Dengan ragu ragu Toni menggoyang pelan kepala Raya yang masih bersandar bahunya, gadis itu tertidur setelah lelah menangis.
Raya masih terlelap, sepertinya dia dia benar benar lelah, tanpa di sadari Toni memandangi wajah cantik yang kini bertengger di bahunya itu, dengan pelan Toni mengusap pipi mulus Raya, lalu memandangi rahang lancipnya, bibir merah, kelopak mata dan alis teratur, semua serba pas tak ada yang berlebihan.
'Sungguh ciptaan Tuhan paling indah!' pujinya dalam hati.
Namun suara ketukan kaca jendela mobil dari sampingnya membuyarkan lamunan Toni, dengan sedikit terkejut pria itu menurunkan kaca jendela mobil mewah milik Raya itu sampai terbuka setengahnya.
"Apa anda tertidur? Jalanan sudah di buka kembali !" ucap pria itu sambil menunjuk ke arah depan yang sudah tak terlihat lagi deretan mobil berhenti.
"Ah iya, maaf!" jawab Toni menyalakan mesin mobil dan melajukan kendaraannya meski agak sedikit susah karena tanggan kirinya harus memegangi kepala Raya agar tak terjatuh dari bahunya, sementara tangan kanannya memegangi kemudi.
Tak lama kemudian, Raya membuka matanya, dan mengerjap beberapa kali menyesuaikan cahaya yang masuk ke matanya.
"Di mana ini?" tanya Raya seraya membenarkan posisi duduknya.
"Jalan menuju rumah mu, sebentar lagi sampai," jawab Toni.
"Aku gak mau pulang!" rengek Raya tiba tiba.
ciiittt,,,,
Toni mengerem mobil itu tiba tiba.
"Apa maksud mu tak mau pulang?" tanya Toni.
"Aku kesal dengan orang rumah ku yang tak peduli dengan ku, please,,, aku ingin menikmati hari ulang tahun ku!" mohon Raya.
Toni terlihat berpikir, meski tak tau apa yang sebenarnya sedang dia pikirkan.
"Aku bukan pengangguran, aku harus bekerja, besok!" ketus Toni beralasan.
Kerja? jelas jelas dia pria pengangguran, hanya mengandalkan bertarung untuk sekedar bertahan hidup, meski uang yang di dapatnya dari bertarung lumayan banyak, biasanya hanya dalam dua tiga hari sudah habis, uangnya tak jarang dia gunakan untuk berfoya foya, seperti berjudi, mabuk mabukan, karena terkadang dia sungkan jika harus mabuk dengan minuman gratis di klub milik Rolan, jadilah dia juga sering membeli minuman sendiri, dan meminumnya di kamar kos sempitnya itu.
"Bolos sehari ya, tolong lah, aku akan membayar mu setara satu bulan gaji mu di tempat kerja, asalkan kamu mau menemani ku, cukup mengemudi dan menjadi teman curhat ku, kita berkeliling seharian," ajak Raya terus membujuk agar Toni mau mengabulkan permintaannya.
"Aku bukan pria bayaran!" ketus Toni, sepertinya dia tersinggung dengan ucapan Raya yang bersedia membayarnya setara satu bulan gaji asalkan dirinya mau menemani gadis galau itu.
"So--- sorry,, aku gak ada maksud ke sana." gugup Raya terbata, dia tau kalau saat ini Toni sedang tersinggung dan marah atas ucapannya.
"Lebih baik kau pulang, tak pantas seorang gadis keluyuran sampai tak pulang!" ucap Toni.
"Tolong, aku tak ingin pulang hari ini, aku hanya ingin menenangkan diri ku, antar aku ke suatu tempat, anggaplah ini hadiah ulang tahun dari mu untuk ku," Raya si gadis manja dan tengil itu menangkupkan kedua tangannya di depan dadanya seraya memohon pada Toni.
Toni merasa tak tega melihat Raya memohon seperti itu pada dirinya, tanpa berbicara apapun, akhirnya Toni kembali melajukan kendaraan mewah itu.
"Ke arah luar kota, kita akan ke Bandung!" ucap Raya dengan entengnya.
"Jauh sekali?!" protes Toni.
"Ya sudah, tepikan saja mobilnya, kamu boleh pulang naik taksi, aku akan menyetir sendiri, ke sana," ucap Raya lirih dengan nada seperti putus asa.
Toni menghela nafas kasar, sepertinya sudah tak ada pilihan lain selain mengantarkan gadis manja itu ke tempat yang dia inginkan, tak mungkin juga baginya membiarkan Raya berkendara sendirian dini hari seperti ini ke luar kota.
Meski dengan hati yang agak sedikit dongkol, karena dengan terpaksa harus mengikuti keinginan gadis yang baru dua kali di temuinya itu, namun Toni tetap mengantarkan Raya, menembus gelapnya malam dan membelah jalanan yang sepi karena tak banyak orang beraktivitas pada saat itu , dimana waktu sudah menunjukan pukul tiga dini hari.
