Rolan tak lagi banyak bertanya tentang apa alasan Toni ikut dalam pekerjaan ini dengan mudahnya, baginya, ini merupakan keberuntungannya, bisa melibatkan orang sehebat Toni dalam lingkup bisnisnya itu merupakan keuntungan besar baginya, apalagi jika sampai dia berhasil membuat Toni menjadi menantunya, dia yakin, Toni akan menjadi penerus yang tak terkalahkan di dunia hitam.
Entahlah, kata hati Rolan selalu mengatakan kalau ada sisi iblis dalam jiwa Toni yang harus di bangkitkan.
Seperti biasa, Toni mengenakan topi dan maskernya saat mendampingi Rolan dalam melakukan pekerjaan haramnya.
Kali ini mereka sudah berada di sebuah rumah sederhana di sebuah daerah kumuh di pusat kota, perlu melewati gang sempit setelah turun dari mobil untuk tiba di rumah itu.
Martin dan Karina sudah menunggu kedatangan mereka di sana, tampak beberapa anak buah mereka juga berjaga di dalam rumah yang tak terlalu luas itu.
Toni mengedarkan pandangannya, menyapu setiap sudut ruangan, mencium segala kemungkinan akan kecurangan pasangan selingkuh itu.
Soal melakukan pekerjaan, jangan di tanya lagi, Toni akan bersikap sangat profesional dan tak mungkin main main atau asal asalan dalam melaksanakan tugasnya meski dia melakukannya hanya karena terpaksa.
Setelah di pastikan semua clear, Toni dan satu orang pengawal Rolan memberi tanda pada bosnya itu kalau semua aman terkendali.
beberapa menit kemudian Rolan menyusul masuk ke rumah sederhana itu dengan membawa sebuah ransel yang penuh berisi narkoba pesanan Martin.
Sudah menjadi kebiasaan Rolan, dia akan mengantar barang langsung pada pelanggan baru, dia merasa akan sangat beresiko jika dia hanya mengutus anak buahnya saja untuk mengantar barang berbahaya itu.
Rolan akan lebih merasa percaya diri jika dirinya sendiri di temani satu atau dua orang kepercayaannya yang maju, karena dia merasa akan bisa mengatasi dengan mudah jika terjadi hal hal di luar prediksi.
Bukannya tak percaya dengan anak buahnya, hanya saja dia tak mau mengambil resiko, menurutnya dengan pengalaman puluhan tahun bergelut di dunia hitam, dirinya lebih bisa membaca orang meski hanya dari raut wajah saja, dan dia mengantongi berbagai macam trik keluar dari masalah dan bahaya jika pelanggan baru itu ternyata berniat jahat atau curang padanya.
"Ini barang mu, kau sudah tau aturannya, kan? Sekali saja nama ku terucap dari mulut mu jika tertangkap, maka seluruh keluarga mu habis tak tersisa di tangan anak buah ku!" ancam Rolan.
Meski sedikit merinding, Martin mengangguk.
"Tenang saja, aku akan mengunci rapat mulut ku, dan aku akan bermain rapi," janji Martin sambil melirik ke arah Karina yang berada di sampingnya memegangi lengannya dengan erat karena merasa takut dengan tatapan mata Rolan yang seakan menembus jantung setiap lawan bicaranya.
Tentu saja Martin sudah tau dengan siapa di berbisnis, dan sudah mempertimbangkan segala resikonya, dia sangat paham dengan Rolan sang ketua mafia kejam yang tak segan menyiksa bahkan melenyapkan orang orang yang mengusik ketenangannya.
"Bagus," ucap Rolan sambil meraih satu buah tas jinjing berwarna hitam dan membukanya, setelah di pastikan berisi uang asli, pria tua itu mengajak Toni dan seorang pengawalnya untuk meninggalkan rumah itu.
Toni masih menatap tajam Martin dan Karina dengan serius, saat Rolan sampai mengulangi ajakannya untuk pergi dari tempat itu.
