Lama keduanya terdiam dengan tatapan yang saling menghunus tajam satu sama lain.
Tara yang bisa menyaksikan sendiri bagaimana keras kepala dan keras hatinya seorang Alga Rudolp akhirnya memilih mengalah dan menghembuskan napasnya keras.
"Mari lupakan pertengkaran konyol ini, karena sebaiknya kau mulai berpikir tentang apa rencanamu selanjutnya jika Kim dan Mike tidak muncul sampai menjelang dini hari nanti."
"Rencana awalku sudah jelas."
"Apa ...?"
"Menjauh darimu terlebih dahulu!"
Mendengar sepenggal kalimat ketus Alga tak urung Tara tertawa kecil.
"Belum juga membalas budi, tapi kau sudah berpikir menyingkirkan diriku terlebih dahulu ..." desis Tara acuh, seolah ketidaksukaan Alga atas kehadirannya tidak mempengaruhi dirinya sama sekali.
Dalam kurun waktu satu hari Tara telah mendengar kalimat serupa berkali-kali, wajar saja jika sekarang telinganya sudah kebal acap kali mendengar Alga mengusirnya terang-terangan.
"Serahkan kunci mobilku sekarang juga, dan pergilah ..."
"Bagaimana kalau aku tidak mau?" tantang Tara.
"Lalu apa maumu?!"
"Seperti yang telah aku katakan sejak awal ... mengikuti kemanapun kau pergi ..."
"Dokter Tara, kau ...?!!"
Sepasang mata Alga melotot kesal. Tangannya bergerak kepinggang, berniat ingin mencabut revolver yang terselip disana, namun entah bagaimana ceritanya tiba-tiba Tara telah bergerak dua kali lebih cepat.
Feeling Tara bahwa gerakan kecil Alga akan membuat wanita itu menarik senjata andalannya terbukti benar.
Alga memang ingin mengancam Tara dengan menodongkan revolver, tapi kali ini Tara telah mengunci pergerakan wanita itu terlebih dahulu.
"Lepaskan ...!"
Alga meradang saat menyadari bukan hanya pergelangan tangan kanannya yang telah dicekal, melainkan lengan kirinya ikut terperangkap jemari besar Tara, sementara dengan posisi tersebut membuat tubuh lebar pria itu otomatis mengikis jarak diantara tubuh mereka.
Wajah Alga memanas saat menyadari, dengan posisi tubuhnya yang nyaris tergencet dikursi mobil, otaknya kanan dan kirinya mendadak ikut dilumpuhkan oleh aroma parfum yang menguar segar, yang berasal dari tubuh makulin milik Tara.
"Sepertinya aku harus menyita ini juga, agar kau berhenti menodongkannya kepadaku."
Hembusan napas hangat Tara menyapu wajah Alga yang memanas.
Beruntung suasana malam telah menyamarkan semua rona yang menghias di wajah Alga, karena kalau tidak, Alga tidak tahu lagi harus bagaimana menyembunyikannya.
Seumur hidup Alga, kehidupan keras dunia mafia telah membuat Alga dibesarkan diantara begitu banyak kaum pria, tapi sumpah demi apapun, baru kali ini Alga merasakan jantungnya berdebar dan menggila ... hanya dengan mencium aroma khas pria.
Wangi tubuh Tara sungguh melenakan. Lembut, manis dan menenangkan ... tapi sepertinya sangat berbahaya untuk kesehatan jantung Alga.
"Jangan sentuh revolver-ku ..." lirih suara Alga saat Tara benar-benar mengambil alih salah satu mainan terbaik milik Alga.
Tara tersenyum jumawa, kemudian berbisik lembut ditelinga Alga. "Kau masih punya sepucuk pistol yang lain disini ... kau tidak butuh keduanya ..."
Wajah Alga semakin terbakar saat menyadari jemari besar Tara yang baru saja berhasil merampok revolver dari pinggang kanannya, kini beralih menyentuh glasco 17 miliknya yang terselip dipinggang kiri.
"Baji ngan ..." maki Alga tepat dibawah wajah Tara yang berjarak tak lebih dari sepuluh centi meter dari wajahnya.
Mendapati makian Alga, Tara hanya tersenyum masam, namun tak urung pria itupun menarik dirinya.
"Aku tidak gentar, sekalipun aku juga tidak yakin bahwa kau berani menarik pelatuknya." ujarnya sambil menimang revolver milik Alga, sebelum kemudian menyelipkannya di pinggang.
"Kau mau menantangku ...?!"
