Four

Alvaro mengunci mobilnya dan juga mengunci gembok bannya. Setelah itu dia masuk ke dalam mobil Viandro dengan membawa laptop dan file pentingnya.

Viandro merasa puas.

Viandro masuk ke dalam mobilnya dan mulai melajukan mobilnya. Viandro fokus melihat ke arah jalanan dan kemudian memulai pembicaraan, "Apa yang terjadi dengan mobilmu?"

"Bannya kempes," jawab Alvaro singkat tanpa melihat Viandro.

Viandro mengangguk, "Banyak orang iseng menebarkan paku. Aku pun juga sama sepertimu, banku kempes, tapi aku ada gantinya."

Alvaro menaikkan salah satu alisnya, bukannya tadi Viandro berkutat di mesin bukan ban?

Viandro mengangguk, "Tapi sialnya waktu aku sudah selesai mengganti ban malahan mesinku mati." Jelas lelaki itu.

Alvaro tak menjawab apapun, hanya memahami dan menatap jalan dengan datar.

Viandro mengarahkan ke arah jalanan lain membuat Alvaro yang memperhatikan jalan mengerutkan keningnya, "Berhenti."

Segera Viandro menghentikan mobilnya dan menoleh ke arah Alvaro, "Ada apa?"

"Kenapa lewat sini?" Tanya Alvaro penuh selidik.

Viandro mengedikkan bahunya santai, "Aku ingin menggunakan jalan pintas. Terlalu lama jika menggunakan jalan utama," jelas Viandro masuk akal.

Namun rasanya Alvaro sangat curiga dengan sikap Viandro. Anak ini jarang terlihat tenang dan santai. Emosi Viandro suka meluap-luap tak jelas dan sangat gegabah.

"Jangan menatapku seperti itu," tutur Viandro dan kemudian kembali melanjutkan perjalanan.

Viandro menghembuskan nafas panjang sebelum dia mulai berbicara lagi, "Mungkin ini sulit kau terima karena terdengar tiba tiba. Kalaupun aku tak dapat memenangkan pertandingan kita, setidaknya aku memiliki perusahaanku sendiri untuk ku bangun sendiri dengan jerih payahku."

Viandro melihat ke arah Alvaro singkat dan kembali berpandangan lurus, "Aku takkan lagi menjadi berusaha menjadi sainganmu. Oh ayolah, aku malas untuk bertengkar setiap harinya. Itu sangat melelahkan."

Alvaro sama sekali tak mempercayai apa yang di katakan Viandro. Walaupun di mata Alvaro Viandro itu adalah seorang yang tak sebanding dengannya, Viandro tetap saja kembarannya. Otak mereka memiliki kesamaan dalam hal kelicikan untuk hal menguntungkan.

Viandro memutar bola matanya, "Terserah juga kalau tak percaya. Setidaknya aku sudah mengatakannya."

Alvaro mengalihkan pandangannya.

Viandro terbatuk batuk membuat Alvaro langsung menutup mulutnya, sungguh menjijikan.

"Maaf maaf. Ohok ohok. Leherku tiba-tiba terasa gatal, padahal tadi gatalnya masih dapat di tahan. Ohok ohok," kata Alvaro mengeluh kesehatannya.

Viandro mengambil kotak masker baru dan memberikannya pada Alvaro, "Pakai saja agar kau tak tertular, aku tak terbiasa memakai masker, itu akan semakin membuatku sesak." Jelas lelaki itu.

Alvaro yang memang bangsa jijikan pada orang berpenyakitan pun segera mengambil masker dan memakainya.

Beberapa detik kemudian kepala Alvaro terasa pusing dan pandangannya mengabur.

Viandro tersenyum miring dan berhenti batuk, Alvaro sudah masuk ke dalam perangkapnya.

***

Viandro menang. Dia sudah menjebak saudara kembarnya yang licik dan sombong itu.

Dia sudah merancang semuanya dan sudah sangat bersih, mulai dari kendala kendaraan yang seakan-akan terjadi dengan alami sampai pada titik ini, titik di mana Alvaro mulai lengah dan masuk ke dalam perangkapnya.

Viandro sudah mengatur semuanya tanpa cacat, CCTV jalanan sudah di matikan dan beberapa oknum yang berwenang sudah di beri hadiah untuk menutup mulut. Semuanya akan berjalan lancar.

Viandro mengendarai mobilnya ke suatu tempat terpencil. Rumah yang sengaja dibangunnya untuk tempat rahasia yang tak ada orang ketahui kecuali hanya dirinya.

****

Kini Alvaro masih tertidur di kursi kayu dengan ikatan tali yang sangat kuat mengelilingi tubuhnya, mulut yang di bekap dengan di ikat menggunakan lain putih.

Viandro menatap geram Alvaro.

Buk! Bak! Buk!

