Gelap ...
Perih ...
Nyeri ...
Tara merasa seluruh otot persendian yang ada ditubuhnya terasa sangat sakit.
'Oh, my ... kepalaku ... punggungku ...'
Tara meringis kesakitan. Baru tersadar bahwa saat ini ia bahkan tidak bisa bergerak seinchi pun.
Tubuhnya yang terduduk dilantai yang dingin, lembab dan terasa kotor telah tersandar pada sebuah tiang kayu.
Kedua tangannya terikat kebelakang punggung, melewati tiang itu.
Lehernya pun terkalung tali seukuran jari telunjuk, juga terikat di tiang yang sama.
Kedua kaki Tara berselonjor kedepan, keduanya juga terikat satu sama lain.
Tidak hanya itu, mulutnya bahkan dibungkam oleh kain dengan aroma yang memuakkan, sedangkan sepasang matanya pun mengalami nasib serupa.
'Si al ... apakah aku sedang diculik ...?'
'Jadi beginikah rasanya diculik ...?'
'Orang gila yang tidak punya hati seperti apa yang tega menculik pria patah hati seperti diriku ...?'
Bisa-bisanya dalam keadaan genting seperti ini, bathin Tara malah menggumamkan gurauan konyol di dalam benaknya.
Dalam kesakitan, diam-diam Tara tertawa dalam hati.
Yah ... Tara sedang menghibur dirinya dengan jalan menertawakan nasibnya sendiri.
Untuk saat ini, Tara bahkan belum menemukan motif yang jelas mengapa ia bisa mengalami penculikan, justru disaat dirinya berencana ingin membenahi hatinya yang sedang porak poranda.
Tara telah memikirkannya sejak tadi, bahwa dirinya ragu jika motif si penculik menyekap dirinya dikarenakan uang.
Meskipun Tara memang telah kehilangan tas punggungnya yang saat ini entah berada dimana, tapi anehnya, kenapa jam mahal yang ada dipergelangan tangannya tidak dilucuti sekalian?
Isi tas Tara tidak seberapa. Tapi harga jam tangan miliknya bahkan nyaris mencapai empat digit.
Dalam keheningan, tiba-tiba Tara bisa mendengar suara tapak sepatu yang beradu dengan lantai. Suaranya terdengar bersahut-sahutan, membuat Tara yakin bahwa yang datang pastilah lebih dari satu orang.
Tara membisu, sambil menahan laju nafasnya yang memburu.
Rasa takut telah menyelimuti sekujur tubuhnya, hingga bulir keringat dingin sebesar biji jagung seolah berlomba keluar dari pori-porinya yang terbuka.
"Buka pintunya." sayup terdengar suara bariton seorang pria memberi perintah.
Membuat Tara sadar bahwa ruangan tempat dirinya disekap sedang tertutup rapat, dengan penjagaan ketat diluar sana.
"Baik, Tuan."
Kemudian terdengar bunyi seperti anak kunci yang beradu dengan gemboknya. Lalu ...
Braakk.
Bunyi pintu terhempas kasar.
Tara diam tak bergerak, berpura-pura pingsan, atau kalau perlu mati sekalian.
'Persetan. Aku sangat takut.'
'Apakah mereka akan membunuhku ...?'
'*Si al ... si al ... si al ...! Lucia Fernandes sia lan ...!'
'Gara-gara wanita murahan itu aku mengalami kejadian buruk seperti ini*.'
'Dasar wanita pembawa si al ...!'
Untuk yang pertama kalinya Tara menyesal tentang keputusannya yang ingin melarikan diri dari kenyataan, dengan jalan menjadi backpacker.
Dan atas semua kejadian buruk yang kini menimpanya, amarah Tara untuk Lucia menjadi semakin berlipat ganda ...!
🔳🔳🔳🔳🔳
"Tuan, sejak semalam dokter itu belum sadar juga."
Alis Alfredo bertaut.
Alfredo tidak langsung menanggapi kalimat Roland, pria seumuran Alfredo yang sejak semalam bertugas menjaga gudang tempat Tara disekap, melainkan memilih melirik jam rolex yang melingkar dipergelangan tangan kanannya terlebih dahulu.
"Sudah hampir dua belas jam, mana mungkin belum sadar juga?"
"Setengah jam yang lalu aku telah memeriksanya, Tuan. Dokter itu benar-benar belum sadarkan diri."
"Dasar pria lemah ..." ujar Alfredo sambil menyeringai sinis, kali ini tatapannya mengarah penuh kearah Tara, yang posisi tubuhnya bahkan belum berubah seinchi pun sejak terakhir Alfredo memeriksa keadaannya semalam.
"Alfredo, sampai sekarang aku masih tidak mengerti. Tolong jelaskan kepadaku, apa alasan kau menculik dokter itu, sementara kau bahkan tidak memiliki kepentingan dengannya?" Lukas yang datang bersama Alfredo, juga terlihat menatap Tara yang tak berdaya.
Alfredo menyeringai. "Dokter itu adalah target Alga."
"Tapi kau tidak punya kepentingan dengannya."
