"Geledah tempat ini!"
Seorang pria tegap dengan banyak tatto di lengan kanan dan kirinya nampak memberi ultimatum tegas, seolah menandakan bahwa dirinyalah sang pemimpin kelompok tersebut.
Sementara itu, ada lebih dari sepuluh orang pria bertampang seram lainnya, yang kemudian dengan tanpa perasaan mengobrak-abrik setiap sudut bungalow milik Tara hingga berantakan tak bersisa.
"Tidak ada seorangpun di dalam bungalow ini, Rob." salah seorang dari mereka berucap setelah nyaris sepuluh menit mereka semua telah memeriksa isi bungalow tersebut bahkan sampai ke area luar dan sekitar.
"Tidak mungkin! Bagaimana bisa Nona Alga dan dokter Tara bisa menghilang begitu saja, padahal jeep milik Nona Alga masih terparkir di halaman belakang ...?!"
Pria yang disapa Rob itu nampak mengusap tengkuknya beberapa kali dengan wajah geram.
Rob merasa ia tak mungkin salah melihat.
Sudah jelas-jelas hanya ada dua orang yang berada di dalam heli yang mengudara, yang gagal Rob dan semua anak buahnya lumpuhkan, meskipun mereka sudah memberondongnya dengan peluru untuk menembak jatuh.
Dua orang pria yang berada didalam heli tersebut, mereka adalah Kim dan Mike, yang keduanya merupakan orang kepercayaan Alga.
"Jangan-jangan Nona Alga dan dokter Tara sejak awal tidak berada ditempat ini, Rob ..."
Rob tercenung sejenak, namun pada detik berikutnya ia sendiri mulai menyimpulkan hal yang sama, bahwa bisa jadi Alga dan Tara sudah tidak bersama Mikeb, dan bahwa Alga telah mengecoh mereka dengan sangat sempurna.
"Kalau benar demikian, lalu kemana mereka ...?"
Hening, tak satu pun dari anak buah Rob yang bisa menjawab pertanyaan pria itu.
Mereka semua hanya bisa saling pandang satu sama lain, dengan raut wajah yang kebingungan.
Dering ponsel Rob memecah keheningan yang baru saja tercipta. Wajah Rob terlihat memucat saat mengetahui siapa gerangan sang penelpon.
'Tuan Juan Allesandro ...'
Rob membathin kalut, tapi mau tak mau ia tetap menggeser icon hijau dipermukaan layar ponsel miliknya.
"Bagaimana, Rob?"
Suara berat Juan Allesandro terdengar bertanya to the point.
Rob menghela napasnya berat. "M-maaf, Tuan ..."
"Bicara yang jelas. Apa maksudmu dengan meminta maaf?"
"Tuan, kami ... kami gagal menghentikan heli yang dikendalikan Kim ..."
"Jadi mereka lolos ...?!"
Suara Juan Allesandro terdengar meninggi.
"I-iya Tuan, tapi hanya Kim dan Mike, sementara Nona Alga dan dokter Tara menghilang ..."
"Apa katamu ...?! Menghilang ...?!"
"I-iya, Tuan ... m-menghilang ..."
"Dasar bodohhh ...!!!"
Umpatan kasar Juan Allesandro di seberang sana sanggup membuat Rob tersentak, dan kemudian tertunduk lesu.
"Bagaimana mungkin bisa menghilang, Rob?! Sudah jelas-jelas mereka pergi ke bungalow itu?! Lalu kenapa keduanya bahkan tidak bersama Kim dan Mike?!"
"Itulah yang membuat kami keheranan, Tuan, karena keduanya benar-benar menghilang seperti tertelan bumi ..."
Kali ini hanya helaan napas Juan Allesandro yang terdengar berhembus kasar.
"Maafkan kami, Tuan. Kami sudah menggeledah seluruh bungalow tanpa tersisa, tapi kami tidak menemukan petunjuk tentang apapun ..."
"Kembalilah ke markas sekarang juga."
Ucap pria itu dengan nada suara yang datar.
"Baik Tuan, kami akan segera kembali."
Meskipun sempat ketakutan setengah mati, pada akhirnya Rob bisa bernapas lega.
Karena atas kegagalan fatalnya kali ini, ternyata Tuan Juan Allesandro masih bersedia mengampuni nyawanya.
🔳🔳🔳🔳🔳
Kriukkk ... kriukkk ...
Alga tersentak mendengar bunyi aneh itu.
"Maaf, itu bunyi perutku ... he ... he ... he ..."
Tara malah terkekeh menatap wajah horor Alga, sedikit pun pria itu tak merasa gentar.
"Dari wajahmu kau kelihatannya tidak senang. Memangnya kau sendiri tidak lapar?" tanya Tara dengan wajahnya yang keheranan.
"Kau pikir aku zombie yang tidak bisa merasakan lapar?!" hardik Alga kesal, karena sesungguhnya perutnya pun mulai kelaparan sejak beberapa saat yang lalu.
"Ssstt ... jangan berisik, kalau mereka belum pergi bagaimana?"
"Huhh ....!!"
Alga membuang wajahnya yang dongkol ke arah lain, namun pada akhirnya ia pun berucap dengan nada suara yang jauh lebih rendah.
