'Sungguh diluar dugaan ... si bodoh ini ternyata cukup bernyali, dan ada gunanya juga ...!'
Bathin Alga sambil sesekali mencuri pandang ke wajah Tara yang berhias lebam, hampir di keseluruhan wajahnya, sementara di jok belakang Mike terlihat bersandar lemah dengan mata terpejam menahan sakit.
"Sebaiknya kita pergi ke rumah sakit lebih dahulu." ucap Tara sambil melirik kaca spion tengah, mengawasi Mike.
"Tidak perlu. Sebaiknya kita segera kembali ke markas." tepis Alga.
"Anak buahmu butuh perawatan medis."
"Hanya mengeluarkan sebuah peluru bukanlah hal yang sulit bagi kami, itu sudah biasa. Lagipula prosedur rumah sakit terlalu ribet."
"Tapi ..."
"Tolonglah, dokter. Jangan mengajak berdebat."
Tara menarik napas panjang. Sejujurnya ia tidak setuju dengan pendapat Alga, tapi kali ini Tara memilih mengalah saja, apalagi saat menyadari Alga yang telah membuang pandangannya keluar jendela, seolah enggan bicara lagi.
Sementara itu, Alga yang tengah mengawasi jalanan dari balik kaca mobilnya boleh bernapas lega, karena pada akhirnya Tara benar-benar mampu membawa mereka bertiga, keluar dari kekacauan yang terjadi di gedung tua itu.
Untuk sesaat suasana di dalam mobil itu terasa hening, karena belum ada seorang pun yang bicara didalam jeep hitam pekat yang mulai melaju dengan kecepatan normal diatas jalan raya yang tidak terlalu ramai, sebelum akhirnya suara tawa tertahan milik Tara terdengar menyeruak dalam keheningan.
Refleks Alga menolehkan kepalanya, dan matanya sontak membola saat menyadari Tara yang sedang mati-matian berusaha menggigit bibir menahan tawanya.
"Ada apa? Kenapa kau tertawa?" usut Alga.
Tara yang ditanya bukannya langsung menjawab malah menggeleng sambil menghadiahi Alga dengan sebuah kerlingan.
"Katakan padaku apa alasan yang membuat kau tiba-tiba tertawa?! Apakah kau berpikir bahwa kejadian barusan selucu itu?!" semprot Alga dengan judesnya, apalagi saat menyadari bahwa mereka benar-benar baru saja lolos dari jemputan malaikat maut dan Tara malah tertawa seolah semua itu lucu.
"He ... he ... he ..."
Tara yang terkekeh nampak berusaha keras menahan laju tawa lebarnya agar tidak menyeruak keluar dari mulutnya.
"Tidak ... tidak ada apa-apa ..." ucap Tara masih berusaha mengelak.
"Bohong! Kalau benar tidak ada apa-apa lalu kenapa kau tertawa?!"
"Tidak, Nona, aku hanya merasa bahwa pada kejadian barusan, bukankah aku terlihat sangat keren ...?"
Sepasang mata Alga semakin membeliak lebar mendapati kalimat naif yang begitu percaya diri milik Tara, terlontar dengan ekspresi wajah super songong milik pria itu.
"Seperti sebuah adegan film hollywood yang menegangkan. Sangat memacu adrenalin ..."
Mendengar kalimat itu Alga memijat alisnya.
'Pria ini benar-benar norak ...'
Bathin Alga keki.
"Aku baru sadar, ternyata selama ini hidupku sangat serius, dan semua kejadian yang aku alami ini benar-benar luar biasa. Bukankah begitu Nona Alga?"
"Jadi kau menganggap semua ini main-main?!"
"Tidak juga, aku justru bangga dengan diriku karena aku bisa bertahan sampai detik ini, dan keluar hidup-hidup dari gudang itu."
"Ck ... ck ... ck ... itu artinya kau sama sekali tidak menyadari bahwa kaulah penyebab semua ini, dan kau malah menganggap dirimu pahlawan ..." desis Alga.
"Nona Alga, ada apa denganmu? Apa kau tidak lihat bagaimana kondisiku? Aku justru mengalami penyiksaan yang sangat buruk karena dirimu, dan kau tidak bisa memungkiri bahwa aku juga yang hari ini menyelamatkan nyawamu ...!"
"Owwhh ... aku mengerti, dokter. Jadi kau ingin aku bagaimana? Meminta maaf atau berterima kasih?!" tantang Alga. Punggungnya yang semula tegak kini berbalik sempurna kearah Tara yang masih setia dibelakang setir.
"Tentu saja keduanya. Kenapa kau ingin aku memilih mana yang harus aku terima disaat kau memang harus mengatakan kedua kalimat itu kepadaku ...?" balas Tara yang kumat sifat keras kepalanya menerima tanggapan Alga yang sangat tidak ramah.
Kalimat demi kalimat Tara bahkan sukses membuat gigi Alga bergemeretak menahan kedongkolan yang telah sampai di ubun-ubun.
