"Bunda,,,, bunda,,,, !" terdengar jelas suara Raya manggil Karina dari balik pintu kamar, membuat Karina dan Martin saling berpandangan karena sama sama merasa terkejut bukan main, mereka tak menyangka kalau Raya akan pulang se pagi itu dari rumah sakit
Beberapa menit sebelumnya,
Tepat di depan gerbang rumah Raya, Toni yang pagi itu mengantarkan Raya pulang untuk beristirahat sengaja tidak menurunkan jendela kaca mobil saat Maman sang penjaga membuka kan gerbang untuk mereka.
Terlihat Maman beberapa kali mencoba melongok ke isi mobil, namun Toni terus melaju sampai ke halaman depan rumah yang jaraknya agak jauh dari pos jaga security.
Dari spion Toni dapat melihat jelas kalau maman buru buru mengeluarkan ponselnya, sepertinya dia hendak menghubungi Karina, seperti biasanya dia pasti akan memberi laporan pada orang yang menyuruhnya itu bahwa Raya sudah sampai di rumah.
"Kok, ada mobil kak Martin ?" gumam Raya pelan sambil memperhatikan mobil milik Martin yang terparkir di halaman rumahnya.
"Nginep sini kali !" seloroh Toni asal.
"Hussh,,, mana ada,,,! Kak Martin gak pernah nginep di sini!" tepis Raya.
"Ya,,, itu kan, setau mu!" ujar Toni lagi cuek.
"Kak Martin itu bukan kamu yang suka nginep di tempat pacar mu, kalau kamu suka nginep di tempat Cila, gak berarti semua cowok kaya kamu, dong !" sewot Raya yang tiba tiba membawa bawa nama Cila, entahlah pikiran dari mana itu, yang jelas hatinya marah dengan pikirannya sendiri, dimana dia membayangkan kalau Toni sering menginap di tempat Cila.
"Tau dari mana, aku sering nginep di rumah Cila?" tanya Toni dengan senyum culasnya.
"Ishh,,, kamu menyebalkan!" sentak Raya, dadanya kini terasa sesak dengan amarah yang entah apa penyebabnya, bukankah kalau Toni menginap di tempat Cila itu wajar saja, toh mereka berpacaran, lantas apa hubungannya dengan dirinya? mengapa dirinya harus marah mendengar semua itu?
Raya bahkan langsung keluar dari dalam mobil seraya membanting pintu sekencang mungkin karena saking kesalnya.
Toni hanya menggelengkan kepalanya,
"Dasar gadis manja, aneh! Udah di anterin boro boro bilang terimakasih, malah banting pintu!" gerutu Toni sambil terus memperhatikan punggung Raya yang menjauh lalu hilang di balik pintu.
Tak sedetik pun gadis itu membalikan badannya lagi ke arahnya, dia benar benar pergi dengan membawa kekesalan.
Suara ketukan di jendela tepat kaca mobil tempatnya duduk membuyarkan lamunannya,
Maman ternyata sudah berdiri tepat di sampingnya,
Toni turun dan memandang tajam security yang tampak tak ramah padanya itu.
"Siapa anda? Ada hubungan apa dengan nona Raya? " tanya Maman dengan songong nya.
"Apa kau bapaknya? kenapa kau tanya tanya segala?" ketus Toni.
"Saya bertanggung jawab dengan keamanan rumah dan seisi rumah ini, saya harus tau siapa saja yang datang ke sini demi keamanan semua,!" ucap Maman sok jago dan berkuasa.
"Nona mu itu tak mungkin meminta ku mengantarkan nya pulang kalau merasa aku mengancam keamanan dan keselamatannya,!" sinis Toni seraya memberikan kunci mobil pada Maman.
"Berikan ini pada nona mu, dan bersikap baik lah pada nona mu itu, ingat, ayah dari nona mu itu yang membayar mu, bukan orang lain, kecuali kau memang seorang penghianat!" sindir Toni sangat tajam menjurus pada Maman
"Hey,,,! A-apa maksud mu?" suara Maman sontak terasa tercekat di tenggorokan, sehingga membuatnya sedikit tergugup.
"Pikirlah sendiri!" seru Toni sambil berlalu tanpa menghiraukan wajah Maman yang kini terlihat pucat.
'Apa maksud dari ucapan teman nona Raya tadi? Kenapa dia berkata seperti itu pada ku, apa dia tau kalau aku bekerja pada nyonya Karina? Ah,,, tidak mungkin, itu hanya ucapan tidak sengaja nya saja kali!' berulang kali Maman menepis pikiran pikiran jelek di kepalanya.
Terdorong rasa penasarannya, Raya segera menuju kamar ayah dan bundanya.
"Bunda,,, Bunda,,, !" panggil Raya sambil mengetuk ngetuk pintu kamar orangtuanya yang tertutup rapat.
