Rencana yang gagal

Faaz berdiri lama di depan rumah sederhana yang jauh dari kata mewah, sebetulnya ia ragu untuk datang ke sini namun, apalah dayanya yang hanya menjadi bawahan dari tuan besarnya.

Sedari tadi yang di lakukan Faaz hanyalah berdiri dan berjalan mondar mandir di depan rumah Adira, ia bingung bagaimana menjelaskan kepada perempuan yang tuannya inginkan itu.

"Bagaimana ya caranya agar bisa masuk? Aku harus jadi apa? Berpura-pura menjadi tetangga baru atau tukang sampah? " Faaz melihat sebuah gundukan daun-daunan kering yang terlihat habis di sapu.

"Ah mana mungkin aku menjadi tukang sampah, ketampananku tidak cocok untuk melakukan itu, jika bukan karna tuan besar dan tuan muda mana mau aku melakukan hal begini. "

"Ayolah Faaz berpikir, bagaimana caranya agar kamu bisa menemui Adira. "

Lama Faaz berdiri memikirkan rencana dadakannya itu. Hingga tidak lama kemudian matanya menatap keberadaan seseorang yang mungkin bisa ia tanyai sesuatu nanti.

"Permisi, apakah yang punya rumah ada? " tanya Faaz memberhentikan salah satu perempuan paruh baya yang lewat.

Lama perempuan itu tidak menjawab, malah seakan-akan tatapan perempuan paruh baya di hadapannya ingin menelanjangi dirinya saja.

Tatapan curiga di layangkan ke arah Faaz, hingga membuat dirinya menjadi canggung.

"Kamu siapa? " tanyanya dengan tatapan curiga.

"Saya? I-itu.. " duhh aku harus jawab apa batin Faaz.

Setelah mendapatkan sebuah ide Faaz tersenyum menatap perempuan paruh baya itu.

"Saya temannya no- maksud saya Adira buk, kedatangan saya ke sini ingin bertamu. " ucap Faaz masih dengan senyumnya berusaha untuk ramah

"Apakah ibu tau Adira? Rumahnya terlihat sepi saya takut nantinya akan mengganggu jika langsung mendatanginya. " ucap asal Faaz, apapun yang ada di pikirannya maka akan ia keluarkan.

"Yang tinggal di sini itu seorang gadis perempuan sendiri, tidak pantas seorang laki-laki mendatangi rumah gadis perempuan. Kamu mau macam-macam ya? " tuduh ibu-ibu yang tidak mempercayai perkataan Faaz.

"Lagian setahu saya Adira tidak pernah punya teman seperti kamu. "

Pantaskan jika ibu paruh baya itu menebak? Di lihat dari usia serta pakaian Faaz yang harganya bukan main. Mana mungkin anak sekolahan memiliki seorang teman yang seperti ini.

"Ehh tidak nyonya tidak s-saya.. "

"Udah gak usah cari alasan dan pembelaan ya. " ucapnya dengan galak

"Pergi dari sini cepat! " lanjutnya dengan mata yang melotot mengerikan ke arah Faaz

"Saya teriakin nih ya!? Dasar laki-laki gila! "

"Tolong..."

Perempuan paruh baya itu memukuli Faaz menggunakan sapu lidi yang di pegangnya sambil berteriak.

BUGH

BRUk

"Aduh... Bentar buk saya bisa menjelaskannya. Awsh.. Aw... " teriak Faaz, ia berusaha melindungi badannya dari pukulan yang di layangkan perempuan paruh baya di depannya ini.

"Pergi gak? Pergi... Dasar brengsek! "

Faaz yang panik pun langsung berlari menuju mobil setelah di ancam begitu, bisa habis ia jika di tuduh yang tidak-tidak. Faaz langsung menjalankan mobilnya menuju ke mansion dengan kecepatan paling cepat meninggalkan kediaman Adira.

"Siapa orang itu, awas saja jika macam-macam lagi. " geram perempuan paruh baya itu.

Di dalam mobil Faaz memikirkan bagaimana caranya mengajak Adira agar mau datang berkunjung ke kediaman Damian. Sepertinya Faaz harus memberi kabar terlebih dahulu kepada sang tuan.

"Agrhh sakit sekali badanku, sial. " gerutu Faaz.

Faaz mengambil Handphonenya dan melakukan panggilan kepada Hanzel.

"Hallo tuan. "

"Bagaimana? " tanya antusias dari sana.