"Ada apa? Apa kau mencium sesuatu yang mencurigakan?" tanya Rolan lirih.
Rolan merasa yakin dirinya tak menemukan kecurangan atau lain sebagainya di diri Martin dalam bisnis mereka, namun Toni seperti punya pendapat lain dari dirinya.
"Ah, aku hanya merasa sedikit tak yakin saja dengan mereka," jawab Toni asal, sebenarnya dia sedang memastikan kalau itu benar benar ibu sambung dari Raya, dan dirinya tidak salah melihat.
"Apa kau kenal mereka sebelumnya?" selidik Rolan, merasa ada yang janggal dari tatapan Toni.
"Tidak! Aku hanya merasa tak asing dengan wajah wanita itu," ujar Toni.
"Bukankah aku sudah memberi tahu mu sebelumnya kalau dia adalah istri pengusaha terkenal Arsan Lubis, terang saja kau sering melihat wajahnya di berita sosial media, atau televisi, atau jangan jangan kau tertarik pada Karina?" ledek Rolan terkekeh.
"Cih, wanita yang lebih muda dan cantik di klub mu saja banyak!" tepis Toni.
"Bagaimana dengan putriku? Cila muda dan cantik, apa kau mau menjadi menantu ku?" seloroh Rolan membalut obrolan seriusnya lewat candaan.
"Dia hanya seorang adik perempuan di mata ku!" tegas Toni, dia tak ingin memberi harapan apa apa pada ayah Cila yang juga sama ngebetnya ingin dirinya dan Cila bersatu dan menjalin hubungan.
Ini pertanyaan yang sama yang Rolan tanya kan untuk ke sekian ratus kalinya pada Toni, dan jawaban Toni tak pernah berubah sedari dulu.
Rolan terdiam, dia lantas menyodorkan segepok uang dari dalam tas itu pada Toni.
"Ini bagian mu !" ucap Rolan.
Tanpa banyak bicara dan protes, Toni langsung menerimanya dan memasukan uang itu ke dalam ranselnya, tiba tiba dia ingin menabung dan mengumpulkan uang, entah untuk apa, padahal selama ini, asalkan dia bisa makan, bisa membeli rokok, dan bisa membeli minuman keras, baginya itu sudah cukup, dia tak pernah punya keinginan lain dalam hidupnya selain untuk sekedar bertahan untuk tetap hidup.
Malam itu Toni tak mengikuti pertandingan, seperti yang dia katakan pada Burhan, apalagi uang yang di berikan Rolan padanya sebagai upah mengawal masih sangat cukup untuknya bertahan hidup beberapa bulan ke depan.
Toni hanya ingin bersenang senang dan menghabiskan malam dengan di temani alkohol yang mungkin bisa menghapus jejak ingatannya tentang Raya di kepalanya.
Namun entah kutukan macam apa yang sedang menimpanya, baru beberapa menit dirinya berada di club mewah sebuah hotel berbintang, matanya menangkap sosok Martin dan Karina sedang menikmati hiburan malam dengan sangat bahagia.
'Shiiiitttt,,, harusnya aku datang ke klub milik Rolan saja tadi, kenapa aku malah memilih datang ke tempat ini,' umpat Toni dalam hati, dia merasa menyesal karena tadinya ingin suasana berbeda, tapi malah harus bertemu dengan dua manusia yang membuat jiwa ke kepoan nya meningkat sejuta kali lipat itu.
Benar saja, dengan jiwa keponya yang mulai tumbuh, Toni berpindah duduk mendekati tempat dimana Martin dan Karina kini berada.
"Sayang, kau jangan terlalu cuek sama gadis bodoh itu, ingat, dia aset paling berharga kita, tiket untuk mendapatkan kekayaan Arsan tua bangka itu, apa kau tau kalau kemarin gadis bodoh itu baru saja pergi dan menghabiskan waktu beberapa hari bersama pria lain?" adu Karina.
