Keesokkan harinya, El sudah berada di kampus dan sedang berada di ruang kerja dosennya.
"El, aku bangga padamu, pasien yang kamu tangani, semua merasa puas atas pelayanan yang kamu berikan. Ini juga menjadi nilai plus buat kamu," tutur Mike, dosen sekaligus dokter yang bekerja di rumah sakit tempat gadis itu magang.
"Terima kasih, Pak,'' ucap El.
"Jangan memanggilku dengan sebutan Pak tapi Mike saja,'' protes Mike.
El mengangguk sekaligus berterima kasih, karena selama ini Mike sudah banyak membantunya.
"Kalau begitu, aku permisi,'' pamit El dan di jawab dengan anggukan kepala oleh Mike.
Setelah itu, ia beranjak dari tempat duduknya lalu meninggalkan ruangan itu.
Sesaat setelah berada di parkiran, air matanya langsung menetes mengingat kedua orang tuanya yang begitu menyayanginya walaupun ia hanya anak adopsi.
Sebaiknya aku ke toko bunga dulu lalu lanjut nyekar makam. Mah ... pah ... aku sangat merindukan kalian.
Ia pun mulai memacu motornya itu hingga tiba di Monik Flowers.
"Monik, seperti biasa," pinta El sesaat setelah ia berada di dalam toko bunga itu.
Monik hanya tersenyum dan mengerti apa yang El inginkan.
"Kenapa sih, kamu suka banget bunga itu? Mana langka pula," sahut Monik.
Black Rose, ya bunga itu yang di maksud oleh Monik. Bunga favorit El.
"Jika nggak ada black rose, white rose saja, Monik," balas El sambil memperhatikan bunga-bunga yang ada di toko itu.
"Baiklah, tunggu sebentar ya," pinta Monik.
El hanya mengangguk. Sambil menunggu, ia memilih mengaktifkan ponselnya.
"Nomor baru? Tapi siapa ya?'' gumamnya.
Karena merasa tak mengenali nomor itu, ia menghapusnya. Karena yang tau nomor ponselnya hanya teman kerja dan dosen kampusnya saja.
Tak lama berselang Monik menegurnya.
"El, ini bunganya."
"Thanks ya, Monik," ucap El seraya meraih bunga itu. Setelah membayar orderan bunganya, ia kembali berpamitan lalu melanjutkan perjalanannya ke makam orang tuanya.
Sesaat setelah tiba di tempat tujuannya, ia melanjutkan langkah kakinya ke makam kedua orang tuanya yang berdampingan, lalu meletakkan buket white rose di atas pusara itu.
"Mah, pah ... Aku datang menjenguk kalian. Aku berjanji akan mewujudkan mimpi mama papa," ucap El dengan suara tercekat. Sedetik kemudian ia menangis sambil memeluk batu nisan mama papanya.
"Mah, pah, aku benar-benar kesepian. Aku sebatang kara. Nggak punya siapa-siapa lagi, sudah tidak ada tempat aku berkeluh kesah, tidak ada lagi pelukan hangat dari kalian berdua saat aku bersedih, saat aku membutuhkan kalian," bisiknya disertai tangisannya yang terdengar pilu.
Cukup lama El berada di makam orang tuanya. Menangis sambil memeluk batu nisan pusara itu.
Setelah puas mencurahkan segala isi hatinya, gadis malang itu, menghapus air matanya lalu kembali berpamitan.
"Mah, pah, aku pamit dan akan kembali setelah aku wisuda. Hanya tinggal dua minggu. Aku akan membuat kalian bangga," kata El dengan suaranya serak karena tangisannya.
.
.
.
Kantor Kai Abraham ...
"What the fu*ck!! Kenapa sulit sekali mencari tahu informasi dan data gadis sialan itu!!'' umpat Kai merasa frustasi.
Sedangkan Tara yang sejak tadi duduk di sofa hanya menjadi pendengarnya saja. Ia malah terlihat santai dan pura-pura tidak tahu.
"Tara, apa kamu tahu sesuatu tentang gadis itu?!'' tanya Kai dengan perasaan geram.
Tara hanya mengangkat bahunya lalu menghembus asap rokoknya dengan kasar.
"Oh ya, Kai, aku ke kembali ke ruanganku saja," izinnya. "Masih ada berkas yang harus aku selesaikan, setelah itu tinggal kamu tandatangani."
"Hmm ... lanjutkan saja," sahut Kai sambil mengusap wajahnya.
Sepeninggal Tara, Kai masih tampak kesal sambil menggerutu dengan perasaan dongkol.
"Lihat saja nanti, kamu nggak akan lolos dariku! Sebelum aku menjebloskan mu ke dalam hotel prodeo itu, aku nggak akan puas!!"
Sementara itu, di ruang kerja Tara, seseorang sedang menghubunginya dan ingin bertemu di salah satu restoran.
Tak ingin berlama-lama, Tara segera beranjak dari kursi kerjanya lalu ke ruang kerja Kau untuk meminta izin.
Setelah mendapat izin, langsung meninggalkan ruangan itu.
.
.
.
Setelah kurang lebih dua puluh menit mengendarai, akhirnya ia tiba juga di restoran yang di maksud.
"Tara," panggil seseorang yang sudah menunggunya sejak tadi.
"Daniel," sahut Tara lalu menghampiri pria itu.
"Duduklah dulu," pinta Daniel. "Ini data dan info tentang gadis itu. Semuanya ada di amplop ini," lanjut Daniel.
"Good job, Daniel. Aku percayakan semuanya padamu. Jangan sampai info dan data El kebobolan. Aku nggak mau jika Kai sampai tahu ini," pesan Tara.
Daniel hanya mengangguk takjim lalu mengulas senyum.