"Tidak sama sekali."
"Dokter Tara, jangan main-main denganku, karena aku bisa mencabut nyawamu kapan pun aku mau!"
Kali ini Tara tertawa menanggapi kalimat Alga. "Aneh. Baru beberapa jam yang lalu, kau telah memberikan aku pengampunan karena telah menyelamatkan nyawamu, tapi sekarang kau berkata ingin mencabut nyawaku ...?"
Sepasang mata Alga bersinar dongkol menghadapi kepercayaan diri Tara.
"Aku harap kau adalah orang yang bisa menepati janji, sehingga kau tidak akan pernah melanggar ucapanmu sendiri ..."
"Kau tahu aku bukan orang seperti itu!"
"Kalau begitu berhentilah melontarkan kalimat yang menyebalkan ...!"
"Kau ...?!"
"Kalau bukan karena dirimu, aku tidak akan pernah berada dalam situasi berbahaya setiap detik. Kalau bukan karena ulahmu ... aku tidak mungkin menjadi target Alfredo ... lalu sekarang Juan Allesandro ...!"
Nada suara Tara yang naik hingga beberapa oktaf sekaligus mampu membuat Alga terhenyak.
Alga bahkan tidak melihat lagi senyum usil di wajah Tara, selain rasa amarah yang sedang berusaha dikendalikan pria itu dengan susah payah.
"Setidaknya kau harus bertanggung jawab, Nona. Obsesi gilamu atas diriku telah membuat nyawaku terancam. Kalau tahu begini, masih lebih baik aku melihat wajah pengkhianatan Lucia setiap hari ... daripada terus bertatap muka dengan wanita bar-bar seperti dirimu ...!"
"Kalau begitu pergilah! Pergilah temui Lucia, wanita murahan yang rela ditiduri pria asing demi sebuah kalung berlian palsu! Karena wanita bar-bar ini, sama sekali tidak tertarik untuk berdekatan dengan pria seperti dirimu ...!!"
Tara terperangah mendengar teriakan Alga yang bergema diantara lembabnya hutan pinus.
"Kau ... darimana kau bisa tahu dengan begitu detail tentang pengkhianatan Lucia ...?!"
Alga terhenyak ditempat duduknya. Sama sekali tak menyangka jika dorongan amarahnya untuk membela diri dihadapan Tara, justru berujung dengan terbukanya skenario yang telah ia rancang untuk Tara.
'Oh my ... mati aku ...!'
'Jangan sampai dokter Tara mencurigaiku, karena sejatinya ... aku-lah dalang dari semua peristiwa malapetaka, yang telah menghancurkan hubungannya dengan Lucia ...'
Alga terdiam kalut, sementara Tara malah sebaliknya. Senyum miris telah menghiasi sepanjang garis bibir Tara begitu ia selesai menyimpulkan semua rentetan kejadian yang ia alami didalam benaknya.
"Nona Alga, ternyata kau orangnya ..."
Alga berusaha mengelak dengan menggelengkan kepalanya. "Ini tidak seperti yang kau pikirkan, dokter ..."
"Omong kosong!!" Tara berucap jengkel.
Kegugupan Alga sudah cukup sebagai jawaban bagi Tara, bahwa ternyata Alga merupakan sutradara tunggal atas semua kejadian buruk yang menimpa hidupnya.
"Nona Alga, kau benar-benar sakit ...!!" semprot Tara lagi sambil menarik handle pintu mobil jeep milik Alga dengan wajah dipenuhi amarah.
Sejenak Alga terdiam, baru tersadar saat tubuh Tara mulai menjauh.
"Dokter Tara, kau mau kemana ..."
"Bukan urusanmu."
"T-tapi ..."
"Mulai sekarang ... aku tidak ingin lagi berdekatan denganmu. Tolong menjauhlah dari diriku!!"
Langkah Tara terayun cepat
Sedikitpun Tara tidak berkeinginan untuk menoleh, saat memilih meninggalkan Alga ... yang terdiam seribu bahasa ...
...
Bersambung ...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 71 Episodes
Comments
Eka ELissa
tu...kan tara yg ngambeg gara"...kmu cih alga pke acara kcplosn sgala...
hyooo...klimpungan juga kn di tinggal prgi tara...bhkn orang itu yg saat ini dkt dgn mu...😁😁😁
2022-06-17
2
Nur Rahayu
sekarang Tara yang ngambek.ayo Alga tunjukan kemampuanmu merayu Tara
2022-06-11
2