Memutuskan Menjauh

Pagi-pagi sekali sekolah sudah dihebohkan dengan gosip jika ada murid baru di sekolah mereka.

"Cewek yang mana sih? "

"Yang waktu di lapangan basket itu. "

"Owhh yang ngaku-ngaku tunangan Darlen kan ya? "

"Heh mulutnya, bukan ngaku-ngaku lagi tau ga. "

"Maksudnya benar tunangan Darlen? "

"Iya. "

Abila yang baru saja sampai di sekolah mendengarkan gosip dengan seksama, ia mendekati kerumunan itu dan diam-diam menguping.

"Bule kan ya. "

"Iya, cantik banget lagi. "

"Pantes sih jadi tunangan Darlen. "

"Hah? Jadi cewek yang kemarin bener-bener tunangan Darlen. " batin Abila mengingat kejadian di lapangan basket siang itu.

Saat ini Cea sedang makan di kantin, pagi tadi ia kembali bangun kesiangan namun untung saja tidak terlambat kesekolah bahkan saat Cea datang sekolah masih sepi sehingga Cea memutuskan untuk sarapan di kantin terlebih dahulu.

Saat sedang asik dengan makanannya tiba-tiba saja kelima orang cowo yang di idam-idamkan banyak siswa itu duduk dimejanya.

Siapa lagi jika bukan Darlen dan teman-temannya.

"Cewek... sendirian aja nih. " ucap Zaki menggoda Cea.

"Iya. "

"Kita bolehkan duduk disini? " tanya Andra.

"Kalian bertanya ketika sudah duduk, kenapa duduk disini? " tanya Cea menatap Darlen dengan tatapan menyelidik.

"Ngapain lo lihatin gue gitu? " ucap Darlen ketika Cea menatapnya seolah-olah dia adalah tersangka utamanya.

Ya walaupun benar sih.

"Kalian kalo mau duduk ya tinggal duduk. " ucap Cea dengan malas.

Sudah duduk tidak masih izin lalu baru minta izin setelah duduk. Apa itu?

"Temen lo yang satunya kemana? " tanya Aldi sebab tidak melihat Abila..

"Banyak tanya tau ga! "

Cea segera menghabiskan makanannya dan langsung pergi dari situ. Sontak Cea yang langsung berdiri dan mau pergi di cegah oleh Darlen yang memegang pergelangan tangan Cea.

"Lo mau kemana? Makanannya belum habis. "

Cea yang merasa dipegang oleh Darlen merasa tidak nyaman, buru-buru melepaskannya.

"Lepasin gula arennn! " geram Cea. Ia kesal waktu makannya di ganggu terlebih saat akan pergi pun dia masih di ganggu.

"Pffftthahaha gula aren hahaha... " Zaki tertawa terpingkal-pingkal mendengarkan kata 'gula aren'

"Diem berisik. " ucap Widi menyumpalkan mulut Zaki dengan gorengan tahu isi.

"Huwhuwhuw. " suara Zaki masih terdengar walaupun mulutnya penuh.

Andra dan Aldi diam-diam menahan tawa akibat perkataan Cea tadi.

"Aduh perut gue sakit. " ucap Andra karena terlalu lama menahan tawa.

Berusaha tidak memperdulikan teman-temannnya, Darlen memandang wajah Cea. "Makanan lo belum habis. " ucapnya.

"Udah kenyang. "

Tanpa ingin berlama-lama Cea langsung pergi dari kantin, tidak sengaja Cea berpapasan dengan Shine di depan pintu luar kantin. Shine melihat semuanya, ia melihat Cea duduk di meja bersama tunangannnya. Bahkan ia melihat saat tangan Darlen memegang pergelangan tangan Cea.

"Lo ga usah centil sama pacar gue. " ucap Shine yang menghentikan langkah Cea.

"Darlen itu tunangan gue! " lanjut Shine tanpa menunggu Cea menjawab.

Cea diam, ia tidak mau mencari masalah untuk saat ini hingga memutuskan untuk pergi tanpa menjawab perkataan Shine.

"Siapa juga yang gangguin tunangannya. " gumam Cea sambil berjalan menjauhi Shine menuju ke kelas karena sebentar lagi jam pelajaran akan dimulai.

Sedangkan Shine benar-benar kesal, walaupun memang merasa begitu kesal namun, ia tetap mempertahankan senyumnya dan menghampiri Darlen.

"Sayang. " Shine mulai bergelayut manja di lengan Darlen.

"Kenapa? " tanya Darlen mengelus kepala Shine pelan.