Samar samar tadi Raya mendengar suara Karina yang sepertinya sedang mengobrol dengan seseorang, makanya dia memberanikan diri mengetuk pintu dan memanggil ibu tirinya itu yang dia yakini sudah terbangun atau bahkan belum tertidur sama sekali seperti dirinya karen cemas memikirkan Arsan.
Lebih dari lima menit Raya berdiri di depan pintu kamar menunggu Karina membukakan pintu, sudah tiga kali dia mengulang ketukan di pintu dan memanggil manggil ibu tirinya itu.
Akhirnya pintu kamar pun terbuka, dengan wajah Karina yang tidak tampak gugup atau kaget sama sekali sepertinya dia memang benar benar pemain watak dan punya bakat berakting sejak orok.
"Ada apa Raya, apa ada yang buruk terjadi pada ayah mu? Bunda sangat kaget jadinya,!" Karina mengusap usap dadanya seperti ingin Raya percaya kalau dirinya kini sedang merasa terkejut.
Raya melangkah memasuki kamar luas itu, dia suda biasa masuk ke sana, namun tentu saja tidak pernah sembarangan, hanya kalau ada ayah atau ibu tirinya saja dia masuk ke sana, meski manja dan kadang seenaknya, untuk urusan sopan santun Raya tetap masih menggunakannya.
"Eh, ada apa? Kenapa? Ayo kita ngobrol dikamar mu biar lebih leluasa, bunda jenuh dari semalam berdiam diri di kamar ini, menunggu kabar dari kamu sampai belum tidur sedetik pun," bualnya.
Kening Raya sedikit berkerut, tak biasanya Karina seolah melarang dirinya untuk masuk ke kamarnya, namun semakin di cegah, rasa penasaran Raya semakin menjadi,
"Sebentar aja bun, Raya juga gak mau ganggu istirahat bunda, tadi bunda lagi ngapain ? Kok, sepertinya bunda sedang mengobrol dengan seseorang ? Bunda lagi sama siapa ?" tanya Raya mengedarkan pandangannya ke seluruh ruangan.
"Oh, itu tadi bunda sedang menelpon Martin, mobil Martin kan bunda bawa semalam, jadi mungkin nanti bunda akan mengantarkan mobil Martin ke kantornya, sekalian besuk ayah mu," kata Karina yang seolah tau kalau mobil Martin akan menjadi pemcu rasa curiga Raya terhadapnya.
"Ayah kritis lagi bun, sekarang ayah di ICU lagi, dan tak boleh ada yang menjenguk," adu Raya pada Karina.
Karina tersenyum dalam hatinya, dia yakin kalau sebentar lagi suami tuanya itu akan segera meninggal dengan kondisinya yang bolak balik drop, dengan begitu dia dan artinya tak perlu susah susah melenyapkan nyawa suaminya, hanya tinggal menunggu waktu saja dan semua akan menjadi miliknya.
"Mas Arsan,,, kasihan sekali, padahal tugas mu di kantor sangat berat, ribuan karyawan menggantungkan nasibnya pada mu, mas,,, bagaimana ini," ratap Karina yang justru malah membahas tentang perusahaan dan pekerjaan,bukan kesehatan suaminya.
"Kita akan bahu membahu menggantikan pekerjaan Ayah untuk sementara waktu, selama ayah di rawat," ucap Raya dengan penuh keyakinan.
"Kamu? Tidak,,, tidak,,, sayang. Kamu lebih baik di rumah saja dan fokus pada kesehatan ayah mu, biar urusan perusahan bunda yang menanganinya, kita harus berbagi tugas, biar bunda yang menggantikan tanggung jawab ayahmu di kantor!" ucap Karina.
Tentu saja Karina akan menghalangi agar Raya tidak menyentuh urusan perusahaan dengan segala cara, karena itu akan sangat membahayakan bagi Karina jika Raya mulai tertarik
dengan urusan perusahaan, bagaimana pun Raya pasti akan lebih pantas dan lebih memungkinkan menjadi pengganti Arsan, apalagi basic dia juga seorang sarjana jurusan bisnis, lulusan luar negri pula.
'Tidak,,,ini tidak boleh di biarkan!' gumam Karina dalam hatinya.
"Ya sudah, sepertinya kamu sangat lelah mengurus ayah mu semalaman di rumah sakit, lebih baik kamu istirahat sekarang, tidur gih! Biar bunda nanti ke kantor ayah sekalian nganterin mobil Martin," Karina setengah mengusir, karena Karina menarik tangan Raya agar keluar dari kamarnya.
Raya yang tak punya pikiran jelek sama sekali terhadap ibu tirinya itu, hanya bisa percaya dan mengikuti apapun yang di katakan Karina si ular berbisa itu.
