Suasana di ruang rawat VVIP tempat Arsan di rawat itu tiba tiba menjadi sangat tegang, dokter dan beberapa perawat berlarian datang ke ruangan itu setelah Bagas memencet tombol darurat pemanggil tenaga kesehatan,
Raya, Toni dan Bagas segera di usir ke luar ruangan dan para tenaga medis sibuk memeriksa Arsan dan mengupayakan kesadaran pria paruh baya yang sepertinya dalam kondisi kritis itu.
Wajah tegang sangat tergambar di ketiga orang yang menunggu dokter yang bekerja di dalam ruangan, mata mereka bolak balik mengarah ke pintu ruangan yang tertutup, berharap dokter segera keluar dari kamar itu dan membawa berita baik untuk mereka.
Ribuan untaian doa terlantun dalam hati Raya untuk keselamatan dan kesehatan ayahnya,
'Tuhan, aku belum siap kehilangan satu satunya orang tua ku yang kini tersisa, jangan ambil ayah ku, tolong selamatkan dia, selamatkan ayahku, Tuhan. Aku sangat menyayanginya, ijinkan aku berbakti lebih lama untuknya, beri waktu untuk kami tetap bersama, aku tak akan membantah perintahnya lagi, aku tak akan membuatnya bersedih dan marah lagi, ijinkan dia untuk tetap bersama ku, Tuhan !' pinta Raya dalam diamnya mencoba merayu sang pencipta melalui doa nya.
Lama di nanti, pintu yang menjadi objek penting bagi Raya, Bagas dan juga Toni yang mau tidak mau ikut terlibat dalam atmosfer ketegangan di sana akhirnya terbuka juga, seorang dokter di susul sorang perawat keluar dari ruangan itu, sementara dua perawat lainnya masih sibuk di dalam ruangan, entah apa yang mereka lakukan.
"Dokter, bagaimana keadaan ayah saya?" dengan gugup dan sedikit terbata bata Raya memberanikan diri menanyakan kondisi terkini ayahnya pada dokter yang baru saja menangani Arsan itu.
Tanpa di sadari tangan Raya menggenggam erat lengan kekar Toni seolah mencari bantuan penguatan diri, dia sepertinya sangat ketakutan dan belum siap bila harus menerima kabar yang tidak di harapkan nya keluar dari mulut sang dokter.
"Ayah anda harus di pindahkan kembali ke ruangan ICU karena keadaannya kembali kritis, saya sudah mengingatkan sebelumnya untuk tidak membebani pikiran pasien, jadi untuk sementara waktu tuan Arsan tidak boleh menerima kunjungan dari siapa pun," terang dokter itu.
"Tapi dokter, apa saya sama sekali tak boleh menemuinya?" protes Raya yang merasa keberatan jika dirinya harus di larang bertemu dengan ayahnya sendiri.
"Maaf, tapi ini semata untuk kebaikan dan kesembuhan ayah anda, maaf saya harus mempersiapkan ruangan yang akan di pakai tuan Arsan, saya permisi dulu !" pamit dokter itu meninggalkan Raya yang tubuhnya tiba tiba melemah dan merosot begitu saja ke lantai.
Dengan sigap Toni langsung menahan tubuh mungil Raya yang tiba tiba melemah itu, sangat mudah bagi Toni mengangkat tubuh Raya dan membawanya ke dalam ruang rawat Arsan dan membaringkannya di sofa panjang yang berhadapan dengan ranjang Arsan yang masih terbaring di sana dan sedang di persiapkan perawat untuk segera di pindahkan ke ruang ICU.
"Raya,,, Raya,,, sadarlah!" Toni menepuk nepuk pipi gadis yang masih terpejam dengan mata yang terlihat agak membengkak karena terlalu banyak menangis, bahkan pipinya saja masih terasa lembab akibat lelehan airmata nya tadi.
Bagas datang bersama seorang perawat yang mengekor di belakangnya mendekat ke arah Raya yang masih tak sadarkan diri.
Toni tak beranjak sejengkal pun dari tubuh gadis itu, jemarinya terus bertaut di jari Raya yang kini terasa sangat dingin, garis kecemasan tak dapat di sembunyikan dari wajah dinginnya.
"Maaf tuan, boleh saya memeriksa istri anda dulu?!" seorang perawat yang merasa kesulitan memeriksa keadaan Raya akibat tubuh Toni yang menghalanginya, akhirnya membuat Toni melepaskan tautan tangannya dan sedikit bergeser meski hanya beberapa centi saja, karena dia tak ingin jauh jauh dari gadis manja yang telah berhasil membuatnya merasakan perasaan yang campur aduk dan nano nano ramai rasanya.
'Apa,,, istri ?! Apa aku terlihat seperti seorang suami yang mengkhawatirkan istrinya saat ini ?' batin Toni merasa geli sendiri dengan ucapan perawat tadi yang mengira kalau dirinya suami dari Raya.
"Ayah,,, !"
Suara lirih Raya membuat Toni tersadar dari lamunannya.
"Sudah sadar? Bagaimana, apanya yang sakit?" Toni si irit bicara itu tiba tiba menjadi sangat cerewet bertanya.
"Istri anda hanya syok, dan kelelahan, sebaiknya istri anda beristirahat yang cukup agar kembali pulih," terang perawat itu.
