Bertemu Pemuda Narsis

"Kalian kerjakan tugas ini secara berkelompok dan jangan lupa kumpulkan minggu depan." Seorang guru wanita dengan name tag Ira tengah menatap siswanya yang tengah sibuk mencatat soal di papan tulis.

"Baik bu." Sahut para siswa serentak tanpa mengalihkan pandangannya. Mereka sibuk mencatat soal yang ada dipapan tulis.

.

.

.

.

Dirga dan Reihan tengah menikmati acara makan siangnya di cafetaria, namun segerombolan siswi menghampiri mereka.

"Hai, Dirga. Ku dengar kau akan berulang tahun dalam waktu dekat ini." Ucap salah satu diantara mereka dengan nada yang di lemah lembutkan, membuat Dirga dan Reihan merinding. Gadis dengan name tag Vidya dengan tanpa rasa malu memeluk lengan Dirga, membuat pemuda itu risih.

"Kau tau darimana?" Tanya Dirga dengan datar sambil menghempaskan lengan yang dihinggapi Vidya dengan harapan gadis itu mau melepaskan lengannya, namun nihil.

"Tentu saja dari ayahku. Ayahku adalah wakil kepala sekolah disini, jadi semua data siswa ada padanya. " Sahutnya sombong. "Nanti jangan lupa undang kami, ya. Ah, kau jangan mengundang Nayra, nanti kau bisa kena sial." Lanjutnya dengan enteng saat melihat Nayra berjalan menuju cafetaria bersama Reiva.

"Aku hanya mengundang sahabatku saja." Jawab Dirga datar, membuat gadis itu menahan kesal.

"Tapi Nayra bukan sahabatmu, kan? Lagipula jika kau mengundangnya bisa saja kau kena sial. Lebih baik kau mengundang kami saja." Ucap Vidya ngotot.

"Bisakah kalian menyingkir? Suara berisik kalian mengganggu acara makan siangku." Ucap Reihan dengan pedas membuat Vidya dan teman-temannya memerah menahan marah.

Segera mereka bergegas pergi meninggalkan kedua pemuda tampan itu. Begitu mereka berpapasan dengan Nayra dan Reiva, Vidya mendorong Nayra begitu saja lalu bergegas pergi.

"Hei, ada apa denganmu!" Teriak Reiva menggelegar. Dia segera membantu Nayra berdiri.

"Kau tak apa-apa? Mereka sungguh keterlaluan." Umpat Reiva sambil memandang tajam Vidya dan antek-antek nya.

"Aku baik-baik saja, sungguh." Ucap Nayra berusaha meyakinkan Reiva. "Ayo kita memesan makanan." Lanjut Nayra lagi.

"Baiklah. Kebetulan aku juga lapar."

.

.

.

.

Nayra tengah menatap langit sore yang temaram di sebuah taman. Terdapat sebuah hutan kecil di tengah taman itu. Sang surya baru saja menuju peraduannya meninggalkan semburat merah berpadu oranye dan lembayung di langit. Meninggalkan jejak cahaya yang tampak indah.

Gadis itu duduk sendirian di sebuah taman di temani hembusan semilir angin yang bertiup sepoi-sepoi, menerbangkan anak rambutnya yang tidak di ikat membuatnya terlihat mempesona.

Sebuah lengan kekar terjulur di belakangnya. Tangan itu menyelimuti tubuh Nayra dengan jaket kulit bewarna hitam, membuat gadis itu terperanjat kaget dan dengan cepat menoleh ke belakang.

Terlihat seorang pemuda tampan dengan rambut hitam legam di hiasi beberapa helai rambut bewarna putih, mata dua warna yang terlihat tajam di bingkai alis rapi, hidung mancung yang pas dengan wajahnya.

Mereka terpaku sejenak dalam khayalan masing-masing diiringi debaran aneh, sebelum pemuda itu berdeham mengembalikan kesadaran masing-masing.

"Sebentar lagi malam, cuaca berangin bisa membuatmu sakit." Suara baritonnya berhasil memecah kecanggungan diantara mereka.

"Boleh aku duduk disampingmu?" Tanya pemuda itu yang hanya dijawab dengan anggukan.

Pemuda itu segera duduk di samping Nayra dan ikut menatap langit senja yang indah. "Kau sendirian?" Tanya pemuda itu sambil celingukan.

"Iya. Aku hanya ingin sendiri." Jawab Nayra pelan. "Kau sendiri?"

"Aku hanya kebetulan lewat sini. Kau Nayra kan?"

"Darimana kau tau namaku?" Tanya Nayra curiga. Gadis itu lalu menatap pemuda yang tengah duduk disampingnya dengan pandangan menyelidik membuat pemuda itu salah tingkah.