"Kamu ngapain di sini? "

Aldi yang mendengar memutar bola matanya dengan malas "Menurut lo kalo di kantin ngapain? Berak? " sarkasnya.

"Apasih lo Al, gitu banget sama Shine. " ucap Widi.

"Udah lah gue mau ke kelas. " ucap Aldi malas berurusan masalah dengan teman-temannya.

Aldi pergi di ikuti oleh Zaki dan Andra.

"Temen kamu ga suka sama aku ya? " tanya Shine menatap sendu kearah Darlen.

"Nanti aku bicara sama mereka. "

"Ayy kamu di sini. "

Pacar Widi yang bernama Bulan menghampiri meja tempat Shine, Darlen dan Widi yang tersisa karena teman-teman yang lain sudah pergi terlebih dahulu tadi.

"Ngapain kesini sayang. " ucap Widi menarik tangan Bulan agar duduk di sampingnya.

"Aku tadi buatin kamu bekal, ini. " ucap Bulan memberikan kotak makan kearah Widi.

"Makasih ya. "

Cup

Widi mencium pipi Bulan di depan Darlen dan juga Shine.

"Ekhmm... "

Bulan yang dari tadi penasaran dengan perempuan di samping Darlen segera menatap Widi seakan meminta jawaban.

"Owh iya, dia tunangan Darlen, namanya Shine. Kamu bisa berteman dengannya. " ucap Widi.

"Hai aku Bulan. "

Bulan mengulurkan tangannya dahulu yang disambut baik oleh Shine, mereka mengobrol sedikit sebelum akhirnya kembali ke kelas masing-masing.

"Cea dari tadi aku cariin kamu tau. " ucap Abila dengan sebal.

"Dari kantin tadi. " ucap Cea.

"Kamu tau ga? " tanya Abila.

Begitu lah awalan ketika Abila ingin mengajak Cea bergosip.

"Apa? "

"Cewek kemarin yang di lapangan basket tunangan Darlen. " ucap Abila dengan heboh lalu menatap ekspresi Cea yang terlihat biasa saja.

"Cea udah tau ya? " tanya Abila lagi yang di balas anggukan oleh Cea.

"Ah ga asik banget. "

"Tapi aku penasaran, kenapa ya kemarin Cea bisa duel sama Darlen? " tanya Abila lagi.

"Waktu itu... "

Flashback On

Cea berjalan ke arah toilet sekolah, karena merasa sakit perut. Setelah menyelesaikan hajatnya Cea pun ingin kembali ke kelas.

"Kiw kiw cewe. "

Mendengar ada yang berbicara seperti itu, Cea menghentikan langkahnya. Di belakangnya sudah ada Darlen dan teman-temannya yang mendekat kearahnya dan mengelilinginya.

"Kenapa ya? " tanya Cea karena awalnya dia hanya mengenal nama mereka saja, tidak pernah bertegur sapa sama sekali.

"Lo yang namanya Glancea itu kan. " ucap Darlen.

"Iya. "

"Lo bisa main basket? " tanyanya lagi.

"Bisa. "

"Kalo gitu nanti siang gue tunggu di lapangan basket! "

"Tu-tunggu... A-apa? Hei bentar dulu. "

Teriakan Cea di anggap tidak ada oleh Darlen dan teman-temannya, mereka meninggalkan Cea begitu saja dengan tatapan bingung. Apa maksudnya mengajak berduel basket, tidak ada kerjaan sekali.

Flashback Off

"Itu mereka ga jelasin ke kamu kenapa bisa mengajak berduel basket? " tanya Abila dengan penasaran.

"Engga. " jawab Cea.

"Lagipula kemarin aku dateng ke situ karena gabut terus mau bolos dari pelajaran pak Bambang juga hehe... " lanjut Cea.

"Aku jadi penasaran tau gara-gara kamu bilang gitu, oke kamu tenang aja Bila akan cari tau tentang itu! " ucap Abila mengepalkan tangannya keatas seperti gerakan memberi semangat kepada dirinya sendiri.

"Iya iya terserah kamu deh. "

"Nanti pulang sekolah Cea mau main kerumah? Hari ini bunda lagi adain acara ulang tahun ayah di rumah. Terus kata bunda Cea harus dateng. " jelas Abila.

"Hmm nanti kalo sempat aku kerumah. "

Cea tersenyum menanggapi perkataan Abila, lalu mereka mengobrol banyak hal. Lebih tepatnya Abila yang bercerita tentang kerusuhan bundanya dalam menyiapkan surprise untuk sang ayah.