Viandro meluapkan emosinya yang selama ini di pendamnya,

"Kau pikir kau hebat huh?"

Bak! Buk! Bak!

Viandro meninju Alvaro hingga wajah tampan lelaki itu segera babak belur dan berdarah.

Viandro mengambil tongkat kayu dan mengarahkannya ke Alvaro.

Kbuak! Bak! Buk!

Kayu itu menghantam punggung dan lengan Alvaro.

Terus begitu di lakukan Viandro, melakukan kekerasan fisik pada kembarnya yang belum sadarkan diri.

Puas sekali rasanya.

***

"Hah!" Alvaro terbangun dalam suatu ruangan kosong. Dia baru merasakan ngilu di sekujur tubuhnya dan menyadari dia telah di hantam oleh beberapa pukulan pada tubuhnya saat dia pingsan tadi.

Ruangan bersih ini terlihat kotor di bagian lantai oleh cairan darah.

Prok

Prok

Prok

Terdengar suara tepuk tangan seseorang yang menggema di ruangan ini.

Alvaro mendongakkan kepalanya melihat siapa itu.

Viandro. Pelaku atas segalanya ini. Lelaki itu tersenyum miring dan berjalan mendekati Alvaro.

Alvaro merutuki dirinya, bagaimana dia bisa terkecoh seperti ini. Sangat memalukan.

"Bagaimana rasanya kalah hm?" Tanya Viandro.

Bibir Alvaro yang di tutup tak dapat berbicara dan hanya dapat meronta emosi.

"Stt.. Tidak perlu banyak menuntut kak. Aku yang memang seharusnya menjadi pemenang, bukan kau. Paham?"

Viandro menarik tubuh Alvaro memeluknya, Viandro mengambil pisaunya dan,

Sek!

Satu tusukan di punggung Alvaro membuat lelaki itu spontan menengadah dan mengerang kuat kesakitan.

"Sakit?" Tanya Viandro dengan wajah sedih yang di buat-buat.

Srak!

Pisau yang tertancap itu di tarik Viandro ke arah vertikal pada tubuh Alvaro membuat darah segar memancar dari tubuhnya.

Lelaki itu menjerit kencang, merasakan pedih dan ngilu saat pisau itu menggesek tulang punggungnya mengoyakkan daging.

Viandro menutup matanya dan menikmati rintihan Alvaro dengan sangat puas.

Baru kali ini dia merasakan yang namanya kebahagiaan.

Suak

Pisau itu kembali di tarik ke atas membuat sang empunya tubuh semakin lemah.

Sruk, srak!

Pisau itu kembali di tusuk di sisi lain punggung Alvaro dan langsung di geser mengoyakkan kulit dan membentuk tanda X besar pada punggung Alvaro.

Alvaro mengerang dan menjerit.

"Manis sekali Alvaro, manis sekali." Tawa Viandro melihat Alvaro menderita.

Lelaki itu menarik pisaunya dan kemudian kembali menegakkan dirinya.

Dia melihat Alvaro yang sudah tak berdaya dengan senyuman lepas. "Hari ini kunyatakan sebagai hari yang paling ku favoritkan dalam perjalanan hidupku Al. Yaitu hari kematianmu."

Dia pergi meninggalkan Alvaro yang sudah setengah mati sekarang.

Di sisi lain Clara menutup mulutnya rapat-rapat. Dia melihat kejadian itu sangat ketakutan.

Kenapa Clara bisa sampai di sini. Ini karena Clara merasa ada sesuatu yang berbeda dari Viandro saat kemarin dia menelpon Viandro,

Lelaki itu terdengar sangat ceria saat di telpon dan bahu memanggilnya dengan 'Sayang' dengan lembut. Seakan-akan dia tak mengingat bahwa mereka sudah putus.

Clara bahkan jadi tak dapat tidur nyenyak bahkan sedetikpun tidak. Di kepalanya terus memikirkan Viandro.

Oleh sebab itu Clara mencoba pergi ke rumah Viandro dengan diam diam tanpa di ketahui lelaki itu, dia ingin tau apa alasan Viandro jadi aneh.

Saat sampai di rumah Viandro, Clara  melihat Viandro tertawa senang dan berjalan cepat masuk ke dalam mobilnya. Viandro mau pergi ke mana pagi pagi buta seperti ini?

Viandro mengarahkan mobilnya ke suatu tempat terpencil dan kemudian masuk ke dalam rumah kecil minimalis itu. Sangat aneh, Clara sama sekali tak mengetahui kalau Viandro punya rumah di tempat pelosok seperti ini.

Clara memarkir keretanya di antara semak-semak dan masuk membuntuti lelaki itu perlahan karena penasaran.

Dan apa yang dia lihat?

Dia melihat pembunuhan!

Dan untuk pertama kalinya dia baru mengetahui Viandro memiliki saudara yang wajahnya sangat mirip dengan Viandro.

