Pagi sekali Toni sudah berada di sasana, selepas minum beberapa gelas alkohol di klub semalam, dia langsung menuju sasana dan tertidur di tempat latihan tinju itu, jadilah pagi ini saat dia terbangun, pemandangan yang dia lihat pertama kali hanya beberapa alat olahraga dan samsak yang menggantung bersiap menerima pukulan tinjunya pagi ini.
Kepalanya masih terasa sedikit berat akibat efek alkohol yang di minumnya semalam, setelah membasuh wajahnya dan meregangkan otot otot di tubuhnya, Toni mulai melakukan pemanasan dan menyibukkan diri dengan latihannya, besok malam akan ada pertandingan dan dia akan ikut bertanding, uang yang yang di dapat dari Rolan kemarin sudah habis karena sudah dia bayarkan kost, hanya dengan berlaga di ring dia akan mendapatkan uang dengan cepat.
Bukannya tak ingin melakukan pekerjaan lain, hanya saja bagi seorang yang tidak tamat SMU seperti dirinya, sangat sulit mendapatkan pekerjaan di masa seperti sekarang ini, belum lagi tentang dirinya yang tak pernah mau berada di bawah kendali dan aturan, itu sangat menyulitkan dalam mencari pekerjaan.
Mungkin bisa saja dia bergabung dengan Rolan, berkubang di dunia bisnis haramnya dan dirinya akan mendapatkan uang dengan mudah juga banyak, tanpa harus bersusah payah menghajar orang di ring, namun hal itu tak pernah menjadi opsi dalam sepanjang perjalanan hidupnya, kecuali semalam, itupun hanya karena dirinya benar benar kepepet, dan sepertinya semoga itu untuk yang pertama dan terakhir kalinya dalam sejarah hidupnya menjadi kacung untuk orang lain demi uang.
"Abang,,,! Lagi sibuk ya?" sapa Cila yang tiba tiba sudah berada di belakangnya.
"Seperti yang kamu lihat, aku sedang latihan untuk pertandingan besok malam," jawab Toni acuh.
"Yaah,,, tadinya Cila mau minta anter abang ke rumah Raya, ponsel Raya semalem ketinggalan di klub, terus Cila juga janjian mau shopping sama Raya," rengek Cila merajuk pada pria yang selalu menjadi pangeran pujaannya meski Toni tak pernah membalas perasaannya itu.
"Raya?" Alis Toni berkerut mengingat sosok gadis yang semalam sepertinya menaruh kesal padanya karena ucapan sinis dirinya mengenai tunangan gadis itu, tanpa di sadari sudut bibir Toni terangkat, dan tersenyum tipis, entah apa yang lucu sehingga membuat pria sangar dan sedingin es itu menyunggingkan senyum mahalnya.
"Kenapa? Kalau abang gak mau Cila mau minta tolong sopir papah aja yang mengantar," ucap Cila sedikit putus asa, sebelum Toni menolaknya seperti biasanya.
Sudah sering kali Cila mengajak Toni pergi, entah itu alasan makan, jalan jalan, atau bahkan ke rumah sakit sekali pun, namun Toni tak pernah mau pergi berdua dengan gadis itu.
Bukan apa apa, sebenarnya Toni hanya tak ingin Cila berharap lebih dan seolah dirinya menanggapi perasaan gadis yang sudah di anggapnya sebagai adik itu.
"Oke, lima belas menit lagi aku siap, aku akan mandi dulu," jawaban Toni sungguh di luar dugaan Cila, gadis itu bahkan sampai melompat lompat kegirangan, karena untuk pertama kalinya dia berhasil mengajak Toni pergi berdua saja.
"Horee,,,! Bang, kita cuma pergi berdua aja, kan?" Cila meyakinkan kembali, seolah tak percaya dengan ucapan Toni barusan.
Toni mengangguk, Cila pun langsung berlari ke rumahnya yang letaknya hanya beberapa meter saja dari sasana milik ayahnya itu untuk membawa kendaraanya.
***
"Bang, Cila bahagia banget, abang mau pergi sama Cila," oceh gadis itu sambil merebahkan kepalanya di bahu Toni yang sedang asik berkendara.