Raya juga tak merasa keberatan saat Karina mengatakan akan meng handle pekerjaan ayahnya di kantor, baginya Karina sudah merupakan bagian dari hidupnya, bukan orang lain.
"Yes,,, sepertinya Tuhan berpihak pada kita, si tua angka itu akan segera mati, dan perusahaannya bisa kita ambil alih secepatnya, sekarang giliran mu bergerak cepat, jangan buang buang waktu lagi, segera nikahi di gadis bodoh itu!" ucap Karina sesaat setelah memastikan Raya pergi jauh dari kamarnya dan segera menarik lengan Martin yang dia sembunyikan di dalam lemarinya.
"Tenang saja, dia itu sudah di tangan ku, dia cinta mati pada ku, jadi kalau hanya mengajaknya menikah itu hal sepele," ucap Martin seraya memakai kembali pakaiannya yang sempat di buka tadi dan di sembunyikan di bawah selimut.
Seketika keinginan yang memuncak itu hilang begitu saja karena kedatangan Raya yang menggagalkan kegiatan pagi yang panasnya.
"Kenapa memakai baju lagi? Apa kita tak meneruskan kegiatan kita yang tertunda tadi?" tanya Karina dengan nada suara yang sengaja menggoda.
"Bukankah kau bilang tadi kita harus bergerak cepat? Hal seperti itu bisa kita lakukan kapan saja, tapi kesempatan tak akan datang dua kali, ayo kita bergerak dengan cepat!" ucap Martin.
Setelah memastikan keadaan rumah aman dan Raya sudah masuk dan tertidur di kamarnya, dengan bantuan Maman dan seorang asisten rumah tangga yang juga bekerja padanya, Karina berhasil mengeluarkan Martin dari kamarnya dengan aman dan melenggang pergi dari rumah tanpa ada seorang pun yang tau.
Tujuan mereka saat ini adalah perusahaan milik Arsan, rasanya Karina sudah tak sabar ingin menduduki posisi tertinggi perusahaan raksasa itu.
"Raya menelpon ku!" pekik Martin saat melihat ponselnya yang bergetar dengan nama Raya di layar.
Segera Martin mengangkat telepon dari tunangan yang akan dia manfaatkan habis habisan itu, sementara Karina memasang wajah tak suka nya saat Martin berbicara dengan begitu mesranya pada Raya lewat sambungan telepon, sepertinya dia cemburu.
"Ada apa tuh, tunangan bodoh mu menelpon mu pagi pagi, dasar cewek gatel, murahan, kata maman dia tadi di antar pria yang sama dengan pria yang mengantarnya dini hari saat dia ulang tahun itu" umpat Karina yang sepertinya umpatan nya itu lebih cocok dia tujukan untuk dirinya sendiri.
"Katanya dia tak bisa tidur dan ingin bertemu dengan ku jam 9 pagi ini di kafe dekat rumah sakit tempat suami mu tercinta di rawat," urai Martin.
"Pastikan dia untuk segera menikah dengan mu, kalau perlu dalam waktu dekat ini, gunakan segala cara, kalau perlu pake cara paksaan atau kekerasan juga boleh lah," ucap Karina kesal.
"Kau meremehkan rayuan ku, tak perlu paksaan atau kekerasan, dia yang akan memohon untuk di nikahi oleh ku kalau aku sudah merayunya," Martin membanggakan dirinya sendiri.
Martin dan Raya kini duduk berhadapan di sebuah kafe, beberapa hari ini mereka jarang sekali bertemu karena kesibukan Martin yang selalu beralasan ke luar kota, terakhir bertemu tadi malam di rumah sakit, itu pun hanya sebentar, lagi lagi karena kesibukannya, martin tak bisa mendampingi tunangannya itu di rumahsakit.
"Sayang, maafkan aku jika akhir akhir ini aku sangat sibuk dan tak sempat menemanimu di hari hari yang seharusnya ada aku disana seperti ulang tahun mu, atau menemani mu di rumah sakit," ucapan Martin terjeda karen dia mengeluarkan sebuah kotak kecil berwarna merah ke hadapan Raya.
"Aku sibuk karena mempersiapkan ini semua untuk mu, untuk kehidupan kita selanjutnya, Raya Lubis, maukah kau menikah dengan ku !?" tiba tiba Martin bersimpuh di hadapannya dan membuka kotak yang berisi cincin yang sepertinya baru saja di belinya secara mendadak itu.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 170 Episodes
Comments
Sulaiman Efendy
RAYA YG GOBLOK BIN BAHLUL...
2024-04-07
0
ᶜᵃˡˡ ᴹᵉ ᴶⁱⁿᵍᵍᵃ😜
geddeg aq sama raya ini,,begonya kebangetan..
2022-10-12
2
Ningrum Ningrum
bullsheet jangan d terima
2022-05-20
1