Tangannya bergetar dan kakinya sangat lemas saat melihat kekejaman yang di lakukan mantannya itu.

Setelah melakukan kekerasan Viandro keluar dari ruangan dengan santai. Clara langsung bersembunyi di salah satu celah yang gelap agar tak ketahuan.

Viandro menutup ruangan dan menyalakan sesuatu di sana. Suatu tombol di tekannya menyalakan sistem asap otomatis, terkeluarlah asap yang memenuhi ruangan di mana Alvaro di tahan. Alvaro yang ada di sana terbatuk-batuk. Dadanya sesak dan udara ini membuat dia semakin merasa perih di dalam paru-parunya.

Ini gas beracun!

Viandro tersenyum dan kemudian meninggalkan rumah ini dan kembali ke rumah kediamannya.

Alvaro mengumpat dalam hatinya, dia tak sangka sang kembar kini sudah memiliki rencana licik yang dia sendiri kecolongan untuk mengetahuinya.

Sialan!

Alvaro menundukkan kepalanya. Tak ada harapan, dia tak ada tenaga lagi dan tubuhnya bahkan sudah terikat kuat oleh tali.

Sungguh kematian yang konyol! Batin Alvaro tak terima.

Clara yang sangat meninggikan hak asasi manusia dan norma kehidupan yang berlaku sangat tak terima akan kejadian ini. Dengan cepat Clara menutup mulut dan hidungnya dengan kain dan mengikatnya.

Clara mencoba masuk ke dalam ruangan, dia menghancurkan gagang pintu yang terkunci dengan memukulnya menggunakan palu yang ada di dekat sana.

Crang!

Gagang pintu terlepas dan pintu terbuka. Clara masuk ke dalam dan membuka ikatan yang mendekap lelaki itu, "Tak apa, aku akan menolongmu."

Alvaro mendongak. Namun matanya kini sudah kabur, dia tak dapat melihat dengan jelas dan perlahan mulai gelap.

Clara terus berusaha membuka ikatan tali itu menggunakan pisau lipat yang selalu di bawanya kemana-mana.

Alvaro dengan sisa tenaganya mencoba melihat wajah wanita ini.

Susah sangat dekat seperti ini pun dia tak dapat melihat wajahnya, pandangannya sungguh kabur dan nafasnya terengah-engah, dia hanya dapat mendengar.

Setelah berhasil Clara membawa Alvaro untuk keluar rumah ini sesegera. Dia harus cepat untuk menyelamatkan nyawa kembaran mantannya ini.

Saat sudah lumayan jauh dari rumah itu,

Buar!

Semburan api yang di picu oleh ledakan gas beracun yang di terus mengalir membuat rumah itu hancur seketika.

Itu memang rencana Viandro, menghilangkan jejak Alvaro sampai mayatnya pun tak ditemukan.

Walaupun sudah jauh tetap saja meraka sedikit tercampak dan terguling.

Clara bangkit duduk dan melihat Alvaro yang hanya dapat merintih. Clara dengan sekuat tenaga mendekatkan dirinya pada Alvaro yang lebih tak berdaya di bandingkan dirinya sekarang.

Alvaro mencengkram sisi baju Clara di sekitar pinggangnya. Sakit sekali luka lukanya inim

Dengan sekuat tenaga Clara membawa Alvaro menggunakan sepeda motornya dengan mengikat pinggang lelaki itu menggunakan syalnya yang di kaitkan dengan pinggangnya. Bayangannya seperti seorang ibu yang membonceng anaknya agar tidak terjatuh dari kereta. "Kamu harus tetap hidup!"

***

Clara menunggu di luar ruangan UGD dengan panik.

Sang dokter pun keluar setelah memeriksa Alvaro. Dokter menghadap Clara dan membuka maskernya untuk menjelaskan, "Lukanya sudah sangat parah dan banyak komplikasi yang terjadi pada sistem pernapasannya karena terdapat suatu zat toksin yang begitu melimpah pada paru-parunya."

Sang dokter menghela nafas panjang, "Maaf dia tak dapat tertolong."

Clara menahan dadanya sesak mendengar itu padahal dia sudah berusaha keras.

Kemudian dia menangis mengingat begitu kejam dan tragisnya apa yang di alami Alvaro karena sikap Viandro yang sangat kasar dan egois itu. Dia sanggup membunuh kembarannya? Sungguh hal luar biasa. Sama sekali tak memiliki hati nurani.

Terpopuler

Comments

Yoanita_Situmorang

Yoanita_Situmorang

semangat terus thor😊
nyicil bacanya thor hehe
kalo ada waktu mampir ya thor ke audiobook baruku😊

2022-11-22

0

Yoanita_Situmorang

Yoanita_Situmorang

jahat sih 😭

2022-11-22

0

Mamaperri

Mamaperri

lanjut semangaaaat thooorr 💪

2022-06-16

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!