"Maaf tuan saya gagal, bahkan belum sempat bertemu dengan nona Adira. " sesal Faaz.

"Bodoh! "

"Hal seperti ini kamu tidak dapat menyelesaikannya, tidak berguna! "

Faaz meringis mendengar umpatan dari sebrang sana, jika ia berada berhadapan dengan sang tuan pastilah nyalinya akan ciut sekarang.

"Maaf tuan, tapi saya akan mencobanya kembali. "

"Ya bagus, kau boleh istirahat karena hari juga sudah malam. Lanjutkan besok. " ucap Damian.

"Baik tuan besar, terimakasih. "

Untung saja mental Faaz masih aman, jika dia bukan orang terlatih sudah bisa di pastikan bahwa dirinya akan terkena tekanan batin setiap hari.

"Baru kali ini aku tidak bisa menyelesaikan apa yang diperintahkan oleh tuan, aku rasa ini adalah misi yang sangat sulit. " ucap Faaz dengan tampang menyedihkan.

Sedangkan di sisi lain Buk Mirna yang merupakan perempuan paruh baya yang bertemu dengan Faaz tadi menghampiri rumah Adira.

"Hah, aku harus memberi tahu Adira agar dia bisa lebih berhati-hati. "

Tok

Tok

Tok

"Assalamualaikum, Dira.. " panggil buk Mirna.

Adira yang sedang menonton drama korea di dalam kamarnya segera bangkit dan menuju ke arah pintu, ia terlebih dahulu melihat keluar melalui kaca jendela untuk memastikan jika itu bukan orang yang berniat jahat.

"Buk Mirna. " gumam Adira dengan heran.

"Assalamualaikum, Adira... " kali ini buk Mirna sedikit mengeraskan suaranya.

"Waalaikumsalam. " jawab Adira.

Adira langsung membuka pintu dan mempersilahkan buk Mirna untuk masuk namun, buk Mirna berkata hanya ingin menyampaikan sesuatu sebentar saja.

"Dira, tadi ibu bertemu dengan seorang pria yang terlihat dari pakaiannya seperti orang kaya. " ucap buk Mirna.

Adira yang mendengar pun mengerutkan keningnya tidak paham. "Maksudnya gimana ya buk? " tanya Adira.

"Orang itu mencarimu Dira, tadi ibu memperhatikannya dari rumah karena gelagatnya yang mencurigakan. Jadi, ibu memutuskan untuk berpura-pura lewat di depannya dan ternyata tebakan ibu benar, ia mencarimu. Setelah ibu tanya-tanya dia siapa, dia hanya diam tidak bisa menjawab. " jelas buk Mirna dengan panjang lebar.

"Mencariku? Buk Mirna gak salah denger? "

"Gak Dira, ibu gak bohong. Ibu hanya takut dia berbuat macam-macam karena terlihat ia seperti gelisah seperti penjahat takut ketahuan, ibu takut dia melakukan hal buruk padamu. " ungkap ibu Mirna yang menjelaskan kekhawatirannya.

"Umurnya seperti sekitar 27-30, seperti om-om, badannya sangat besar dan mengerikan. Untung aja ibu tadi bisa pukul pake sapu. " lanjut Ibu Mirna.

Adira adalah gadis baik, buk Mirna tahu betul itu. Kedua orang tua Dira juga sangat baik kepadanya ketika ia mendapat kesulitan di masa lalu, sekarang waktunya ia membalas kebaikan itu dengan ikut menjaga Adira dari orang-orang yang berniat jahat kepadanya.

"Tapi Dira gak ada temen om-om buk, temen Dira juga bukan dari keluarga berada yang punya mobil. " jelas Dira mengerutkan keningnya bingung.

Muncul kekhawatiran di hatinya takut orang itu kembali datang dan perkataan ibu Mirna benar adanya. Apa ada orang yang sengaja ingin mencelakai dirinya? tapi siapa pikir Adira dengan kalut.

"Kamu harus jaga diri baik-baik Dira, saat malam sebaiknya kamu pastikan rumah kamu aman dan sudah terkunci. Jika ada sesuatu hal atau masalah berceritalah kepada ibu, sebisa mungkin ibu akan bantu kamu. " buk Mirna menatap Dira dengan perasaan tulus.

