Begitu tiba di Rumah Sakit Kota A, tanpa pikir panjang Tara langsung turun dari dalam mobilnya.
Dengan perasaan cemas dan khawatir ia menghampiri Bu sipir yang sudah menunggunya di depan pintu masuk rumah sakit.
"Bagaimana dengan keadaan El sekarang, Bu?" tanyanya dengan cemas.
"Masih di ruang operasi, Pak," jawab Bu sipir.
"Kenapa ini bisa sampai terjadi?! Apa tidak ada yang berjaga di sana tadi?" sambungnya.
Bu sipir hanya diam dan tidak berani menjawab.
"Ya sudah, ini juga bukan sepenuhnya salah kalian," imbuhnya sekaligus tidak ingin menyalahkan siapa pun.
Begitu sampai di depan ruang operasi, Tara langsung duduk di kursi tunggu.
Drttt ... drttt ... drttt ....
Ponsel Tara bergetar. Ia langsung merogoh saku celananya. Ketika tahu siapa yang memanggil, ia menghela nafasnya dengan kasar.
Tara hanya menatap layar benda berbentuk pipih tersebut dan hanya membiarkannya hingga berhenti bergetar. Sedetik kemudian ia langsung mematikannya.
"Maaf Clara, saat ini El lebih membutuhkanku," lirihnya.
Tidak lama kemudian, dokter pun terlihat keluar dari ruang operasi. Bu sipir dan Tara langsung menghampirinya.
"Bagaimana dengan kondisi pasien dok? Apa dia baik-baik saja?" tanya Tara dengan perasaan cemas serta was-was.
"Kondisi pasien saat ini baik-baik saja. Namun saat ini, dia belum sadarkan diri, dan harus dirawat secara intensif. Itu karena pasien banyak kehilangan darah. Pasien juga masih belum sadarkan diri karena masih dibawah pengaruh obat bius. Tapi nggak perlu khawatir, satu jam kedepan dia akan sadar," kata Dokter menjelaskan.
Tara dan Bu sipir menghela nafas dengan lega.
"Dok, tolong pindahkan pasien di kamar VIP. Semua biayanya saya yang tanggung," pinta Tara.
"Baik Pak."
"Oh ya, Bu. Sebaiknya Ibu kembali saja ke kantor, nggak perlu khawatir lagi, nanti saya yang urus semuanya," lanjut Tara.
"Baik, Pak Tara. Kalau begitu kami pamit," kata Bu sipir lalu mengajak anak buahnya kembali ke Lapas.
Setelah memastikan Bu sipir meninggalkan rumah sakit, Tara kembali mendaratkan bokongnya di kursi lalu menyandarkan kepalanya di tembok.
Tidak lama kemudian pandangannya mengarah kepada beberapa orang perawat yang terlihat sedang mendorong bed pasien menuju kamar VIP, seperti permintaannya barusan.
"Apa yang terjadi sebenarnya? Kenapa El sampai di tikam?" tanya Tara pada dirinya sendiri.
Tara berdiri dari tempat duduknya lalu melangkahkan kakinya ke arah kamar tempat El sekarang dirawat.
Tara terus saja menatap wajah El yang belum sadarkan diri dengan posisi tengkurap. Ia menghampirinya lalu mengelus kepalanya.
"Cepat lah, sadar El," bisiknya lalu membenamkan bibinya di puncak kepala gadis malang itu.
.
.
.
Sementara itu, Clara yang sejak tadi menghubungi Tara, merasa sangat kesal.
"Kenapa ponselnya malah di matikan?! Sebaiknya aku ke kantornya saja," imbuhnya.
Clara pun melajukan mobilnya ke perusahaan Kai.
Di sepanjang perjalanan, Clara sempat berpikir. Sebulan terakhir ini, Tara sedikit agak berubah kepadanya. Di tambah lagi saat ia menyebut nama El.
"Siapa sebenarnya gadis itu?"
Tidak terasa, Clara pun tiba di kantor Kai. Ia memarkir mobilnya lalu menghampiri lift untuk membawanya naik ke ruangan Tara.
Begitu keluar dari lift, Clara menghampiri pintu ruangan Tara lalu membukanya. Lagi-lagi ia dibuat kecewa, karena pria yang di carinya tidak berada di ruangan itu.
Clara memutuskan masuk ke ruangan Kai.
Tok ... tok ... tok ...
Kai yang sedang sibuk dengan pekerjaannya, mengarahkan pandangannya ke depan.Tampak Clara sedang menghampirinya.
"Clara ... ada apa?" tanya Kai dengan alis yang bertaut.
Clara hanya menggelengkan kepalanya lalu duduk di kursi yang berhadapan dengan Kai.
"Aku dari ruang kerja Tara, tapi dia nggak ada di ruangannya. Apa kamu memintanya bertemu dengan klien?" tanya Clara.
