Raya dan Toni saling berpandangan, seolah sama sama bertanya dan mencari jawaban atas apa yang baru saja Arsan katakan pada mereka.
"Ayah, apa maksudnya?" tanya Raya yang tak paham dengan maksud dari perkataan ayahnya itu.
"Bagas,,,Bagas,,,!" ucap Arsan dengan susah payah mengucapkan nama pengacara sekaligus orang kepercayaannya selama ini.
"Pak Bagas?" cicit Raya "Maksudnya ayah ingin bertemu dengan pak Bagas?" tanya Raya lagi yang lalu di jawab dengan anggukan lemah Arsan.
Raya mengeluarkan ponselnya dari saku celana lantas segera menghubungi pak Bagas yang selalu setia pada ayahnya itu sejak puluhan tahun lamanya, bahkan sejak ibunya masih ada.
"Raya juga akan hubungi bunda, bunda pasti sangat hawatir dengan keadaan ayah di sini."
Mendengar itu, kepala Arsan menggeleng seraya mencegah Raya untuk mengabari ibu sambungnya tentang keadaan dirinya yang sudah sadar.
Sekali lagi Raya di buat terkaget kaget dengan sikap ayahnya yang menurutnya sangat aneh dan tak seperti biasanya itu, bukankah biasanya ayahnya itu apa apa sangat bergantung pada istri barunya itu, bahkan di mata Raya ayahnya itu sangat bucin pada istrinya, tapi sekarang tiba tiba dirinya di cegah untuk mengabari Karina yang biasanya harus menjadi orang yang paling pertama mengetahui setiap apa yang terjadi pada ayahnya.
Betapa Raya masih sangat ingat, Karina pasti akan menjadi orang yang pertama kali di kasih tau oleh Arsan di setiap moment penting yang terjadi di keluarganya, misal saat Ayahnya memutuskan untuk menjual rumah lama yang menyimpan banyak kenangan dirinya dengan ibunya, dan pindah ke rumah baru yang saat ini mereka tinggali, Karina lah orang yang pertama kali Arsan beri tahu, tanpa melibatkan atau meminta pendapat Raya sama sekali, untunglah Raya tak pernah punya pikiran buruk pada ibu sambungnya itu, selama ini menurutnya Karina selalu baik padanya dan selalu baik pada ayahnya, jdi tak ada alasan untuk berpikiran buruk padanya apalagi untuk membencinya.
"Kenapa?" Tanya Raya penuh heran.
Lagi lagi ayahnya hanya menggeleng pelan, kali ini air matanya tiba tiba menetes dari sudut mata sayunya, namun tak ada sepatah kata pun terucap dari bibir yang terlihat kering itu.
"Permisi,,, bisa anda berdua tinggalkan ruangan ini dulu, kami ingin memeriksa kondisi tuan Arsan," ucap seorang dokter yang di temani dua orang perawat yang baru saja datang karena tanpa Raya sadari, Toni bergegas memanggil dokter jaga tadi.
Toni menarik pelan lengan Raya yang seakan enggan meninggalkan ayahnya sendirian di ruangan itu,
"Ayo, biarkan mereka memeriksa ayah mu dulu!" si pria arogan itu tiba tiba melupakan nada bicara judes dan ketusnya saat itu, suaranya pelan dan tanpa tekanan.
Raya menurut dan melangkah ke luar dengan tangan yang tertaut dengan tangan Toni.
Selang lima belas menit, Bagas pria berusia sekitar 40 tahunan yang merupakan pengacara sekaligus orang kepercayaan ayahnya itu datang tergopoh gopoh.
"Pak Bagas, ayah,,, hiksss !" tangis Raya kembali pecah saat bertemu dengan pengacara yang masih melajang di usia nya yang tak muda lagi itu.
Baru saja Raya hendak berhambur memeluk Bagas yang sudah dia anggap seperti om nya sendiri itu, namun tangan nya yang masih bertaut dengan tangan Toni seakan menariknya, pria itu seperti tidak rela Raya berpelukan dengan pria lain, maka dari itu Toni sengaja mengencangkan tautan tangannya dan setengah menarik lengan gadis yang tengah menangis tersedu itu.
Raya pun mengurungkan dirinya untuk mendekat ke arah Bagas, dan tetap berdiam di samping Toni yang wajahnya datar saja seolah tak melakukan apapun, dan seolah tak berdosa setelah melarang secara tidak langsung Raya mendekat ke arah Bagas.
Pengacara itu terus memperhatikan gerak gerik dan tingkah polah Toni yang dengan posesif nya terus menautkan jemari dengan tangan putri kesayangan majikannya itu.
"Ah, kenalkan, ini Toni, teman ku," Raya baru teringat kalau dia belum memperkenalkan Toni pada Bagas.
Toni hanya mengangguk dan sedikit tersenyum, tanpa melepaskan tautan tangannya.
"Toni?" Bagas seperti terkejut mendengar nama pria itu di perkenalkan oleh Raya.
"Kenapa?" tanya Toni, yang langsung mengeluarkan mode sinis plus galaknya melihat Bagas seperti terkejut mendengar namanya.
"Ah, tidak,,, sepertinya aku mengenal mu dengan nama yang lain," jelas Bagas sedikit ketakutan melihat tatapan mata elang milik Toni yang seakan siap menerkamnya.
"Oh, pasti pak Bagas mengenalnya dengan nama Lion, apa pak Bagas pernah bertemu atau sudah mengenal sebelumnya ?" tanya Raya.
"Tidak !" jawab Bagas seakan tak ingin memperpanjang cerita.
Dokter dan kedua perawat sudah selesai memeriksa dan keluar dari ruang rawat Arsan.