Dira yang melihat pun ikut merasa terharu dengan perkataan buk Mirna. "Terimakasih buk, Dira beruntung banget karena ibu sudah banyak membantu Dira selama ini. Dira gak tau harus balas pake apa perbuatan baik buk Mirna. "

"Untuk masalah jaga diri, insha Allah Dira akan berusaha sebisa mungkin menjaga diri dari hal-hal yang tidak baik. " lanjut Dira sambil menintikkan air matanya terharu dengan kebaikan yang di berikan tetangganya.

"Sudah jangan menangis, ibu pamit pulang dulu ya. Pintu rumah dan jendela-jendelanya jangan lupa di periksa dulu sebelum tidur. " pesan buk Mirna.

"Iya buk, terimakasih. " ucap Dira dengan sangat tulus.

Buk Mirna hanya menjawab perkataan Dira dengan senyuman, buk Mirna tidak mempunyai anak perempuan wajar jika ia begitu menyayangi Dira.

Setelah Dira melihat kepergian buk Mirna, suasana rumahnya kembali sepi. Ia segera menutup gorden beserta memastikan pintu dan jendela tertutup rapat sempurna.

"Kok aku jadi takut ya? Duhh. "

Mengulang perkataan buk Mirna membuat sedikit kekhawatiran di wajah Dira, ia hanya tinggal sendiri jadi bisa takut kapan saja.

"Huff tenang Dira, serahkan semuanya kepada Allah. " ucap Dira memejamkan matanya lalu menghembuskan nafasnya perlahan.

Menjelang malam Dira belum juga bisa tertidur, setiap mendengar pergerakan ia selalu membuka mata dan memastikan itu bukan orang yang berniat jahat. Hatinya begitu gelisah saat ini, padahal besok ia harus sekolah.

"Huff ayo tidur dong, matanya gak mau nutup sih. " kesal Dira.

Klek.

DEG

Jantung Dira berdebar mendengar suara, ia memperjelas kembali pendengarannya. Suara apa itu? Hantu? Tidak mungkin, lagipula Dira tidak takut.

"Suara apa ya? " tanyanya pada diri sendiri.

Hening, Dira mencoba menenangkan jantungnya yang berdebar kencang karena takut. "Siapa di sana? "

Meong!

"Kucing ternyata. " helaan nafas lega terdengar dari mulutnya.

Menjelang pagi, barulah Dira bisa menutup matanya menuju ke alam mimpi meninggalkan kegelisahan dan ketakutannya sendiri.

Di sisi lain Damian berusaha memberi pengertian kepada putra satu-satunya itu, walaupun kemungkinan sangat kecil Hanzel bisa menerimanya.

"Daddy gimana sih? Aku maunya besok dad. " ucap Hanzel dengan nada kesal.

Ya, Damian sudah menceritakan semuanya kepada Hanzel tentang Adira. Walaupun Damian tahu jika Hanzel akan marah namun, ia harus tetap mengatakannya.

"Kau itu! Hanzel dia itu masih kecil, masih remaja pasti pemikirannya juga sangat dangkal. Ayolah jangan begini pikirkan bagaimana jika nanti ia mengaggapmu menculiknya? Pasti ia akan berpikiran buruk padamu. "

Damian menatap tajam ke arah putranya, Damian tau Hanzel bukan seperti kebanyakan pria. Putranya itu selama ini banyak berkecimpung di dunia bawah, tidak mengenal cinta, masa remaja ataupun tentang dunia luar yang lebih kejam dari dunia bawah.

"Lalu aku harus bagaimana? " ucap frustasi Hanzel.

"Kau yakin menginginkan pernikahan itu? Siapa tau itu hanya perasaan singgah sesaat. Daddy tidak mau jika nantinya kamu hanya mempermainkannya, daddy tidak suka. " ucap Damian dengan tegas.

Hanzel diam tidak menjawab, ia tidak memikirkan sampai ke situ. Hanzel menyukainya, ingin memilikinya ia tidak tahu apakah itu yang namanya cinta.

"Aku yakin dad. " jawab Hanzel dengan mantap.

"Dan aku menginginkan pernikahan itu secepatnya! " lanjut Hanzel dengan wajah serius.

"Kau harus bersabar! Biarkan Faaz menjalankan rencananya, jangan memaksa gadis itu dia masih kecil daddy kasian dengannya. " ucap Damian dengan jujur.

Bukannya membela putra kandungnya malah membela orang lain, Hanzel menghela nafasnya kasar. Hanzel bukan tipe orang penurut dan sabar, ia adalah orang yang tidak suka di kekang dan emosi dengan hal-hal kecil.