"I- istri?" beo Raya seakan linglung, mengapa saat baru saja tersadar dirinya sudah menjadi istri dari pria es batu itu.
"Emh,,, saya bukan suaminya!" Toni memberi penjelasan pada perawat itu agar tak lagi salah paham akan statusnya.
"Oh, maaf,,, saya pikir anda berdua sudah menikah, anggap saja ucapan saya sebagai doa agar kalian segera menikah, ya ,,,!" cengir perawat itu tanpa rasa berdosa sama sekali.
Pipi Raya pun seketika merona saat menyadari bahwa ini hanya sebuah kesalah pahaman saja.
"Ayo pulang, kau tak dengar apa yang di katakan perawat tadi, kau harus beristirahat," ajak Toni.
"Tapi---" tolak Raya.
"Biar saya saja yang tetap di sini untuk mengurus segala kebutuhan Tuan, nona silahkan pulang dulu dan beristirahat!" Bagas menengahi perdebatan Toni dan Raya.
"Tuan, saya titip nona Raya, tolong antar dia pulang," pinta Bagas.
"Panggil aku Toni atau Lion saja, cukup. Tidak usah terlalu formal, aku bukan tuan mu!" ucap Toni dengan pandangan tajamnya, dia masih harus waspada dan mencari tahu di pihak mana Bagas berdiri, saat ini akan sangat susah membedakan kawan dan lawan, apalagi dirinya yang baru mengenal Raya hanya beberapa hari saja.
***
Di rumah Arsan,
Karina terlihat sangat tidak tenang saat ini, waktu sudah menunjukkan pukul 5 pagi, namun dia masih belum bisa memejamkan matanya.
Bukan khawatir akan kesehatan suaminya, namun sebaliknya, dia justru sangat hawatir jika sampai suaminya itu kembali sehat.
"Tenanglah sayang, si tua itu pasti tak akan selamat, percayalah!" Martin yang ternyata ikut pulang ke rumah itu dengan santai tiduran di ranjang yang biasanya menjadi tempat Karina dan Arsan beristirahat.
Ini memang bukan yang pertama kalinya Martin masuk ke ruang pribadi Arsan, beberapa kali saat Arsan ke luar kota, Karina pasti membawa selingkuhannya itu masuk ke sana dengan cara menyelinap, tak jarang mereka pun melakukan hal hal di luar batas di sana.
"Tapi kenapa pacar mu yang bodoh itu belum juga memberi ku kabar tentang kematian ayahnya ?" kesal Karina sembari terus berjalan mondar mandir di kamar itu.
"Itu berarti belum ada kemajuan berarti pada kesehatan ayahnya," ujar Martin tenang.
"Terus, kalau ternyata si tua itu berhasil selamat dan sembuh bagai mana ?" tanya Karina lagi penuh ketakutan.
"Aku tak akan membuatnya mempunyai kesempatan untuk sembuh, aku pastikan akan segera mengirimnya ke neraka !" ucap Martin kemudian menarik tangan Karina yang masih mondar mandir di hadapannya.
Karina kehilangan keseimbangan akibat tarikan Martin dan lalu jatuh ke pelukan pria yang sedang berbaring di ranjang miliknya itu.
"Ah, kau sangat nakal sayang, aku tak sabar ingin cepat cepat bersama mu seperti ini tanpa perlu bersembunyi sembunyi dari semua orang, setelah si tua itu mati, mungkin hidup kita akan sedikit lebih tenang!" ucap Karina menggoda dengan menggambar pola acak di dada Martin menggunakan jari telunjuknya.
"Hmmmhh sayang, tentu saja, namun sebelumnya aku tetap harus menikahi anak tiri mu dulu, dengan begitu semua kekayaan Arsan Lubis akan jatuh ke tangan kita berdua," Martin menangkap jemari Karina yang menari nari di dadanya yang seakan memancing gairah nya. "Kamu terus menggoda ku sayang, jangan salahkan aku kalau aku memakan mu sekarang juga!" ucap Martin dengan suara serak akibat menahan sesuatu dalam tubuhnya yang ingin segera di keluarkan.
"Aku benci bila harus membayangkan kamu menikah dengan gadis sialan itu, awas saja kalau sampai kamu jatuh cinta sungguhan padanya, ingat,,, itu hanya demi warisannya !" Karina mengultimatum.
"Iya,,, tenang saja, cuma kamu yang bisa membuatku puas dan tergila gila!" ucap Martin yang lalu menindih tubuh Karina tanpa membuang buang waktu lagi.
Tok,,, tok,,, tok,,,!
Suara ketukan pintu kamar menghentikan aktivitas panas pasangan mesum itu,
"Bunda,,,, bunda,,,,!" terdengar jelas suara Raya manggil Karina dari balik pintu kamar, membuat Karina dan Martin saling berpandangan karena sama sama merasa terkejut bukan main, mereka tak menyangka kalau Raya akan pulang se pagi itu dari rumah sakit.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 170 Episodes
Comments
Sulaiman Efendy
GOLBLOK, HRSNYA JGN LO KETUK TU PINTU, DNGRKN PMBICARAAN MRK..
2024-04-07
0
Rini Asih
suka jg dg covernya... apa itu Salman Khan??
2022-04-23
4
Rini Asih
suka dg karakter Toni..
2022-04-23
1