Raya sejak tadi tak tidur dan menemani Toni berkendara, meski tak banyak yang mereka bicarakan di sepanjang perjalanan panjang itu, namun setidaknya tidak ada perdebatan lagi di antara mereka.
Setelah mereka keluar dari jalan tol, Raya menunjukkan arah jalan yang harus mereka lalui.
Matahari pagi sudah bersinar meski agak malu malu saat mereka tiba di sebuah perkebunan teh yang terhampar luas, kabut tipis nampak menghiasi pucuk pohon teh yang menjadi pemandangan di kiri dan kanan jalan yang mereka lalui.
"Berhenti di sana !" tunjuk Raya pada sebuah bangunan seperti rumah kuno jaman dulu, tapi masih tampak terawat, terlihat dari halaman luas rumah itu yang bersih meski pepohonan rindang mengelilingi rumah itu, pasti seseorang setiap hari membersihkan daun daun kering yang jatuh di sana.
"Ayo, turun!" ajak Raya.
Masih dengan mode bisunya, Toni mengekor langkah Raya, di lihatnya pemandangan sekitar, itu sungguh menakjubkan bagi Toni yang setiap hari hanya bertemu dengan kamar kost nya yang sempit, sasana tinju, dan klub malam.
Tak sia sia berkendara hampir lima jam ke tempat ini, pikir Toni.
"Ayo masuk!" seru Raya lagi, karena Toni lebih memilih duduk di kursi teras rumah tua itu.
"Kau masuk lah duluan, aku ingin menikmati suasana sambil menikmati ini!" ucap Toni seraya mengacung kan sebungkus rokok yang kemudian dia geletakan di atas meja kayu jati yang ada di hadapannya.
Raya hanya memajukan bibirnya dan berlalu masuk ke dalam rumah itu.
Lima menit kemudian, Raya keluar membawa dua cangkir minuman di tangannya, segelas teh untuknya dan kopi untuk Toni.
"Katanya ngerokok lebih enak kalo di temenin kopi," seloroh Raya sambil menyodorkan cangkir berisi kopi yang masih mengepulkan asap, Toni hanya melirik cangkir itu sekilas lalu mengalihkan lagi pandangannya ke hamparan kebun teh yang lebih menarik perhatiannya.
Masih terlihat ramai pekerja sedang memetik pucuk teh, kadang mereka saling bersenda gurau dan tertawa lepas di sela melakukan pekerjaannya.
"Aku membuatnya sendiri, lho,,,!" ujar Raya yang merasa dirinya kini di abaikan Toni, karena Toni lebih tertarik menatap para pekerja di kebun.
Tapi pandangan Toni masih saja tertuju ke hamparan hijau pohon teh.
"Apa ada pekerja kebun yang sedang kau taksir di sana? Dasar playboy, ingat Cila, woy,,,!" ucap Raya menggerak gerakan tangannya di depan wajah Toni, agar pria aneh itu berhenti memandangi kebun dan para pekerja, entah kenapa hatinya tak suka melihat Toni tertarik dengan hal lain, sementara dirinya ada di hadapan pria itu.
Kali ini usaha Raya berhasil, Toni beralih melirik kopi yang konon Raya buat itu, lalu meraih gagang cangkir itu dan menyeruputnya perlahan.
"Tadinya aku sempat ragu mau meminum kopi buatan mu, aku tak yakin, gadis manja yang hanya tau shopping dan hura hura bisa membedakan mana gula dan mana garam, tapi,,,rasa kopi buatan mu tidak buruk!" ucap Toni yang lumayan membuat Raya kesal dengan ucapan pria tanpa ekspresi itu.
"Kau memang lebih baik tak bersuara, ucapan mu menyebalkan!" cebik Raya, sementara Toni hanya tersenyum tipis bahkan hampir tak terlihat, sambil terus menikmati kopinya.
"Aku akan ke sana, kamu mau ikut? Hanya sebentar, setelah itu kita pulang," kata Raya menunjuk jauh suatu tempat di depannya.
"Ayo,!" ucap Toni seraya bangkit dari tempat duduknya.
Toni ingin menikmati tempat yang indah itu, dia merasa akan sangat rugi jika hanya duduk menunggu Raya di teras rumah, sementara pemandangan alam di sana sangat memanjakan mata.
"Apa masih jauh?" tanya Toni, setelah sekitar sepuluh menit mereka berjalan menyusuri perkebunan tapi tempat yang di tuju Raya belum sampai juga.
"Apa kamu lelah?" ledek Raya dengan seringai mengejek.
"Cih, tentu saja tidak!" decih Toni.
Raya memasuki sebuah area pemakaman yang letaknya memang agak jauh dari perkebunan.
"Kamu akan bosan jika ikut aku ke dalam, jika kamu malas, kamu boleh berjalan jalan di sekitar sini, sepuluh menit kemudian kita bertemu lagi di sini," ucap Raya, yang lantas di angguki Toni tanpa pertanyaan apapun.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 170 Episodes
Comments