"Bram apa kau sudah menemukan orang yang selama ini aku cari?" ujar Ben kepada kaki tangannya yaitu Bram.
"Belum bos, sepertinya sengaja ditutupi," terang Bram karena sangat sulit mengorek orang yang selama ini dicari oleh Ben.
"Lebih perketat lagi," pungkas Ben.
"Baik bos!" Setelah perbincangan mereka usai Ben masuk kedalam kamar yang bernuansa serta hitam itu.
Ben berdiri di depan cermin besar. Seketika pandangannya berpusat di bekas luka tepat diujung keningnya.
"Dimana aku harus mencarimu wanita brengse*," ujar Ben dengan mata memerah sembari mengusap bekas luka itu yang tertutup oleh rambut panjangnya.
Ben beringsut mendaratkan bokongnya di atas kasur. Ingatan dimana Daddy serta Kakaknya meregang nyawa.
🍁🍁🍁
"Ben, Daddy dimana?" tanya Brenda.
"Ben juga baru pulang dari rumah Bibi Rut Kak Brenda," sahut Ben karena ia juga tidak tau.
"Atau jangan-jangan Daddy pergi ke kantor," tebak Brenda.
"Tidak mungkin Kak Brenda, bukankah kantor sudah di segel?" ucap Ben.
Brenda terdiam sesaat. "Ikut Kakak," ucap Brenda langsung menarik tangan Ben, ia membawa Ben ke kantor milik Williams dulu dan kini milik orang lain.
Dengan tidak menolak Ben mengikuti Brenda. Mereka menggunakan sepeda untuk menempuh perjalanan yang memakan waktu 20 menit itu. Tanpa merasa lelah keduanya tetap semangat mengayuh sepeda masing-masing.
Tiba di depan kantor dari kejauhan mereka melihat sosok yang dicari sedang cekcok dengan beberapa orang. Dengan rasa khawatir Brenda maupun Ben segera mendekati Williams.
"Dad," panggil mereka secara bersamaan.
"Kenapa kalian ke sini?" ujar Williams tidak menyangka jika kedua buah hatinya akan menyusul dirinya.
Tiga orang itu mengalihkan pandangan mereka kepada Brenda maupun Ben.
"Serahkan bukti itu Williams," bentak salah satu pria yang tidak asing bagi Brenda maupun Ben.
"Tidak semudah itu Brid, kau sudah merampas apa yang telah menjadi milikku. Akibat niat jahatmu itu hidup kami beberapa bulan ini sangat menderita," ujar Williams.
"Jangan paksa aku untuk melakukan tindakan kasar Williams!" Bentaknya kembali.
Williams lalu menoleh kepada Brenda dan Ben. "Kalian pulang sekarang juga, ayo pulang sana," titah Williams memaksa kedua buah hatinya segera meninggalkan tempat itu karena merasa tidak aman.
Brenda maupun Ben saling memandang dan tetap berdiri di belakang Williams.
"Serahkan Wil atau kepalamu pecah sekarang juga!"
Deg
Mereka sontak kaget dengan todongan pistol di kepala Williams.
"Daddy," teriak Brenda maupun Ben dengan kedua kaki bergetar.
"Serahkan sekarang juga atau anak-anakmu juga akan aku penggal?" ujar Brid tidak main-main.
"Pergi kalian Nak, pergi!" Titah Williams.
Brenda terpaksa menarik tangan Ben tetapi langkah mereka terhenti ketika dus pria menghadang mereka. "Kalian mau kemana? kalian sudah masuk perangkap," ujar salah satu pria itu sehingga membuat Brenda ketakutan tetapi beda halnya dengan Ben, bocah laki-laki itu tak merasa takut sama sekali.
"Lepaskan Kakakku," ujar Ben tak gentar.
"Kau punya nyali besar juga bocah ingusan," ejek mereka kepada Ben.
Kedua pria itu membawa Brenda dan Ben masuk kedalam kantor yang sudah disegel dengan cara paksa, dan bahkan sekali-kali memukul Ben karena bocah itu melawan.
"Jangan sakiti mereka. Mereka tidak tau apa-apa," teriak Williams. Ada perasaan menyesal karena dari awal ia tidak menyerahkan bukti kecurangan atau tindakan Brid yang ia temukan.
"Jika dari awal kau menyerahkan bukti itu maka anak-anakmu tidak akan ikut mati bersamamu Wil," ujar Brid sembari menuntun Williams ikut masuk kedalam.
Didalam mereka bertiga ditodong oleh pistol.
"Lepaskan mereka, maka aku akan menyerahkan bukti itu Brid. Lepaskan mereka," teriak Williams menyerukan agar Brenda maupun Ben dilepaskan.
"Serahkan dulu bukti itu," seru Brid.
Williams merogoh ****** ******** karena ia menyimpan bukti rekaman itu di sana.
"Jangan Dad jangan," seru Ben melarang Williams memberikan bukti satu-satunya yang mereka punya.
Buk
Seketika mulut Ben dibungkam dengan pukulan anak buah Brid.
"Ben," lirih Brenda sembari menangis mendapati ujung bibir Ben mengeluarkan darah.
"Ambil ini dan lepaskan mereka," pungkas Williams sembari menyerahkan flashdisk kepada Brid.
Dengan segera Bird merebut benda tersebut dari tangan Williams. "Tembak mereka semua," titah Bird tak ada ampun.
Deg
Mendengar pernyataan Brid tentu saja membuat mereka membelalakkan mata.