Di sisi lain saat ini Hanzel membuat keputusan di hadapan Damian dan juga Merry, ia akan pergi kembali keluar negri dan menetap di sana.

"Hanzel kamu benar-benar ingin pergi? " tanya Merry yang masih berharap putranya membatalkan keberangkatannya itu.

"Iya Mom. "

"Kamu sudah melupakan gadis itu? " tanya Damian dengan rasa penasarannya.

"Tidak Daddy, aku tidak melupakannya. Jika memang dia untukku nanti pasti aku akan kembali ke sini dan menjadikan dia istriku. "

"Bagaimana jika gadis itu dimiliki oleh pria lain Hanzel? " tanya Damian lagi.

"Tidak akan mungkin Dad, aku akan langsung menemuinya jika memang terjadi. " ucap Hanzel dengan tenang.

"Aku akan mengembangkan perusahaan yang berada di luar negri untuk beberapa tahun kedepan. " jelasnya.

"Bagaimana jika Mommy merindukanmu Hanzel. " Merry menatap putranya dengan ekpresi sedih.

"Mommy kita sudah punya alat untuk berkomunikasi, zaman sudah berkembang. Jangan terlalu melebih-lebihkan. "

Hanzel benar-benar tidak tega dengan Mommynya, tapi jika di sini dirinya akan terus mengganggu gadisnya. Hanzel masih mempunyai akal, ia tidak mau Cea belum lulus sekolah dan langsung menjadi istrinya.

Istrinya harus mempunyai pendidikan yang tinggi, jadi Hanzel akan menunggu hingga umur Cea dewasa dan sudah menyelesaikan urusan pendidikannya.

Biar bagaimana pun keturunannya harus lahir dari perempuan yang mempunyai pendidikan.

"Kamu baru saja tiba di kediaman ini Hanzel, terus sekarang kamu sudah mau pergi lagi. Bagaimana Mommy tidak bersedih. " ucap Merry berlinang air mata

"Sudah sayang hanzel tau yang terbaik, kita tidak bisa terus mengaturnya. Jika memang kamu sangat rindu, kita akan pergi menjenguknya kesana. " ucap Damian mengelus punggung Merry menenangkannya.

"Jangan lupa untuk terus mengabari Mommy sayang. " ucap Merry.

Setelah berpamitan dan acara berpelukan selesai, Hanzel dan Faaz sudah ada di bandara Internasional. Mereka menaiki pesawat tiket First Class untuk perjalanan kali ini.

"Faaz menurutmu apa yang aku putuskan ini salah? " tanya Hanzel sambil menyandarkan kepalanya ke arah kursi.

"Tuan muda, saya tidak bisa menjawab dengan baik namun menurut saya ini tidak lah salah. Bagaimana pun nona Cea masih sangat kecil untuk di jadikan istri, bahkan umurnya baru 17 tahun. Saya akan terus mengawasi nona Cea, tuan tidak perlu khawatir untuk itu. " ucap Faaz menjelaskan dan berusaha memastikan Hanzel tidak akan pernah menyesal karena keputusannya.

"Hm baiklah, kamu sangat mengerti aku Faaz. Pemikiranmu begitu dewasa. "

"Terimakasih tuan. "

"Aku ingin tidur sebentar, setelah tiba disana apakah aku mempunyai jadwal? " tanya Hanzel.

"Iya tuan, nanti akan ada meeting dengan salah satu perusahaan yang lumayan menguntungkan untuk kita. "

Faaz menjelaskan banyak sekali masalah di perusahaan dan menyebutkan jadwal apa yang sangat padat untuk Hanzel. Sedangkan sang empunya tertidur pulas mendengarkan penjelasan dari asistennya.

Kembali lagi dengan Glancea, gadis remaja itu sedang bersiap-siap. Memilih bagitu banyak baju dan merasa bingung menggunakan yang mana.

"Haishh merepotkan sekali, aku pakai yang mana ya? "

Tangannya memilah semua baju yang sudah berantakan di atas kasur hingga menemukan dress berwarna merah maroon yang begitu cantik.

Setelah selesai make up, Cea berdiri di sebuah cermin besar memutar badanya ke kiri ke kanan, memeriksa apa yang kurang dari penampilannya.

"Aduh! " Cea menepuk keningnya.

"Aku belum mencari hadiah untuk om Azam. "

Cea langsung menyelesaikan semuanya, memakai sepatu kets putih dan juga tas berwarna putih. Cea memutuskan untuk mencari jam tangan saja sebagai kado untuk ayah Abila.