"Duduk yang benar!" Tegas Toni seraya mendorong kepala Cila agar menjauh dari bahunya.
"Ckkk,,,pelit amat!" decak Cila sedikit kesal karena Toni melarangnya bermanja-manja pada pangerannya itu, padahal ini adalah kesempatan baginya untuk berdekatan dan merayu Toni, belum tentu besok lusa dia mau di ajak pergi lagi, pikirnya.
Entah apa yang membuat Toni mau pergi dengan gadis itu, hanya saja ketika Cila mengatakan akan pergi menemui temannya yang bernama Raya, dirinya langsung mengiyakan ajakan Cila begitu saja.
'Ah, aku hanya sedang butuh suasana baru saja, mungkin. Atau aku hanya jenuh dengan kegiatan ku yang hanya itu-itu saja,' tepis Toni pada dirinya yang mulai berpikiran yang tidak tidak.
"Abang ngelamun? Rumahnya kelewatan, tuh!" ucap Cila membuyarkan lamunannya.
"Ah, mana aku tau kalau rumahnya kelewatan, aku tak pernah berkunjung ke rumah teman mu itu." Toni membela dirinya.
"Ah, abang beneran ngelamun, nih. Dari tadi Cila udah bilang stop, stop, abang laju terus!" Protes Cila seolah tak terima di salahkan, karena memang dirinya sudah mengatakan pada Toni untuk berhenti saat tepat berada di depan rumah mewah bernuansa abu abu muda itu.
Setelah putar balik, mobil mewah Cila yang di kemudikan Toni itu, akhirnya berhenti tepat di halaman depan rumah mewah itu.
Seorang gadis dengan mini dress berwarna biru muda, flatshoes dan tas bermerek yang tersampir di bahunya berlari menyambut kedatangan Cila yang baru saja turun dari mobilnya, sementara Toni tetap berada di balik kemudi sambil memperhatikan gadis berkulit putih dengan rambut pendek sebahu itu mengobrol sambil tertawa riang dengan Cila, sepertinya gadis itu sudah menunggu kedatangan Cila sedari tadi.
'Manis,,,!' gumam Toni tanpa sengaja mengomentari penampilan Raya pagi itu.
Namun buru buru pikiran itu di tepis dan di buangnya jauh jauh, 'Manja, tukang foya foya, dan pasti beban keluarga !' ralatnya dalam hati.
Kedua gadis itu berjalan menuju mobil Cila yang terparkir dengan mesin yang masih menyala, namun seorang wanita memanggil Raya saat wanita itu baru saja akan membuka pintu mobil.
"Raya,,, mau kemana ?" tanya Karina sedikit berteriak dari kejauhan, sepertinya dia juga sudah rapi dan bersiap menemui Martin, karena sudah janjian akan bertemu dari semalam.
"Aku mau jalan jalan sama Cila, Bunda..." teriak Raya melambaikan tangannya dan melempar senyuman pada Karina yang juga melambaikan tangannya sambil mengangguk seraya berkata hati hati di jalan.
Sementara Toni yang masih mengenali Karina saat pertemuan dengan Rolan, kontan saja membelalakkan matanya seolah tak percaya dengan tontonan yang terjadi di hadapannya itu.
"BUNDA?!" pekiknya tertahan sambil memicingkan matanya seraya mempertajam pandangannya dan meyakinkan sekali lagi kalau wanita yang Raya panggil dengan sebutan bunda itu adalah wanita yang sama yang dia lihat bersama martin malam itu.
Namun keterkejutannya segera hilang saat dua gadis itu bersitegang meributkan tempat duduk di dalam mobil.
Cila ingin duduk di depan berdekatan dengan Toni, sementara Raya menginginkan Cila duduk di belakang bersamanya.
"HUfft,,, tau gini aku juga tadi ngajak kak Martin, masa aku jadi kambing congek di sini sendirian!" oceh Raya sambil mencebikkan bibirnya manyun ke depan.
Toni yang melihat itu dari kaca spion depannya tiba tiba merasa gemas sendiri, tanpa dia sadari sepanjang perjalanan Toni sering mencuri pandang ke arah belakang lewat kaca spion.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 170 Episodes
Comments