Satu minggu sejak penyelidikan yang di lakukan oleh Hanzel, Saat ini di kamar Hanzel, ia sedang berdiri di balkon dan melihat kedatangan Faaz.
Dirinya sejak kemarin dilema meyakinkan kembali dirinya jika hal ini yang dia mau. Berpikir dengan penuh pertimbangan, Hanzel benar-benar sedikit terbebani dengan pikirannya akhir-akhir ini.
tok... tok... tok
Hanzel segera membuka kan pintu, terlihat Faaz menundukkan kepalanya sebentar.
"Tuan muda. "
"Masuk. " ucap Hanzel yang langsung duduk di kursi sofa pojok kamar.
Faaz yang mendengar segera masuk dan menutup pintu, menghampiri Hanzel. Faaz bisa melihat jika tuannya sedikit mempunyai banyak pikiran, tidak tau apa itu. Sebab raut wajah Hanzel terlihat lelah dan raut wajah yang memiliki banyak masalah.
"Tuan muda, saya sudah mendapatkan informasinya. " ucap Faaz, ia yakin tuannya pasti akan senang.
"Ini tuan, semuanya sudah di tulis di sini. Lengkap seperti permintaan anda. " lanjutnya.
Hanzel segera mengambil berkas yang di berikan oleh Faaz dan membacanya dengan cepat. Senyum sinis terukir di wajahnya, ternyata apa yang di pikirkannya salah.
"Jadi Adira atau Cea? " tanya Hanzel.
"Mereka orang yang sama tuan, namun di sekolah lebih dikenal dengan nama Cea. " jelas Faaz.
Faaz juga baru tau hal ini setelah menyelidiki semua dengan detail, bahkan semua tidak semudah itu karena tanpa dibantu oleh mereka, Faaz tidak mungkin ada di sini.
"Sepertinya keluarga nona Adira.. ehh maksud saya nona Cea bukan dari keluarga sembarangan. Data-data yang saya temukan merujuk jika orang tuanya sangat menutupi semua hal tentang identitas nona Cea bahkan pihak sekolah hanya tau sekedar saja. "
"Menurut tuan bagaimana? " tanya Faaz melihat keterdiaman Hanzel.
"Faaz.. "
"Ya tuan? "
"Menurutmu apa yang aku lakukan apakah benar? " tanya Hanzel menatap Faaz dengan ragu-ragu.
"Maksud tuan muda bagaimana? " Faaz kembali bertanya karena merasa masih tidak mengerti dengan pertanyaan dari tuannya.
Hanzel menghela nafas gusar, lalu mulai mengeluarkan apa yang sedari minggu lalu ia pikirkan.
"Menurut mu apakah Cea akan langsung menerimaku Faaz? Mommy berkata Cea masih terlalu muda untuk masuk ke keluarga Weysa. " ucap Hanzel.
"Tuan muda, jujur saja. Umur nona Cea baru menginjak 17 tahun dan baru naik kelas 12. Tidak mungkin nona Cea mau untuk langsung menikah dengan tuan, namun tuan anda bisa memaksanya. Kekuasaan tuan muda tidak perlu di ragukan lagi. "
Ketika menjelaskan hal itu sebenarnya Faaz sedikit ragu dengan kalimatnya, namun dengan cepat Faaz menyangkalnya dan memastikan jika hal itu yang terbaik. Apapun permintaan tuannya, Faaz tidak akan berani mengatakan tidak.
"Faaz aku hanya tidak mau menjadi orang yang di pandang jahat olehnya, ayo kita pergi menuju kesekolahnya. Aku sudah merindukan wajahnya, Faaz segera siapkan mobil. " ucap Hanzel dengan tiba-tiba.
"A-apa tuan? "
Apakah telinga Faaz bermasalah?
"Aku bilang siapkan mobil, kita ke SMA Bakti Husada sekarang juga. " ucap Hanzel dengan tegas menunjukkan kepemimpinannya.
Tidak tahu mengapa Hanzel merasa sangat rindu dengan gadis kecil itu. Tiba-tiba merasa sangat ingin menemuinya.
Sementara itu di Cea sedang bermain bola basket di tengah lapangan. Berduel dengan sosok laki-laki berperawakan tampan.
"Ayo Darlen! "
"Darlen! "
"Darlen..."
Ya, mereka adalah Cea dan Darlen, salah satu laki-laki tampan menurut siswa di sana.
"Kalo aku menang, kamu harus ikutin semua permintaan aku. " ucap Cea dengan tampang di buat menyeramkan.