"Baiklah, tapi jika Faaz tidak bisa membawanya kepadaku, maka aku yang akan turun tangan. Daddy tidak berhak melarangku saat itu. " ucap Hanzel dengan tegas.

"Good luck boy! " tepuk Damian di pundak Hanzel sebelum meninggalkan putranya itu.

"Huh! Aku akan memastikan jika kamu harus mau denganku. " sarkas Hanzel dengan senyum miring yang tersungging.

"Ya, hanya milikku. "

Damian kembali ke kamarnya, dimana Merry masih mengambek pasal kata 'keriput' sore tadi. "Baby. " panggil Damian.

Ia langsung memeluk Merry dari belakang, umurnya memang sudah tua namun jangan tanyakan cintanya pada sang istri. Tentu saja Damian lebih menyayangi Merry melebihi ia menyayangi Hanzel.

"Baby? Kau masih marah padaku hm? " tanya Damian sembari mengendus leher Merry.

Merry yang sedang memakai perawatan di wajahnya hanya diam tidak menjawab, ia menampik tangan Damian yang melingkar di perutnya.

"Awss... Sayang, oke aku minta maaf. " Damian mengalah.

"Awas Dad, ihh mommy mau keluar. " ucap Merry dengan wajah juteknya.

"No! "

"Dadddy! "

"Aku sudah minta maaf, kau jangan marah-marah. " ucap Damian.

Merry hanya diam tidak menjawab, ia sedang memakai masker. Merry tidak mau maskernya retak hanya karena hal sepele. Bisa jelek nanti wajahnya jika ia terlalu banyak marah, membayangkan itu saja Merry bergidik ngeri.

"Aku tidak bermaksud begitu sayang, bagiku kamu adalah wanita tercantik di hatiku. Aku minta maaf sayang. " bujuk Damian.

"Tidak. "

"Sayang, aku tadi hanya bercanda jangan kamu masukkan kedalam hati. Aku sudah pusing mengurus masalah Hanzel, ayo lah baby jangan membuatku bertambah pusing. Aku membutuhkanmu. "

"Hari ini Mommy mau tidur sendiri! " ucap Merry dengan mutlak.

Jika sudah begitu apalah daya Damian, ia hanya bisa menuruti perkataan istrinya itu.

"Lain kali aku tidak akan membuat masalah dengan istriku. " batin Damian menderita, ia membawa sebuah bantal dan selimut menuju ke arah kamar tamu.

"Tuan besar? " ucap Faaz menatap aneh ke arah Damian yang berdiri di hadapannya.

Damian terkejut melihat keberadaan Faaz, ia berdehem pelan seolah-olah tidak terjadi apapun. Mau di taruh di mana mukanya jika asisten putranya itu tau dirinya diusir oleh sang istri untuk tidur di kamar tamu.

"Kenapa kamu disini? " tanya Damian menatap Faaz berusaha agar tidak terlihat memalukan.

"Aahh itu hehe... Saya rasa saya akan tidur di sini malam ini tuan. " ucap Faaz dengan malu.

"Kamu pikir rumah ku penginapan. " ucap Damian dengan nada sarkas lalu pergi meninggalkan Faaz yang masih tidak percaya di situ.

"Apa itu? Tuan besar menyindirku? " tanya Faaz kepada dirinya sendiri.

Faaz tidak perduli ucapan dari Damian, karena sangat-sangat tau jika Damian hanyalah bercanda.

Saat akan mencari salah satu pelayan, kebetulan Faaz melihat pelayan paruh baya.

"Bik.. tolong buatkan saya kopi, lalu bereskan satu kamar tamu yang biasa. Malam ini saya tidur di sini. " ucap Faaz.

"Baik tuan, saya akan siapkan. "

Kemudiaan Faaz pergi menuju ke arah kolam renang, lalu duduk di kursi menghadap pemandangan kolam renang yang di hiasi lampu hias.

"Hahh, permintaan tuan muda karena mulut bodohku ini. "

Terpopuler

Comments

Hiatus

Hiatus

faaz yang sabar, ok
mampir lagi..

2024-06-09

0

Hiatus

Hiatus

jadi tukang sulap saja

2024-06-09

0

I am Ready

I am Ready

ceplas ceplos sihh/Sweat/

2024-05-30

0

lihat semua
Episodes

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!