"Tolong bantu pasien untuk tetap tenang dan beristirahat dengan baik," ucap dokter berbicara pada Raya, yang lalu di angguki oleh Raya.
"Tuan Arsan meminta bertemu dengan yang bernama Bagas, apa ada di sini?" tanya dokter itu menatap Raya, Toni dan Bagas secara bergantian.
"Saya dok!" Bagas melangkah maju mendekat.
"Silahkan masuk dan tolong pasien jangan di biarkan terlalu lama berkomunikasi, Tuan Arsan masih sangat lemah," saran dokter itu yang kemudian berpamitan pergi karena harus mengecek pasien lainnya.
"Pak Bagas,,, aku ingin ketemu ayah juga!" rengek Raya.
"Patuhlah untuk sekali ini, Tuan Arsan pasti ada sesuatu yang penting yang harus di sampaikan pada saya, nona!" ucap Bagas seakan meminta Raya untuk tetap di luar dan tak mengikutinya masuk bertemu Arsan.
Meski sedikit kesal, Raya akhirnya patuh, terlebih Toni juga terlihat memandanginya tajam seakan ingin berkata 'tetap di sini' lewat tatapan matanya.
Sudah sekitar tiga puluh menit Bagas di dalam ruangan, menyisakan Toni dan Raya yang sejak tadi hanya saling diam tak mengucapkan sepatah kata pun, sepertinya mereka sibuk dengan pikirannya masing masing.
Pintu ruangan terbuka, Bagas memanggil Toni dan Raya untuk masuk.
"Kalian masuklah, Tuan Arsan ingin berbicara dengan kalian!" ucap Bagas, wajahnya terlihat sangat serius.
"Aku?" Toni menunjuk dadanya sendiri, karena merasa tak berkepentingan dengan mereka.
"Ya, Tuan juga ingin berbicara dengan mu!" angguk Bagas.
Dengan pertanyaan yang menuhi benaknya, Toni akhirnya menjadi orang yang terakhir ikut masuk ke ruangan itu dengan sedikit ragu.
"Kalian duduk lah, Tuan meminta agar saya mengajari nona mengatur segala hal tentang perusahaan, menggantikan Tuan selama sakit," Bagas memulai pembicaraan anehnya.
Halloooo,,, seorang Raya yang taunya hanya shoping dan berfoya foya di suruh mengatur perusahaan, apa ayahnya tak salah pilih orang, mengatur hidupnya sendiri saja dia awur awuran.
Bukankah ibu tirinya lebih berkompeten untuk mengurus perusahaan, secara Karina selama ini sering membantu Arsan dalam hal pekerjaan, kenapa justru dirinya yang tak pernah mau tau tentang perusahaan ayahnya itu yang di tunjuk untuk menggantikan sementara posisi ayahnya.
'Tuhan, apa penyakit jantung ayah menyebabkan dia berhalusinasi dan tak bisa berpikir dengan benar?' bisik Raya dalam hatinya.
"Tunggu pak Bagas, tolong jangan bercanda dalam keadaan seperti ini, ini sangat tidak lucu sama sekali!" ucap Raya.
"Ini serius Nona, dan sudah tertulis dalam wasiat," kata Bagas lagi, masih dengan wajah seriusnya.
"Wasiat? Ayah masih hidup kok sudah membicarakan surat wasiat, tidak,,,tidak,,,ini konyol!" tepis Raya.
"Nona, anda lulusan universitas luar negri jurusan bisnis, ini saatnya menerapkan ilmu yang selama ini anda pelajari," tegas Bagas.
"Tapi--- aku kuliah jurusan itu atas paksaan ayah, aku tak benar benar mempelajari nya saat kuliah !" cicit Raya beralasan.
"Bukankah dari awal saya sudah bilang kalau saya akan mengajari anda!" ucapan Bagas kali ini sulit untuk Raya debat.
"Diam anda saya anggap persetujuan !"
"Tapi----" ingin sekali Raya menolak namun Bagas tak memberinya kesempatan untuk berbicara lagi.
"Dan anda Tuan Lion--- ah maaf, Tuan Toni, tadi Tuan Arsan memohon pada saya untuk meminta kepada anda agar menjaga nona Raya, saya harap anda bersedia menjadi bodyguard untuk nona, berapapun gaji yang anda minta, Tuan Arsan bersedia membayarnya," lanjut Bagas.
"Lion? Dari mana kau tau nama itu? Bukan kah tadi Raya memperkenalkan ku dengan nama Toni?" selidik Toni penuh curiga, pikirannya langsung mengarah pada kecurangan dan kejahatan Karina dan Martin, tidak menutup kemungkinan kalau Bagas adalah salah satu komplotan mereka, seperti halnya si Maman sang security.
"Ah,,, emh,,, itu,,,,!"
Tiiiiittt.....
Suara mesin detak jantung yang terhubung ke tubuh Arsan tiba tiba berbunyi panjang, sehingga membuat semua orang yang ada di ruangan itu berhambur mendekati ranjang Arsan yang sejak tadi seperti tertidur tenang setengah tersenyum saat Raya dan Toni masuk ruangan itu.
"Ayah !" seru Raya memanggil tubuh yang terpejam di atas ranjang pasien itu.
"Tuan !" Bagas tak kalah paniknya memanggil manggil tuannya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 170 Episodes
Comments
Chauli Maulidiah
tambah lagi napa thor up nya... suka nih...
berasa kurang klo cm 1
2022-04-22
2
Rini Asih
satu episode sedikit banget ceritanya...tolg tambahi dong yg agak panjang gitu... gak sabar nunggu besuk lanjutannya..
2022-04-21
5
Anonymous
lanjuut thoorr..nangguung..terlaluu seruuuu..😍😍😍😍😍😍😍😍😍😍
2022-04-21
1