Namun sayangnya di mata Darlen Cea seperti anak kucing yang menunjukkan cakarnya, sangat imut.
"Lo terlalu percaya diri bisa menang dari gue."
"Heh gula aren, jangan pernah mandang rendah seorang Cea! " ucap Cea dengan tatapan tajamnya.
Pritttt
Bunyi peluit yang di tiup oleh Andra memulai pertandingan siang itu, Cea dan Darlen saling berebut bola untuk bisa memasukkan bola kedalam ring basket.
"Haha... mana kesombongan lo tadi. " ejek Darlen karena berhasil meraih poin 1 lebih tinggi dari Cea.
"Darel lihat apa itu. " ucap Cea tiba-tiba yang membuat fokus laki-laki itu hilang.
Dengan cepat Cea merebut bola basket dan memasukkan kedalam ring.
"Cihh! licik. "
"Yes, poin kita sama. " ucap Cea menepuk bahu Darlen.
"Jadi pertandingan ini selesai. Gue capek, ga ada yang menang. " lanjutnya.
Bukan tanpa sebab Cea menyelesaikannya, lagipula awalnya mereka hanya untuk bersenang-senang tidak mencari siapa yang lebih unggul.
Cea tau jika di teruskan maka dia akan kalah.
Saat Cea hendak keluar dari lapangan, Darlen mengucapkan sesuatu yang melukai harga diri Cea. Sekaligus memancing emosi dari seorang Glancea.
"Lo lemah Cea, gue kira lo perempuan yang kuat. Pertandingan belum selesai, lo belum boleh pergi dari sini. "
"Udah Cea ga usah di lanjutin. " ucap Abila memegang tangan Cea dengan sangat erat.
"Ga bisa, kesombongannya harus di bungkam. Lepasin Bila, biar Cea selesain urusannya. " ucap Cea melepaskan tangan Abila.
"Kenapa sih Cea keras kepala. " ucap Abila dengan tatapan khawatir melihat Cea yang berjalan menuju tengah lapangan kembali.
Tatapan mata Cea langsung menghunus tajam kearah Darlen dengan emosi menghampirinya kembali.
"Maksud kamu apa? " tanya Cea.
"Lo lemah. "
"Aku ga takut sama kamu! " ucap Cea.
"Kalo gitu, selesain pertandingannya, sampai salah satu dari kita menang. "
Cea dengan gampangnya menyanggupi itu, tanpa pikir panjang.
"Oke! "
Darlen dan Cea kembali berebut bola basket, namun kali ini gerakan Darel begitu lincah sehingga Cea kesulitan untuk menggapai bolanya.
"DARLEN NGAPAIN KAMU BERDUAAN SAMA NIH CEWE..! "
Sontak seluruh pasang mata yang berada di lapangan memusatkan perhatiannya ke arah perempuan berwajah bule dengan rambut panjang.
"Shine. " gumam Darlen.
"Heh lo siapa? Ngapain sama tunangan gue. "
Gadis yang Darlen sebut Shine tadi mendorong Cea hingga terjatuh, Abila yang melihat segera berlari dan menolong Cea untuk berdiri.
"Kamu apaan sih, ga usah main dorong-dorong dong, lagian cowok kamu nih kegatelan sama temen aku. " ucap Abila membentak Shine.
"Enak aja! Ga mungkin Darlen gitu pasti ini ulah dari cewe ini duluan. " ucap Shine masih dengan rasa kesalnya.
"Ngapain kamu kesini? Ayo pergi. " ucap Darel segera menarik tangan Shine pergi dari lapangan basket.
"Iiihh nyebelin banget, Cea kenapa kamu diem aja sih. Seharusnya kamu bales tadi viar tau rasa. " ucap Abila memarahi Glancea.
"Ngapain Bila, udah ah ayok kita kekelas. Tapi temenin aku ganti baju dulu ya. " ajak Cea mendorong punggung Abila dengan pelan agar berjalan.
Para murid yang melihat kejadian barusan langsung membuat gosip dan mulai menebak siapa perempuan yang mengaku tunangan Darlen itu.
"Udah ayok, ga usah di dengerin. " ucap Cea
Setelah berganti pakaiannya Cea dan Abila memasuki kelas, meninggalkan Darlen dan teman-temannya serta perempuan yang berwajah bule itu.
"Wah wah siapa nih Ar, lo ga pernah cerita ke kita-kita. " ucap Widi sembari memberikan tatapan nakal ke arahnya.
