Darah Toni mendidih mendengar semua ucapan Martin dan Karina, hingga akhirnya Toni memutuskan untuk bangkit dari duduknya dan berjalan melewati kursi kedua orang itu.
Dengan Toni yang berlagak mabuk dan sengaja membuat keributan dengan mendorong seseorang hingga orang itu tersungkur jatuh menabrak meja di hadapan Martin dan Karina, sehingga minuman dan makanan ringan yang ada di atasnya tumpah berserakan menjatuhi tubuh kedua pasangan selingkuh itu.
Toni tersenyum dalam hati, untuk pertama kalinya dia berbuat hal sekonyol itu, bukannya dia tak berani langsung menghajar mereka, hanya saja dia punya rencana lain dimana kedua orang itu tidak boleh mengenal dulu dirinya.
Beberapa petugas keamanan club dengan sigap mendekat ke arah keributan, dan langsung mengamankan orang orang yang terlibat dalam keributan itu termasuk Toni.
Martin sudah berdiri dan hendak mengejar Toni yang dengan suka rela di bawa para petugas keamanan di sana, namun Karina mencegahnya.
"Sudah, jangan terlalu show off, ingat,,, kita sekarang penjual besar, kita harus tetap seperti orang biasa, lagi pula mereka hanya mabuk, jangan berlebihan!" cegah Karina mencekal pergelangan tangan Martin.
Martin yang sebenarnya masih kesal akhirnya duduk kembali, malam ini rasa kesalnya terasa berkali kali lipat rasanya, kesal karena mendengar kalau Raya pergi dengan pria lain yang entah siapa, di tambah lagi ada orang mabuk yang memporak porandakan meja tempatnya bersantai malam ini, dia juga tak sempat melihat para pembuat onar tadi karena keadaan langsung rusuh dan kacau.
***
Toni melenggang pergi dari ruang keamanan klub ternama itu, setelah manajer klub yang mengenal Toni datang dan membiarkan pria itu pergi begitu saja, sang manajer tentu saja sangat tau, klub nya akan mendapat masalah jika sampai dia memperpanjang masalah dengan Toni, mengingat pria itu sangat dekat dengan Rolan, bukan hanya tempat usahanya yang akan dalam masalah besar, nyawanya pun mungkin saja akan menjadi terancam karenanya.
Merasa bingung harus pergi kemana, padahal malam belum begitu larut, akhirnya Toni memutuskan untuk pergi ke sasana menonton pertandingan, terkadang itu akan menjadi hiburan tersendiri baginya, menonton orang bertanding di atas ring, mempelajari teknik dan gerakan mereka, karena tidak menutup kemungkinan di waktu waktu yang akan datang, salah satu dari mereka akan menjadi lawan tarungnya, dengan begitu dia sudah tau dan menguasai tehnik lawannya.
Toni mengambil kursi paling belakang, di antara penonton yang ramai bersorak sorai, pria itu tetap terdiam dengan mata yang serius menatap arena laga.
"Katanya ikut tanding, kok malah bengong di kursi penonton !" suara seorang wanita terasa begitu dekat di telinga Toni sehingga sedikit mengejutkannya.
Pandangan mata Toni beralih ke sumber suara, yang berasal dari sebelah kanannya.
"Kenapa gadis seperti mu hobi sekali keluyuran malam?!" sinis Toni, merasa tak senang karena melihat Raya lagi lagi pergi malam, apalagi tempat yang dia kunjungi sekarang ini tempat yang tidak ramah untuk gadis sepertinya.
Namun Raya hanya nyengir kuda, "Iseng!" ujarnya enteng.
"Cih, apa tak ada tempat iseng lain? Atau kau memang sengaja ingin menjadi bulan bulanan para pria di sini?" decih Toni dengan raut wajah yang terlihat tak suka.
Raya hanya terdiam, selepas makan malam tadi, dia bertengkar lagi dengan ayahnya yang memaksa dirinya untuk segera menikah dengan Martin.
Seharusnya Raya senang, bukankah mereka dia mencintai Martin, dan mereka juga sudah lama bersama, apalagi mereka sudah bertunangan saat ini, bukankah tujuan akhir dari hubungan mereka adalah pernikahan.
Tapi tidak dengan saat itu, entah mengapa Raya merasa kalau ayahnya hanya ingin mengekang kebebasannya dengan mengikat dirinya dengan Martin, Raya juga tak tau dari mana pikiran itu datangnya, yang jelas dia menolak untuk menikah dengan Martin dalam waktu dekat ini, tiba tiba dia merasa ingin menikmati masa mudanya sampai puas.
Raya juga tak tau, saat dirinya pergi dalam keadaan marah dari rumahnya, tiba tiba tempat yang di tujunya adalah sasana ini, dia ingat kalau Toni pernah berkata kalau pria itu ada pertandingan malam ini.
Namun lama di tunggu, Toni tak juga kunjung terlihat di atas ring, beberapa kali menghubungi Martin namun panggilannya selalu di tolak pria yang katanya akan menjadi calon suaminya itu.
Merasa sangat kesal, Raya memutuskan untuk tetap berada di sasana itu, karena dia malas untuk pergi ke tempat lain, namun ternyata sosok yang sejak tadi dia harapkan berlaga di arena, justru malah terlihat sedang duduk sendirian di barisan paling belakang kursi penonton.
"Aku hanya sedang bosan, dan aku tak tau harus kemana!" jawab Raya sekenanya.
Toni menggeleng, merasa tak habis pikir dengan jalan pikiran gadis manja itu, bukankah dia anak seorang pengusaha terkenal dan kaya raya, dia bisa saja menghabiskan uangnya di tempat tempat mewah, kenapa justru memilih tempat seperti ini untuk membuang kebosanannya.