"Kalau begitu, aku sekalian pamit. Soalnya masih banyak kerjaan di kantor," izinnya.
"Hmm." Tara mengangkat tangan sebagai isyarat.
Sepeninggal Daniel, Tara meraih amplop besar berwarna coklat itu lalu membukanya.
Membaca satu demi satu lembaran berisi data dan info tentang El. Sejenak ia termenung sekaligus iba. Keinginannya untuk melindungi gadis itu semakin kuat.
"Ternyata, sejak bayi dia di adopsi? Tiga tahun yang lalu orang tuanya meninggal di karena kecelakaan? Kuliah hanya mengandalkan beasiswa dan bekerja paruh waktu di Bronze Bar sebagai bartender, hanya untuk menambah uang kuliah dan biaya hidupnya?''
Tara menghela nafasnya sejenak sambil menatap lembaran kertas itu.
"El, ternyata kamu wanita tangguh dan cerdas. Bahkan, hanya 3,5 tahun saja, kamu sebentar lagi akan lulus kuliah dan akan resmi menyandang titel S. Ked," gumam Tara.
Aku nggak akan membiarkan Kai menyakitimu, apalagi menjebloskan mu ke dalam penjara. Jika itu terjadi karir mu bisa hancur.
Ia mencoba menghubungi nomor gadis itu lagi namun tak dijawab.
.
.
.
.
El yang saat ini sudah berada di rumahnya tampak sedang memasak. Namun merasa terusik karena ponselnya kembali bergetar.
Karena merasa geram, ia balik menghubungi nomor itu lalu memaki sang empunya nomor. Setelah puas barulah ia berhenti.
"Sudah, marah-marahnya?"
"To the point saja, who are you?" tanya El dengan nada ketus.
"Tara. Apa kamu masih mengingatku? Save my number please," jawab Tara lalu terkekeh.
El terdiam sejenak sambil berpikir.
"Maksudmu ... Tara yang di club' malam semalam ya?"
"Ya. Aku akan rumahmu sekarang?" tegasnya.
"Jangan ngaco kamu. Memangnya kamu tahu alamat rumahku?'' ejek El lalu terkekeh.
"Apa sih yang Tara nggak tahu. Hanya alamat rumah ... kecil," timpal Tara dari seberang telepon.
"Whatever Tara," balas El dengan malas lalu memutuskan panggilan telfon.
Baru saja ia meletakkan ponselnya di atas meja, bel pintu berbunyi.
"Ck ... siapa sih," decaknya lalu menghampiri pintu kemudian membukanya sekaligus terkejut.
Tahu dari mana dia, aku tinggal di sini?
Sedangkan yang berdiri di ambang pintu, hanya bisa melongo menatap gadis itu karena hanya mengenakan spot bra dan hot pants.
"Awas ilernya jatuh,'' tegur El lalu terkekeh.
Tara langsung mengusap bibirnya sambil menggaruk kepalanya yang tidak gatal.
Saat gadis itu berbalik, ia terkejut melihat tatto black rose bertangkai panjang hingga ke tulang punggungnya.
Beautiful tattoo.
"Masuklah, kebetulan aku baru saja mau makan. Makan bareng yuk," tawar El.
"Thanks, El. Aku sudah makan tadi," tolak Tara.
Beberapa menit kemudian setelah selesai makan, El menghampiri Tara yang dengan santainya berbaring di atas sofa.
Setelah mendaratkan bokongnya di sofa ia meraih rokok dan pemantiknya. Membakar lalu menyesapnya dalam-dalam.
"El."
"Hmm."
"Apa kamu tinggal sendiri?" tanya Tara basa basi.
Sebelum menjawab, El menghembus asap rosoknya.
"Hmm ... orang tuaku sudah meninggal tiga tahun yang lalu karena kecelakaan. Sejak bayi, aku sudah yatim piatu karena ibu kandungku meninggal saat melahirkanku, lalu di adopsi oleh mama papaku yang saat ini pun sudah meninggalkan aku," jelas El dengan tegar.
"Tara, doain aku ya. Dua minggu lagi aku akan lulus. Yang membuatku sedih adalah, aku nggak bisa merayakan kelulusan ku bersama mereka," lirih El.
Tara hanya mengangguk sekaligus kagum akan sosok gadis itu.
Ternyata dia yatim piatu. Aku akan menjadi pelindungmu.
Hening sejenak ....
Drt ... drtt ... drtt ...
Ponsel Tara bergetar. Ia merogoh kantong celananya lalu mengeluarkan benda pipih itu.
"Kai," lirihnya. "Ya, Kai. Ada apa?"
"Where are you? Cepetan balik ke kantor. Aku ada meeting dengan klien dari perusahaan B.A.M."
"Baiklah, aku segera ke kantor sekarang,'' jawab Tara sambil menatap El.
Setelah memutuskan panggilan telfon, Tara berpindah tempat ke tempat gadis itu duduk.
"El, jika kamu butuh bantuan, jangan sungkan-sungkan hubungi aku. Save nomorku agar kita bisa saling terhubung,'' pesan Tara.
"Baiklah." El mengangguk lalu mengulas senyum.
"Ya sudah ... aku kembali ke kantor dulu ya. Jaga dirimu dan tetap semangat,'' kata Tara lalu beranjak dari tempat duduknya.
"Ok," balas El lalu ikut beranjak dari tempat duduknya. Sekaligus mengantar Tara hingga di depan pintu rumahnya.
...----------------...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 188 Episodes
Comments
Jans🍒
smngatt thor, sdah ku favoritkn, mmpir jga ke semestaku yaa😇
2022-09-25
0
Dehan
penjahit cantik mampir kembali 👍👍
2022-07-20
1
Senajudifa
salam dr kutukan cinta dn mr.playboy y
2022-07-20
1