"Aku rasa mereka sudah pergi ..."
"Sebaiknya kita tunggu sebentar lagi."
Alga melirik Tara yang berdiri sambil mengusap perutnya yang keroncongan.
"Kalau nanti kita bisa keluar dari tempat ini, aku akan mentraktirmu makanan yang enak ..."
"Cih, siapa juga yang mau pergi denganmu ...?"
"Sudahlah Nona Alga, kau tidak punya alternatif pilihan. Sebaiknya kau ikut denganku saja ..." Tara berseloroh ringan, mencoba mengakrabkan diri meskipun Alga terlihat sangat kaku.
"Memangnya siapa dirimu?!" hardik Alga kesal, tapi Tara malah menjawabnya dengan santai.
"Aku Tara, orang yang dalam sekejap mata telah berkali-kali menyelamatkan nyawamu."
Alga melengos mendengar jawaban kalem itu. "Kau tenang saja, dokter, aku akan segera membalas semua budimu!"
"Budi tidak bisa di balas ..."
"Kau ..."
"Aku berkata benar, bahwa kau tidak bisa membalas budi seseorang seperti halnya sebuah hutang. Lagipula kau ingin membalasnya dengan apa? Dengan uang, hadiah, atau apa ...? Aku bahkan punya semuanya ... tidak butuh kau beri apapun ..."
Klik.
Tara terhenyak ditempatnya, saat menyadari ujung pistol yang dingin telah menyentuh dahinya dalam sekejap mata.
Tepat dihadapan Tara sambil berdiri menyeringai.
Wanita kasar itu, Alga, telah menodongkan ujung pistolnya, lurus tanpa berpikir panjang, sambil menyeringai.
"Bagaimana jika aku membayarnya dengan nyawamu sebagai gantinya? Apakah itu cukup seimbang?"
Tara menatap Alga tanpa berkedip. "M-membayarnya dengan nyawaku ...? A-apa maksudmu Nona Alga ...?"
"Dokter, kau pasti sudah mengetahui bahwa sejak awal. Aku telah mengincar nyawamu, bukan?"
Lagi-lagi Tara terdiam, meskipun sepasang mata elangnya terlihat mengawasi Alga dengan tatapan gugup, dari balik keremangan ruang bawah tanah.
Alga tersenyum sinis mendapati wajah Tara yang memucat. Dengan gerak perlahan ia menarik lengannya, kembali menyimpan pistol yang baru saja ia todongkan ke kepala Tara.
"Aku mengampuni nyawamu, dokter Tara, meskipun sebenarnya aku sangat tidak rela. Apakah semua yang telah aku ungkapkan itu cukup seimbang?"
Tara menelan ludahnya kelu.
"K-kenapa ...?" tanya Tara dengan bersusah payah.
"Karena aku membencimu."
"Tapi kenapa ...?"
"Aku sangat membencimu!" suara Alga semakin tercekat.
"Butuh alasan untuk membenci seseorang. Bagaimana mungkin kau membenciku bahkan berniat mengambil nyawaku tanpa alasan yang jelas ...?"
"Aku punya alasan. Tapi untuk saat ini ... aku tidak ingin membaginya denganmu ..." pungkas Alga kemudian dengan nada suara yang begitu dalam.
Tara membisu, tubuh tegapnya masih berdiri tegak, sama halnya dengan Alga yang juga berdiri kokoh, sambil menatap Tara dengan tatapan berkecamuk.
Sebuah dendam ... dan Tara bisa melihatnya dengan jelas, bagaimana semua itu berkobar di sepasang mata Alga, yang baru disadarinya bahwa sepasang telaga tersebut ternyata sangat indah.
'Cantik ...'
'Tapi berbahaya ...'
Tara bergumam dalam hati, meskipun akhirnya ia bergidik sendiri.
'Aku pasti sudah gila ...'
'Kenapa dalam keadaan seperti ini, aku masih sempat mengagumi sepasang mata wanita ini ...?'
'Padahal wanita kasar ini baru saja menodongkan moncong pistolnya kearah kepalaku ...'
Tara belum bisa berhenti mengutuk dirinya sendiri.
Ekor matanya mengawasi Alga yang kembali menaiki anak tangga, guna mengintip aktifitas yang memang telah hening setelah beberapa saat yang lalu, seolah benar-benar ingin memastikan jika keadaan diluar sana telah aman.
Pinggang ramping Alga sanggup mengalihkan fokus Tara, membuat Tara kembali menegur dirinya sendiri didalam hati.
'Tara ... please ... jangan mulai lagi ...''
'Berhentilah mengagumi wanita menakutkan, yang dengan berani menodongkan moncong pistolnya kearahmu, juga menginginkan nyawamu terang-terangan!'
...
Bersambung ...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 71 Episodes
Comments
Eka ELissa
lok tau alasan alga ingin membunuh mu itu knapa....apa kmu msih kgum ma alga...tara...
enthlah hnya emak yg tau..😁😁😁
2022-06-05
2
Nur Rahayu
lanjut.semangat
2022-06-02
1
Sis Wanti
lanjut
2022-06-02
1