"Semoga aja om Azam suka. " ucap Cea memegang paper bag berwarna biru yang baru saja dia beli.

Harganya tidak lah mahal, maklum saja keuangan Cea sudah menipis dia tidak ingin memaksakan diri untuk membeli hadiah yang. mahal. Lagi pula om Azam pasti mengerti.

Cea memesan taksi online yang mengantarnya ke rumah Abila.

Drrttt.... drttt...

Calling Bila bil

"Hallo. "

"Cea kamu datang kan. "

"Aku lagi di jalan, bentar lagi sampe kok. "

"Oke aku tunggu di depan gerbang ya. "

"Iya. "

Tidak lama mobil taksi yang di tumpanginya berhenti di depan rumah yang megah dan mewah.

"Terimakasih pak.

Cea sudah bisa melihat Abila berdiri di depan gerbang menunggu dirinya.

"Bila. "

"Wahh Cea kamu cantik banget, ayok masuk. "

Abila menarik tangan Cea untuk menemui kedua orang tuanya, Cea terkagum melihat desain rumah Abila yang banyak bertambah dari terakhir dia kesini.

"Rumah kamu tambah mewah ya. " ucap Cea dengan kagum.

"Ah engga, biasa aja. " jawab Abila.

"Ayok itu Ayah sama bundaku. " Abila menarik tangan Cea mendekati Azam dan Arini, kedua orang tuanya.

"Ayah, bunda lihat siapa yang Bila bawa. "

Kedua orang tua yang sedang mengobrol dengan tamu itu menoleh ke arah putrinya.

"Dira. "

Arini langsung memeluk Cea dengan erat mengelus rambutnya dengan lembut. Ini putri almarhumah sahabatnya, sudah besar sangat cantik seperti sahabatnya.

"Cantik sekali sayang. " puji Arini dengan senyum, matanya berkaca-kaca

"Tante bisa aja hehe. "

"Om ini hadiah dari Cea, maaf ya Cea cuman bisa kasih ini. Harganya juga tidak mahal om, maaf ya. " ucap Cea dengan ragu-ragu memberikan paper bag yang dia bawa, siapa tau om Azam tidak mau menerimanya karena hanya barang murahan dan bukan jam tangan ber merk.

Azam yang mendengar perkataan Cea mau tidak mau menjadi begitu kasihan, anak dari mendiang teman istrinya begitu kesusahan.

"Wahhh makasih banget loh Ra, om suka banget ini bagus. " ucap Azam ketika melihat jam tangan yang mempunyai desain bagus dan unik.

"Ra, kalo ada yang kamu butuhkan jangan sungkan untuk berbicara kepada Om dan Tante. Cea juga bisa menyampaikannya kepada Abila. " ucap Arini memegang kedua tangan Cea yang di angguki olehnya.

"Iya Om...Tante... Buat sekarang Cea tidak ada masalah. "

"Ya sudah kalo gitu kamu cari tempat duduk gih, cape nanti. Tante sama Om mau nyambut tamu yang lain dulu. " ucap Arini.

"Bila ajak Cea ya. " lanjut Arini kepada putrinya.

"Siap bunda. "

Cea dan Abila duduk di salah satu meja yang sudah terhidang makanan, Cea sepertinya sedikit merajuk kepada Abila.

"Kata kamu acara keluarga. " ucap Cea mengungkapkan kekesalannya.

"Hehe aku juga tidak tau Ceaku sayang. " Abila menggaruk kepalanya yang tidak gatal.

"Aku cuma pakai baju sederhana gini, kan malu Bila. " ucap Cea dengan tidak percaya dirinya.

"Cantik Cea, apapun bajunya kalo yang make orang cantik ya akan terlihat mahal. "

Terpopuler

Comments

🔵꧁ঔৣ⃝𝐊ꪶꪖ𝘳ꪖ❦꧂

🔵꧁ঔৣ⃝𝐊ꪶꪖ𝘳ꪖ❦꧂

kamu cantik dan manis Cea, makanya hanzel tergila-gila sama kmu sampai kebelet nikah...😁🤭

2024-06-11

0

🔵꧁ঔৣ⃝𝐊ꪶꪖ𝘳ꪖ❦꧂

🔵꧁ঔৣ⃝𝐊ꪶꪖ𝘳ꪖ❦꧂

juteknya cea.../Chuckle/

2024-06-11

0

I am Ready

I am Ready

iyaa kn fisik segalanya duh jd ikutan insec deh

2024-05-30

0

lihat semua
Episodes

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!