"Wah ... dokter Tara ... kau benar-benar dokter yang serakah ..." desis Alga kesal setengah mati, tapi Tara malah tersenyum mengejek.
"Memang apa salahnya kalau aku mengharapkan ucapan maaf sekaligus ucapan terima kasih?"
"Dokter Tara, kau yakin kau seorang dokter? Apakah kau juga bersikap menyebalkan seperti ini kepada para pasienmu? Apakah sangat penting bagimu mendengar ucapan terima kasih? Bukankah hal yang biasa bagi seorang dokter menyelamatkan nyawa manusia ...?"
"Itu beda konteks, Nona,"
"Sama saja!"
"Tentu saja berbeda ..."
"Sama saja!"
"Seumur hidupku menjadi seorang dokter, tidak pernah ada satu orang pun pasien yang menculikku, menodongkan senjata, dan aku tidak pernah bertugas dibawah berondongan peluru yang membabi-buta."
Tara melirik Alga sejenak, sedikit sinis.
"Nona Alga, kau telah membuatku mengalami siksaan fisik semalam penuh! Aku telah dipukul, disiksa dan mengalami serentetan peristiwa buruk ... semua itu karena dirimu ...!" tudingnya tanpa keraguan sedikitpun.
"Apa kau bilang ...?!"
"Kau pikir aku tidak tahu betapa Tuan Alfredo menginginkanmu? Aku terus di desak untuk mengurai seperti apa hubunganku dengan dirimu, sementara aku bahkan tidak mengenalmu. Tapi yang menjadi pertanyaanku sekarang adalah, sama seperti besarnya rasa ingin tahu Tuan Alfredo, sejujurnya aku pun sangat penasaran ... kenapa kau begitu menginginkan diriku?"
Alga terhenyak, tak siap di todong seperti itu.
"A-aku ..."
"Aku sadar ada banyak wanita yang mengejar diriku. Tapi ketahuilah ... caramu menginginkan seorang pria sangat menakutkan!"
"D-dokter Tara, kau ..."
"Hentikan, Nona Alga. Caramu itu sungguh berhasil menakutiku ..."
"Oh astaga ... kenapa disaat seperti ini kau malah menganggapku ..." Alga nyaris tak bisa berkata-kata. Kedua matanya bergerak liar kesana-kemari, dan sedikit rasa aneh telah hinggap di kedalaman hatinya mendapati tuduhan yang diluar akal sehat itu.
"Karena itulah kebenarannya." Tara tersenyum jumawa penuh kemenangan, saat menyadari bahwa ia telah berhasil menyudutkan Alga dengan menebak isi hati wanita itu tanpa meleset.
"Baiklah ... baiklah ... aku akui, aku memang menginginkan dirimu, tapi bukan seperti yang kau ..."
"Sudah kuduga."
"T-tunggu sebentar ... ini tidak seperti dugaanmu ...!"
"Harus aku katakan sekarang juga agar kecewamu tidak berlarut-larut. Nona Alga, sayang sekali ... aku tidak tertarik padamu ..."
"Kau ..."
"Kau bukan tipeku."
"A-appaa ...?!"
"Sesungguhnya wajahmu cukup lumayan asalkan kau mau berdandan sedikit saja, dan yang paling penting ... kau mau memperbaiki sifatmu menjadi sedikit lembut."
"Shut up! Aku tidak peduli seperti apa penampilanku, dan aku juga tidak butuh pendapatmu!"
"Kau harus peduli. Ingat baik-baik, sebagian besar pria menyukai wanita karena fisiknya, dan kelembutan seorang wanita bisa membuat pria jatuh hati."
Alga memijat pelipisnya dengan wajah geram.
"Coba kau lihat wajah kesalmu di spion itu ..."
Dengan dagunya Tara menunjuk kaca spion yang ada di dekat Alga, yang tanpa sadar Alga pun menoleh kearah yang dimaksud, dimana wajah kusamnya yang kusut masai terpantul jelas disana, lengkap dengan ekspresi kemarahan yang hendak meledak, manakala sebuah bisikan lirih kembali menyentuh gendang telinga Alga.
"Ketahuilah, Nona Alga, pria tidak suka wanita kasar dan pemarah ... seperti dirimu ...."
...
Bersambung
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 71 Episodes
Comments
Elisabeth Ratna Susanti
suka 😍
2022-06-21
1
Itha Satrya
pilihan bahasa yg buaguuusss👍👍
AUThoR kereeennnn!!
2022-06-05
1
V_nee ' wife Siwonchoi ' 🇰🇷
Hahahahahaha....Aku Ketawain Kamu dokter Tara Karena Bakal Jilat Ludah Sendiri " Kamu Bakal Suka Malah Sangat Suka Atau Jatuh Cinta Dengan Alga Si Wanita Berwajah Kumal,Penarah Yg Katamu "
2022-05-23
2