"Pria lain? Tapi siapa?" Martin yang sedang memegang gelas di tangannya hendak menyeruput isi isi gelas, mengurungkan niatnya, pria itu segera menyimpan kembali gelasnya di meja, tampak raut wajahnya sangat kesal.
Bukan karena cemburu atau takut kalau Raya berpaling pada pria lain, namun lebih ke perasaan jengkel dan marah, karena merasa kecolongan.
Martin selalu percaya diri kalau Raya tak akan pernah berani berpaling dari dirinya, karena Raya sangat mencintai dirinya dan tak mungkin bisa hidup tanpa dirinya.
"Aku sendiri tak tau, bukankah saat Raya pulang bersama seorang pria aku sedang bersama mu di apartemen?" kata Karina.
"Berarti benar, apa yang di laporkan Maman itu?" kata Martin menenggak dengan kesal minumannya.
"Tentu saja benar, Maman itu orang kepercayaan ku, dia tak akan pernah berani berbohong pada ku," jelas Karina.
Toni yang mendengar semua obrolan mereka, sedikit mengingat ingat wajah security penjaga rumah Raya, sepertinya Maman yang Karina bicarakan adalah orang itu, kalau tak salah, Raya pun memanggil nama penjaga itu dengan nama yang itu.
Sungguh bertambah miris hati Toni, ternyata di rumah kediaman Raya, yang seharusnya menjadi tempat teraman dan ternyaman bagi gadis manja itu, justru terdapat beberapa ranjau yang sengaja Karina pasang untuk mencelakai anak tirinya itu.
"Lantas apa rencana mu selanjutnya?" tanya Martin lagi.
"Aku akan menghasut si tua Arsan, agar mempercepat pernikahan mu dengan gadis bodoh itu, aku tak ingin membuang waktu lagi, semua kekayaannya harus segera menjadi milik kita," urai Karina.
Martin pun terlihat menyeringai senang, dia pun ingin segera mengakhiri ke pura puraannya,
"Baguslah, lebih cepat lebih baik, aku sudah muak dengan tingkah nona muda yang selalu berlagak sok jual mahal itu, berpacaran selama hampir dua tahun, boro boro bisa ku tiduri, sekedar berciuman saja dia selalu menolaknya. Andai saja aku tak ingat dia tiket berharga kita untuk meraup semua kekayaan ayahnya, mungkin sudah ku perkkossa saja semenjak awal," geram Martin mengeluarkan unek uneknya yang langsung mendapat tatapan tajam dari Karina yang merasa cemburu pada pasangan selingkuhan nya itu.
"Kau selalu mendapatkannya dari ku, apa kau masih saja lapar? Atau sebegitu menarik kah gadis itu di banding diri ku?" bentak Karina kesal.
"Ah, bukan seperti itu sayang, aku hanya ingin gadis sok cantik dan sok jual mahal itu hancur, dia selalu melukai harga diriku dengan selalu menolak sentuhan ku, kau tak boleh cemburu seperti itu, kau tetap di tahta tertinggi di hati ku," rayu Martin.
Sementara tak jauh dari tempat mereka duduk, Toni mengepalkan tangannya, rahang tegasnya seakan mengeras, dia begitu marah mendengar semua ucapan Martin tentang Raya, membuat dirinya ingin sekali menghajar pria berengsek itu di sana sekarang juga.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 170 Episodes
Comments
car_ les
mantap
2024-07-08
0
Sulaiman Efendy
LO HRS LINDUNGI RAYA, LO KUMPULKN BUKTI2 TTG MARTIN & KARINA, SERTA MAMAN..
2024-04-07
0
Chauli Maulidiah
gemeeesshh... cepetan bikin raya sadar donk thor. dan bikin bapaknya nyesel karna udh sia2 in anaknya.
dan buat bang lion, ayo baang gercep lah sama neng raya...
2022-04-18
6