"Hai, kenalin Shine tunangan Darlen. " ucapnya mengulurkan tangan kearah Aldi, Zaki, Widi dan Andra.
"Lo ga pernah bilang punya cewe secakep ini Ar. " ucap Widi yang terus menggoda Shine hingga membuatnya tersipu.
"Dia tunangan gue! " ucap Darlen memberikan tatapan tajam ke arah Widi.
"Santai bro gue cuman bercanda hehe.. "
"Darlen aku ke sini karna permintaan papa kamu, dia nyuruh aku pindah kesekolah ini biar sekalian jagain kamu. " ucap Shine sambil bergelayut manja di lengan Darlen.
"Widihhhh keren, bahasa indonesia lo fasih bener. " ucap Andra mengacungi jempol kearah Shine.
"Dia di Indo udah dari lama, 7 tahun. " ucap Darlen.
"Owhh pantesan. "
"Arlen cewe yang tadi siapa? " tanya Shine dengan nada merajuk.
"Bukan si-"
"Dia itu cewe gatel yang gangguin cowok lo. " ucap Widi dengan smirk.
"Widi lo apaan sih. " ucap Zaki yang merasa Widi memiliki dendam pribadi terhadap Cea.
"Nyata. "
"Ga usah lo dengerin Shine, dia itu cuma temen angkatan doang. " jelas Aldi dengan genit.
Shine hanya menganggukkan kepalanya, ia terus bergelayut di lengan Darlen hingga membuat pemiliknya sedikit risih.
"Lepasin Shine. "
"Kenapa sih Arr, kan ak kangen sama kamu. Emang kamu ga kangen apa sama aku. " ucap Shine dengan suara yang mendayu-dayu.
"Suara lo lembut banget sumpah. "
Widi berdecak kagum, pandangan Widi saat melihat Shine begitu memuja hingga melupakan diri bahwa sebenarnya dirinya memiliki seorang kekasih.
"Ayo pergi. " ajak Darlen menarik tangan Shine menjauhi teman-temannya.
"Wid lo jangan gitu, Darlen kayaknya kurang suka lo gangguin ceweknya. " ucap Zaki menasehati.
"Sotoy lo Ki. " jawab Widi dengan sinis.
"Hah, serah lo dah. Gue pergi. " ucap Zaki diikuti oleh Andra dan meninggalkan Aldi bersama Widi di situ.
"Gila tuh cewe cantik bener. " ucap Aldi menggelengkan kepalanya dengan takjub.
"Aslii, apalagi dadanya behh mantap men. "
Di sisi lain, Hanzel dan Faaz berada di sebrang jalan SMA Bakti Husada mengawasi seorang gadis kecil yang terlihat keluar dari gerbang.
"Lihat tuan itu nona Cea. " ucap Faaz menunjuk gadis pendek berpipi chubby itu.
Sama sekali tidak menarik. Anehnya tuannya merasa jatuh cinta pandangan pertama. Padahal banyak cewe sexy dan sangat cantik bahkan model internasional yang sering menggoda tuannya. Jelas Cea tidak bisa di bandingkan dengan model-model papan atas itu.
"Tuan apakah kita akan menghampiri nona? " tanya Faaz.
"Tidak. "
Apa? Yang benar saja, tidak menemui Cea. Lalu sedari tadi selama 2 jam mereka di situ hanya untuk melihat Cea dari kejauhan dan bahkan didalam mobil.
"Ikuti dia."
"Baik tuan. "
Mobil Hanzel berjalan mengikuti Cea yang meniki ojek online, lihatlah dimata Hanzel Cea begitu mengagumkan.
"Cantik. "
"Tuan nona Cea memang cantik. " ucap Faaz.
"Aku tidak menyuruhmu untuk memujinya Faaz, apakah kamu mau mati? " tanya Hanzel dengan nada menyeramkan.
Seketika hawa mobil begitu dingin, Faaz hanya bisa mengumpati dirinya sendiri akibat kata-katanya yang kelewat ceplas ceplos.
"Tuan saya salah. "
Mobil mereka memasuki sebuah desa kecil dimana rumah Cea berada.
"Hmm tidak buruk, disini cukup segar. " ucap Hanzel, ia menurun kan kaca mobil dan menghirup udara yang tidak tercemar polusi udara seperti di pusat kota.
"Tuan Hanzel, orang-orang di sini sangat mengerikan. "
Faaz kembali mengingat kejadian dimana dirinya di pukuli dengan ganggang sapu oleh tetangga Cea.