"Cewek aneh!" ucap Toni, kembali mengalihkan pandangannya ke depan.
Raya terdiam, tak membalas perkataan Toni yang memang selalu bernada sinis dan ketus, rasanya Raya sudah mulai terbiasa dengan gaya bicara pria es batu itu.
Dari sudut matanya Toni dapat melihat wajah Raya yang sedih, bahkan matanya seperti berkaca kaca.
Toni menghela nafas berat dan dalam, pria itu berdiri dari tempat duduknya, lalu menarik lengan Raya keluar dari tempat itu tanpa bicara apapun.
"Eh,,, ngapain, mau kemana?" protes Raya saat tangannya di tarik paksa oleh pria arogan itu.
Setelah berada di luar gedung, wajah Toni tampak menggeram menahan marah.
"Sekarang drama apa lagi?!" kesal Toni.
"Drama apaan?" bingung Raya sambil menyeka sudut matanya sebelum genangan air mata itu menetes.
"Kau selalu saja mempertontonkan drama sedih setiap bertemu dengan ku, apa kau se menyedihkan itu?!" kata Toni dengan wajah tak bersahabatnya.
"Ya, aku memang menyedihkan, dan semua ini tak ada hubungannya dengan mu, kenapa kau ikut repot? Kau cukup pura pura tak tahu dan tak melihatnya, tak perlu mengejek ku seperti ini!" akhirnya emosi Raya meledak juga, kesedihan dan kemarahan yang bertumpuk sedari tadi saat dia di rumah tak dapat lagi dia tahan dan dia lawan, semuanya pecah begitu saja di hadapan pria yang menurutnya tak punya hati dan perasaan itu.
Raya melepaskan tangannya yang berada dalam cekalan Toni, lalu berlari ke arah mobilnya, tanpa menunggu jawaban Toni, Raya yakin kata kata yang keluar dari mulut pria itu pasti akan lebih pedas dan menyakitkan, daripada dia harus mendengarnya, lebih baik Raya segera pergi dari tempat itu.
Saat Raya akan membuka pintu mobilnya, tiba tiba Toni merampas kunci mobil dari tangannya, dan mendahului Raya memasuki mobil itu di balik kemudi.
"Cepat masuk!" titah Toni setengah berteriak.
Sebenarnya Toni tak ingin mengikuti Raya, hanya saja dari kejauhan dia melihat Cila yang berjalan menuju ke arah sasana, dia tak ingin gadis itu mengganggunya, jadi Toni putuskan untuk ikut pergi bersama Raya, lagi pula Toni sedikit hawatir jika membiarkan Raya berkendara dalam keadaan emosinya yang kacau seperti itu, sepertinya Raya memang sedang dalam masalah, dan Toni sedikit merasa bersalah karena malah bersikap arogan pada gadis manja itu tadi.
Raya dengan patuh mengikuti perintah Toni,
"Eh, itu Cila!" tunjuk Raya saat mobil mereka melewati Cila yang sedang berjalan sambil menengok ke arah mobil Raya yang terus berlalu tak memperdulikannya.
Untunglah kaca film mobil Raya terbilang sangat gelap, jadi Cila tak mungkin bisa melihat siapa yang berada di dalam mobil itu.
Toni tak menghiraukan ucapan Raya, dia terus memacu mobil sedan itu dengan kecepatan tinggi,
"Apa kau ingin membuat kita mati karena kecelakaan?" oceh Raya.
"Bukankah mobil sport seperti ini memang di buat untuk mengebut?" jawab Toni asal.
"Aku belum mau mati!" cicit Raya.
Toni mengurangi kecepatan kendaraan itu,
"Apa yang sebenarnya terjadi?" tanya Toni.
"Aku bertengkar dengan ayah ku!" jawab Raya.
"Lalu kemana tunangan mu?" Toni sengaja pura pura tak tau kalau tadi dia melihat Martin di club bersama Karina.
"Entahlah, tak bisa di hubungi, kata bunda dia masih di luar kota, aku juga sedikit bingung, bukannya kemarin kita lihat mereka bersama, tapi kata bunda, dia berada di Bali selama tiga hari ini bersama teman teman sosialitanya, apa mungkin kita yang salah lihat?" gumam Raya ragu ragu.
"Mungkin saja! Segala kemungkinan bisa saja terjadi di dunia ini, mungkin juga mereka sedang bersama malam ini, bisa saja, kan?!" ujar Toni.
"Bunda bukan orang seperti itu! Bukan seperti mu yang tega mengabaikan pacarmu seperti tadi!" ketus Raya tak terima.
Namun Toni hanya mengangkat bahunya tak peduli.
Tiba tiba ponsel Raya berbunyi.
"Bunda,!" gumamnya saat melihat siapa yang menelponnya dari layar benda pipih itu.
Wajah Raya memucat saat baru saja dia menyelesaikan pembicaraannya melalui saluran telepon dengan Karina, ponsel mahal dengan logo apel itu pun terjatuh begitu saja dari genggamannya, dan sedetik kemudian tangis histeris pecah di dalam mobil itu.
"Ada apa?" kaget Toni yang segera menepikan mobilnya.
"Ayah,,,,,!" jerit Raya histeris.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 170 Episodes
Comments
ghina🌺🌺
jangan buat raya terkesan bodoh sih Thor,, gemes banget dengan kepolosan nya 😬😬😬😬
2023-06-12
2
ᶜᵃˡˡ ᴹᵉ ᴶⁱⁿᵍᵍᵃ😜
sebenernya raya ini polos ato bodoh sich,,udh jelas² gitu masih aja mikirnya baik² aja..
2022-10-12
3
Rini Asih
up..up..up...suka banget ..
2022-04-20
1