"Aku tau aku tampan. Jadi berhenti menatapku seperti itu. Bisa-bisa kau jatuh cinta padaku. " Ucap pemuda itu dengan narsis membuat mood Nayra turun drastis.

"Maaf, tapi aku tidak tertarik padamu. Kita tidak saling kenal, kan." Ucap Nayra sambil berdiri. Tangannya meraih jaket kulit yang berada di pundaknya lalu mengembalikannya kepada pemuda itu. "Terimakasih, tetapi aku harus pulang." Tanpa aba-aba gadis itu segera berlari meninggalkan pemuda itu yang tengah cengo di tempat.

"Walah walah walah... Sepertinya ada yang patah hati." Terdengar suara laki-laki dengan nada mengejek, membuat pemuda itu mendengus kesal.

"Bisakah kau tidak menggangguku dengan nada menyebalkan mu itu?" Kesalnya sambil menatap sengit seorang pria dewasa yang berdiri dihadapannya. Pria itu memiliki paras tak kalah tampan dengan rambut hitam legam, mata hitam tajam dibingkai alis yang menukik tajam, hidung mancung dengan hiasan luka di hidungnya.

Melihat sang adik kesal, pria itu malah memprovokasi sang adik. Dengan entengnya pemuda itu berkata, "Rupanya adikku sudah besar ya~ Jadi, kapan kau akan memberiku keponakan yang manis?"

Mendengar ucapan absurd sang kakak, sontak aura membunuh menguar dari tubuh Rean membuat sang kakak, Agra merinding.

"Bisakah kau diam?" Rean berkata dengan nada dingin sambil menatap sang kakak dengan tatapan membunuh. "Atau aku akan mengulitimu hidup-hidup." Lanjutnya dengan nada penuh penekanan. Rean segera menghilang dari sana sebelum Agra merecokinya dengan pertanyaan aneh lainnya.

"Yaahh. . Orang patah hati memang menyeramkan."

.

.

.

.

.

Hari berlalu begitu cepat, saat ini Dirga tengah membagikan surat undangan kepada sepasang Rei kembar dan Miana.

"Aku harap kalian datang di pesta ulang tahunku." Ucap Dirga sambil memandang sepasang saudara kembar tak identik dan Miana secara bergilir penuh harap.

"Kami akan datang. Kau harus menyiapkan banyak makanan enak nanti, ya." Ucap Reiva dengan semangat membuat saudara kembarnya menghela nafas.

"Tentu saja. " Kemudian Dirga melihat Nayra baru saja tiba dan menyerahkan surat undangan. "Kau juga datang ya, Nayra. Reiva dan Reihan juga akan datang. " Ucapnya penuh harap.

"Dan aku juga datang." Ucap Miana sambil memamerkan kartu undangannya dengan semangat.

"Baiklah. Aku akan datang nanti." Ucapnya sambil tersenyum tipis. Membuat Dirga merasa senang.

"Yeay! Kau yang terbaik!"

.

.

.

.

Reiva tengah berjalan santai bersama Nayra, namun gadis itu terlihat seperti memikirkan sesuatu membuat Reiva heran dan memutuskan untuk bertanya. "Kau kenapa? Akhir-akhir ini kau terlihat sering melamun."

"Aku tidak apa-apa. Sungguh." Ucap Nayra gelagapan. Reiva memandang mata Nayra sejenak lalu berkata, "Jika kau mau, kau bisa menceritakan apapun padaku. Jika kau ada masalah, bilang saja padaku." Ucapnya sambil tersenyum tulus.

Nayra tertegun mendengar perkataan Reiva dan membalas senyumannya. Mereka melanjutkan perjalanannya menuju kelas.

"Hei kalian, ada postingan menarik di forum pemburu makhlukku." Dirga menghampiri Nayra dan Reiva sambil mengutak atik handphonenya.

"Katanya ada sesosok makhluk bergaun merah muncul di sebuah jalan" Dirga melanjutkan sambil menyodorkan handphone nya kehadapan sepasang sahabat itu.

"Jadi kau mau aku menemanimu begitu?" Tebak Reiva.

"Hehehe.... Ayolah~ Aku akan mentraktir kalian sepuasnya." Rayu Dirga tanpa berfikir panjang.

"Benarkah? Sepuasnya?" Reiva memastikan perkataan Dirga yang direspon dengan anggukan cepat. Reiva menyeringai.

"Ku harap kau tidak menyesali perkataanmu." Nayra memperingati Dirga yang tengah bersemangat.

"Tidak akan!"

Terpopuler

Comments

Author Kucing

Author Kucing

makasi kak udh mampir. .

2022-06-19

0

brgta_rin

brgta_rin

kenapaa ceritanya seseruu ini..hayoo up thor,saya nagih buat baca😔.

2022-06-19

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!