"Bos gadis ini sangat cantik serta memiliki tvbvh aduhai," ujar pria dengan wajah menyeramkan.
"Terserah kalian ingin memperlakukan gadis itu," ujar Brid tanpa peduli.
"Jangan sakiti mereka, bunuh saja aku tetapi tolong lepaskan mereka," seru Williams.
Brid tersenyum menyeringai mendengar seorang Williams memohon.
"Kau telah merebut Gres darimu Wil, dan sekarang pembalasanku. Kau merebut wanita yang menjadi calon tunanganku," ujar Brid.
"Aku tidak pernah merebut Gres dari siapapun Brid, kau sendiri yang meninggalkan dia," balas Williams dengan sengit tidak Terima dengan tuduhan itu.
"Ucapkan selamat tinggal kepada putra putrimu Wil sebelum mereka menyusul ke alam baka," ujar Brid tidak main-main bahkan pistol itu ingin dibidik.
Brenda maupun Ben menggelengkan kepala, berusaha melepaskan diri dari kedua pria yang memegang mereka.
Dor dor dor
Tiga tembakan menebus kepala, dada serta perut Williams.
"Daddy....." teriak Brenda dan Ben bersamaan sembari memberontak. Keduanya berhasil terlepas dan mereka berlari memeluk tubuh Williams yang sudah tak bernyawa. "Daddy hiks... hiks...." tangis keduanya semakin keras, memenuhi ruangan itu.
"Akhirnya aku berhasil melenyapkan kau Williams," ujar Brid dengan senyuman menyeringai.
Ben menatap Brid dengan mata berapi-api. Rahangnya mengeras menahan amarah. Ia perhatikan lekat-lekat wajah bringas Brid.
"Urus mereka dan lenyapkan secepatnya," titah Brid lalu berlalu meninggalkan tempat berdarah itu.
"Tunggu pembalasanku," batin Ben.
Brenda maupun Ben kembali di pegang, bahkan mereka diikat.
"Lepas," mohon Brenda.
"Aku duluan atau kau?" bisik salah satu anak buah Brid.
"Aku," sahutnya.
Pria itu memulai aksinya. Semua pakaian yang dikenakan Brenda sudah terlepas.
"Jangan, jangan....." teriak Brenda sembari menghindari jari-jemari kasar itu yang merayangi setiap jengkal tvbvhnya.
Ben mengeram, tetapi ia tidak bisa melakukan apapun. Kedua pria itu melakukan hal yang menjijikan dihadapannya. Tangisan atau teriakan Brenda sama sekali tidak menghentikan perbuatan mereka. Silih berganti mereka menikmati kesucian Brenda.
Brenda menoleh kepada Ben dengan berurai air mata. Ben ingin sekali membunuh kedua pria yang sedang bersenang-senang itu tetapi kekuatannya tidak sebanding.
"Ben," lirih Brenda hanya bisa komat kamit sebelum akhirnya menutup mata.
"Bro sepertinya dia pingsan," ujar pria yang sudah menikmati tvbvh Brenda.
"Bro darah," ujar pria yang menghentikan aktivitasnya. "Dia pendarahan bro," imbuhnya kembali.
Mereka berusaha menepuk wajah pucat Brenda tetapi tidak menyadarkan Brenda. Mereka memeriksa nadi serta detak jantung Brenda.
"Dia sudah mati," seru mereka secara bersamaan.
Deg
Ben membulatkan mata sembari memberontak kuat. "Kakak....." teriak Ben dengan menangis.
"Sekarang giliran bocah ingusan itu," mereka mengalihkan perhatian kepada Ben. "Kau yang tembak atau aku?"
Dor
Satu tembakan menembus sisi kiri perut Ben.
Aaaak....
Teriak Ben dan seketika tidak sadarkan diri.
Jasad ketiganya mereka bawa masuk kedalam mobil. Mereka membawa mobil itu keluar kota dengan jalur perjalanan penuh dengan hutan belantara.
Tanpa mereka sadari Ben masih hidup karena peluru itu hanya melukai sedikit kulitnya. Tetapi Ben hanya berpura-pura mati.
Jasad mereka dibuang begitu saja di lobang yang tidak begitu dalam. Setelah melakukan itu kedua pria itu kembali ke mobil.
Mengetahui keadaan aman Ben segera bangun lalu memeluk jasad Williams dan Brenda. Ben menangis melihat kedua orang yang sangat ia sayangi berakhir dengan tragis, terlebih lagi Brenda.
"Aku akan balas dendam atas kematian kalian Dad. Aku berjanji akan membuat wanita atau keluarga mereka seperti yang kalian rasakan," ujar Ben.
Dari sanalah Ben tidak sengaja bertemu dengan ketua begal. Ketua begal serta anak buahnya lah yang mengubur jasad Williams dan Brenda.
🍁🍁🍁
Aaak....
Ben mengeram setelah mengingat masa menyakitkan itu. Ia bahkan meninju cermin itu sehingga membuat buku-buku tangannya mengeluarkan darah segar.
"Kau akan menerima atas perbuatanmu Brid. Di manapun kau berada aku akan mencari kau," ujar Ben dengan mata memerah.
Bersambung....
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 60 Episodes
Comments
Diana Silaen
cepat balas kematian kakamu Ben
2024-07-14
0
Qaisaa Nazarudin
Ya tuhan,, Brenda mati karena diperkosa 😫😫😫😫😫😫😫😭😭😭😭
2023-07-01
0
Qaisaa Nazarudin
😱😱😱😱😩😩😩😩Sialan Bird 😡😡😡😡😡
2023-07-01
0