"Kata siapa tidak?"
Lukas menghembuskan nafasnya seraya menatap Alfredo yang tetap bersikeras.
"Lalu katakan padaku apa hubungannya." tantang Lukas, seolah tak mau mengalah begitu saja.
Alfredo melotot. "Apakah kau lupa bahwa semua yang menjadi urusan Alga, maka dengan sendirinya hal itu akan menjadi urusanku juga ...?"
Lukas terlihat menyeringai mendengar jawaban Alfredo. "Kau selalu mencari perkara ..." imbuhnya.
"Bukan perkara, tapi celah." ralat Alfredo keras kepala.
"Terkadang aku berpikir mungkin kau tidak membenci Alga sebesar itu, melainkan sangat menyukainya ..." ejek Lukas lagi, yang mendapati ekspresi wajah seram dari Alfredo.
"Apakah kau sudah gila, Luk?!"
"Ha ... ha ... ha ..." Lukas tergelak. "Lagi pula kau selalu ikut campur, dan terus memperkeruh hubungan dengan Klan Rudolp. Wajar kan kalau aku jadi sedikit curiga ...?" pungkas Lukas lagi sambil tersenyum mengejek ke arah Alfredo.
Alfredo melengos geram. "Bagaimana mungkin kau sempat berpikir bahwa aku bisa menaruh hati pada wanita psikopat seperti Alga Rudolp?!"
Melihat Alfredo yang terlihat meradang, yang ada Lukas malah semakin tergelak mendapati kemarahan bos, sekaligus sahabat dekatnya itu.
Memang secara organisasi, Alfredo Angelo, sang calon pimpinan Klan Angelo di masa depan, merupakan bos dari Lukas.
Alfredo Angelo adalah putra tertua Alfonso Angelo, pimpinan tertinggi Klan Angelo saat ini.
Namun meskipun begitu, pada kenyataannya Alfredo dan Lukas adalah sepasang sahabat yang telah bersama sejak di bangku sekolah dasar, wajar jika posisi Lukas terbilang istimewa.
Kenyataan itu pula merupakan salah satu alasan kuat yang membuat Lukas memutuskan untuk bergabung menjadi anggota Klan Angelo sejak beberapa tahun yang silam, selain alasan yang tak kalah kuat lainnya.
Semasa hidupnya, mendiang ayah Lukas yang sehari-hari bertugas sebagai seorang petugas bea cukai, telah menjadi informan Klan Angelo hingga di akhir hayatnya.
Sama seperti sang ayah, Lukas pun selalu merasa berhutang budi atas segala kebaikan keluarga Angelo disepanjang hidupnya. Untuk itulah dia memberikan seluruh kesetiaannya kepada Alfonso Angelo, begitupun dengan Alfredo Angelo.
"Berikan waktu dua jam untuk dokter bodoh itu menikmati tidur nyenyaknya. Kalau dia tidak bangun dalam waktu dua jam, guyur dia dengan air ... kalau perlu tambahkan juga cambukan yang menyakitkan!"
"Uhukk ...!"
Tara tidak bisa lagi menahannya.
Mendengar guyuran air yang akan ditambahkan dengan cambukan yang menyakitkan membuat jalan nafas Tara tercekat, begitupun dengan nyalinya.
Mendengar suara batuk tersebut, sontak tatapan ketiga pria berwajah dingin itu langsung mengarah kearah yang sama.
Roland mendekati tubuh Tara, langsung melayangkan tendangan kecil kearah dua kaki Tara yang berselonjor dan terikat.
"Uffhh ..." Mulut Tara yang terbungkam masih bisa mengaduh mendapati tendangan kecil itu.
"Tuan Alfredo, sepertinya dokter ini sudah sadar." ujar Roland lagi, kembali menatap Alfredo yang berdiri tegak disisi Lukas.
"Bagus." jawab Alfredo singkat, sambil mendekat.
Tara mendongak lemah, namun ia tidak bisa melihat apa-apa karena kedua matanya yang masih tertutup sehelai kain butut.
"Selamat datang, dokter Tara ... senang sekali bisa melihatmu seperti ini ..." kalimat dingin Alfredo telah terucap dengan sinis, sanggup membuat seluruh bulu kuduk Tara meremang sempurna.
Tara yang tak berdaya hanya bisa tertunduk lemah.
Sekujur tubuh Tara gemetar menahan haus, lapar, serta rasa takut yang semakin dominan.
'Matilah aku ...'
Bathinnya pasrah ...
...
Bersambung ...
Jangan lupa support terus DOKTER TARA, agar bisa segera bertemu NONA MAFIA ... 🥰
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 71 Episodes
Comments
Khendiz
tara kok lucu yah 🤣🤣🤣🤣
2023-03-12
2
V_nee ' wife Siwonchoi ' 🇰🇷
Aku Tinggalkan Jejak Supaya Segera Di Ketemukan Nona Mafia Alga 😉😉
2022-04-16
3
Elisabeth Ratna Susanti
keren 😍😍😍😍
2022-04-10
1