"Nggak. Kenapa kamu tidak menelfonnya saja," jawab Kai dengan santai.
"Sudah, tapi ponselnya malah nggak aktif.''
Kai mengerutkan keningnya dan tampak berpikir. "Aku pun nggak tahu dia ke mana." Kai mengangkat bahunya.
Clara hanya diam dan tampak melamun. "Kai, aku merasa Tara agak berubah. Biasanya dia tidak seperti ini. Bahkan panggilan dariku tadi nggak di angkat. Setelah itu, dia malah mematikan ponselnya. Apa kamu tahu sesuatu Kai?" tanya Clara mulai getir.
Kai menatap Clara dengan seringai tipis penuh arti. "Harusnya kamu tanyakan langsung kepadanya, bukan kepadaku, Ra." sindirnya.
"Kemarin dia menyebut nama seseorang. Apa kamu mengenalnya?" lanjutnya kembali bertanya.
"El?" tanya Kai dan di jawab dengan anggukan kepala oleh Clara.
"Mungkin saja gadis itu, selingkuhan kekasihmu itu." Kai seolah memprovokasi Clara.
Dan benar saja ucapan bernada provokasi dari Kai langsung memancing emosi Clara.
"Jika itu benar, wanita itu harus berhadapan denganku!!" geramnya sembari mengepalkan kedua tangannya.
.
.
.
Sudah hampir tiga jam, Tara berada di kamar tempat El dirawat. Namun gadis malang itu belum juga tersadar.
Tiba-tiba, ia mendengar seseorang membuka pintu kamar.
Ternyata seorang dokter cantik yang ingin memeriksa keadaan El. Saat ia melihat siapa yang terbaring di kamar tersebut ia langsung terkejut.
"El?!" Lois langsung menghampiri El yang belum sadarkan diri.
Tara yang sedang berdiri di depan jendela, langsung menoleh dan alisnya saling bertautan.
"Apa kamu mengenalnya, Dok?" tanya Tara kepada Lois.
"Ya, dia sahabatku. Kenapa dia bisa seperti ini? Apa sebenarnya yang terjadi? Sudah setahun lebih dia nggak pernah muncul lagi di rumah sakit ini?" tanya Lois dengan pertanyaan beruntun disertai dengan suaranya yang bergetar.
Ia mengelus rambut sahabatnya itu. "El, ini aku, Lois. Sadarlah, Dear," bisiknya.
Namun El belum juga membuka matanya. Lois kemudian menoleh ke arah Tara yang sedang menatap El.
Lagi-lagi ia terkejut.
Ada hubungan apa El dengan pria ini? Sepertinya dia bukan orang sembarangan.
"Sssttt ... aawww ...." ringis El.
Dengan sigap, Tara langsung menahan tubuhnya supaya ia jangan banyak bergerak.
"Jangan bergerak dulu, El," bisik Tara seraya mengelus kepala gadis itu.
"Tara," lirihnya.
Lois hanya tertegun menatap Tara yang begitu perhatian terhadap El. "Maaf, aku harus memeriksa El sebentar," imbuhnya.
"Lois."
"Ya, maaf aku periksa sebentar. Aku ingin megganti perban mu dulu" kata Lois lalu mengulas senyum.
Dengan cekatan, Lois membersihkan darah dan mengganti perban yangasih menempel di belakang gadis itu.
"Tara, bantuin aku. Aku ingin duduk sebentar," pinta El pelan.
Dengan hati-hati, Tara dan Lois membantu El mendudukkan dirinya.
"Thanks."
Lois menatap sahabatnya itu. "El, ke mana saja kamu selama ini? Kenapa kamu sudah nggak pernah masuk kerja lagi di rumah sakit ini?" tanya Lois sembari menggenggam kedua tangannya.
El hanya diam dan menggelengkan kepalanya. Hanya air matanya yang mengalir di pipinya.
"I'ts ok, jika kamu tidak ingin bercerita sekarang. Aku tidak memaksa, El." Lois melepas genggaman tangannya.
"Ya sudah, aku keluar dulu. Sebentar malam aku akan kemari lagi." Lois kemudian berlalu meninggalkan El dan Tara.
Sepeninggal Lois, Tara menatapnya lekat.
"El ..."
"Hmm ..."
"Jadi ... Kamu pernah magang di rumah sakit ini?" tanya Tara.
"Iya. Kenyataannya sekarang aku berakhir mendekam di penjara. Bukannya bertugas di rumah sakit ini merawat pasien, malah nasibku berakhir miris," tuturnya sembari tersenyum miris.
...----------------...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 188 Episodes
Comments
rusidah siti
kapan El bebas?
2022-09-30
0
Senajudifa
untung sdh sadar
2022-08-15
0
Dehan
Hadehhh tambah lagi nih musuh el si clara..
2022-08-08
0