"Kenapa? " tanya Hanzel.
"Ah tidak tuan tidak ada apa-apa" jawab Faaz dengan cepat.
"Memalukan jika tuan Hanzel tau. " batin Faaz.
Hanzel memperhatikan Cea yang turun dari atas motor dan masuk kedalam rumah.
"Bukankah rumah ini terlalu kecil Faaz? "
Kecil apanya? Mata Hanzel buta kah? Rumah Cea sudah berdinding tembok, menurut Faaz itu tidak bisa di bilang kecil.
"Tidak tuan. "
"Apanya yang tidak, bukan kah sangat jauh berbeda dari mansion keluargaku. "
"Tuan..." jerit Faaz dalam hati.
Selama beberapa menit mereka di situ, akhirnya Hanzel menyuruh Faaz untuk kembali ke mansion. Sepertinya Hanzel kesal karena Cea tidak lagi keluar dari rumah setelah pulang dari sekolah.
"Hanzel kamu dari mana sayang? " tanya Merry.
"Mommy aku baru pulang dari kantor. " ucapnya dengan sedikit keraguan.
"Benarkah? "
"Iya. "
"Kau tidak berbohong? "
Hanzel yang paham jika Merry mengetahui sesuatu, mau tidak mau menjawabnya dengan jujur. "Hem sedikit. "
"Hanzel perihal gadis itu... "
"Mommy aku sudah tau, aku akan menunggunya lebih dewasa. " ucap Hanzel dengan tegas.
Merry yang mendengar sedikit terkejut, dirinya berpikir ingin mencarikan perempuan lain saja.
"Tapi sayang bukankah umurmu sudah pantas untuk menikah? Mommy bisa carikan perempuan yang baik untukmu. " ucap Merry dengan antusias.
"Lagipula Mommy ingin punya cucu secepatnya. "
"Mommy aku sudah jatuh hati kepadanya, tidak perduli jika harus menunggunya hingga sedikit dewasa. " ucap Hanzel.
"Apakah kamu yakin? Mungkin saja itu hanya sedikit rasa penasaranmu. Hanzel di luar sana ada lebih banyak wanita cantik. " ucap Merrry yang masih tetap bersikukuh untuk mencarikan wanita terbaik.
"Mommy perempuan di luaran sana bukan tipeku, aku tidak suka wanita yang berpakaian terbuka dan suka pamer tubuh kebanyak orang. "
Hanzel mencoba menjelaskan kepada Merry, saat ini Hanzel benar-benar yakin jatuh hati kepada Cea dan akan menunggu umur Cea sedikit lebih dewasa.
"Baiklah tapi Mommy masih berharap kamu segera mendapatkan wanita dan memberikan Mommy cucu. " ucap Merry.
"Mommy tenang saja. "
Sedangkan saat mobil Hanzel sudah pergi barulah Cea keluar dari rumah, ia memperhatikan keadaan sekita rumahnya memastikan tidak ada orang yang mengintainya selain mobil hitam itu. Ternyata Cea sudah mengetahui jika dirinya diikuti dan tetap berusaha tenang karena firasatnya mengatakan jika itu bukan orang jahat.
"Siapa ya yang mengikutiku? " tanya Cea kepada dirinya sendiri.
Banyak pertanyaan dikepala Cea, saat keluar gerbang sekolah tadi Cea sudah merasa ada yang memperhatikannya. Hal itu terbukti ketika ia menaiki ojek untuk pulang tadi, sebuah mobil yang berada di sebrang jalan mengikutinya pulang kerumahnya.
"Apa orang itu orang yang sama seperti yang di ceritakan waktu itu? "
Cea mencoba menghubungkan kejadian dimana tetangganya datang dan memberi tahu untuk berhati-hati karena ada yang mencarinya.
"Apa mungkin teman papa dan mama? "
"Haishh sudah lah pusing memikirkannya. " ucap Cea.
Daripada memikirkan hal yang belum pasti dan ia hanya bisa menebaknya saja lebih baik Cea segera bersiap karena akan lari sore.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 66 Episodes
Comments
🔵꧁ঔৣ⃝𝐊ꪶꪖ𝘳ꪖ❦꧂
anakmu suka sama yang muda-muda tanteee 🫢
2024-06-11
0
Hiatus
faaz sngt sabar sekali
2024-06-09
0
I am Ready
tu zelll tau kok keluarga lo kaya gue juga tauu hiksss
2024-05-30
0