Perjalanan Jason dan Charlene ternyata cukup memakan waktu, mereka tidak menggunakan kereta karena enggan menjadi pusat perhatian.
"Charlene."
"Hamba yang mulia?"
Jason mendecak kan lidahnya, "Sudah kukatakan bukan? kau harus memanggilku apa? dan coba ulangi lagi, apa hubungan kita?"
Charlene menjadi salah tingkah, "Sa-sayangku, kita adalah su-suami isteri."
Jason tersenyum melihat ekspresi Charlene yang tersipu malu. Seperti biasa, Jason akan mengusap kepala Charlene.
Tiba - tiba mata Charlene terbelalak ketika melihat kota yang cukup maju dan ramai. Terlihat begitu banyak pedagang yang lalu lalang di sekitar nya.
"Akhirnya kita sampai juga. Ada apa denganmu Charlene? Apakah ini pertama kali nya kau datang kemari?"
Charlene mengangguk kan kepala nya, 'Jika ini di zaman ku, aku pasti akan rajin memotret, sangat disayangkan jika melewatkan pemandangan kota kuno yang maju seperti ini.'
"Yang mulia kita akan kemana?"
"Kita akan ke penjual senjata, aku ada perlu disana. kemudian kita akan menuju Bar, berita yang kudengar ada sekelompok bangsawan yang hendak memberontak."
Baru kali ini Charlene melihat ekspresi serius Jason, dan baru menyadari bahwa Jason memang raja yang banyak memikul tanggung jawab kerajaan.
Tak lama kemudian mereka tiba di penjual senjata.
"Charlene kau lihat - lihat lah dulu. Aku ada perlu dengan sang pandai besi."
Charlene mengerti bahwa Jason membutuhkan privasi. Dia pun berjalan di sekitar toko senjata tersebut, tak lama kemudian Charlene menemukan busur yang sangat indah. Charlene pun menggenggam busur nya dan merasa terpukau seketika 'Sangat ringan tetapi kuat.'
Tanpa Charlene sadari, sudah cukup lama Jason mengawasi nya dari jauh.
Charlene mencoba busur tersebut, kemudian meletakkan nya kembali ke tempat nya.
"Apakah kau mau membelinya?"
"Astaga yang-" kalimat Charlene pun dikoreksi ketika melihat ekspresi Jason
"Sayangku kau membuatku terkejut."
Jason tersenyum puas, "Jika kau menyukai busur itu, kau bisa membelinya."
Charlene menggelengkan kepala nya, "Aku tak punya uang."
Tanpa basa basi Jason mengambil busur dan anak panah itu, kemudian membayarnya.
"Ini ambil lah. Aku tahu kau menyukai nya."
Dengan berseri - seri Charlene menerima nya, "Terima kasih sayangku."
Mereka pun melanjutkan perjalanan, tiba - tiba sebuah anak panah melesat menuju ke arah Charlene, untung nya tembakan mereka meleset dan hanya menggores lengan Charlene sedikit. Charlene mengabaikan rasa sakit di lengannya, secara naluriah dia bersiap untuk menyerang kembali. Dia melihat pelaku yang telah memanah dirinya, dengan sekuat tenaga di lepaskan anak panah dari busur Charlene, dan tepat mengenai dada penjahat tersebut.
Suara erangan terdengar, para warga menjadi panik dan berlarian. Jason menarik tangan Charlene, "Segera pergi dari sini. Jangan menarik perhatian lebih dari ini."
"Sebentar tunggulah sebentar. Aku ingin melihat orang yang hendak membunuhku yang mulia."
Jason tidak dapat menunggu lagi, bisa jadi target yang sesungguhnya adalah dirinya. Itu arti nya penyamaran mereka sudah diketahui.
"Tidak ada waktu lagi Charlene kita harus bergegas."
Segera mereka berkuda untuk kembali ke istana.
Di tengah perjalanan terdapat dua orang berpakaian hitam menembakkan anak panah ke arah mereka.
"Sialan! Charlene lompat lah ke kuda ku. kau balas panah mereka, dan aku akan memegang tali kekang kuda ini."
Charlene paham atas situasi ini, memang sulit jika mereka hanya melarikan diri tanpa adanya perlawanan sama sekali.
Dengan lihai Charlene lompat ke arah kuda Jason, kemudian memanah salah seorang penjahat itu.
Bingo!
satu orang berhasil ditumbangkan,
"Jason bergeraklah ke arah kanan."
Mereka berhasil menghindari anak panah yang berikutnya. Charlene pun membidik kembali, dan berhasil menumbangkan penjahat yang tersisa.
Kuda mereka berlaju dengan cepat, Jason pun menembakkan tanda bahaya supaya prajurit rahasia yang mengikuti mereka tahu bahwa mereka dalam bahaya.
"Kemana kita akan pergi yang mulia?"
Charlene terus berpegangan erat pada Jason, laju kuda berlari semakin kencang.
"Kita akan pulang ke istana."
"Bagaimana dengan para penjahat itu?"
"Para prajurit akan mengurusnya."
Akhir nya mereka berdua sampai di istana. Dheen melihat ekspresi tuannya, dan mengetahui jika rencana tidak berjalan dengan lancar, kemudian Dheen mengambil kotak obat karena mengetahui lengan Charlene terluka, setelah itu dia memanggil pelayan untuk mengantarkan Charlene kembali ke kamar nya.
"Dheen apakah sumber kita dapat dipercaya?"
Dheen menatap Jason dengan keyakinan, "Hamba sangat yakin yang mulia."
"Kalau begitu, pertemuan hari ini memang diadakan untuk memancingku ke luar, dan mereka berhasil. Apakah ada yang mengetahui perjalanan ku keluar?"
Dheen tampak berpikir keras, kemudian dia menundukkan badannya, "Ampuni hamba yang mulia, hamba ceroboh memberitahukan bahwa yang Mulia keluar pada Puteri Matilda."
Jason menarik rambutnya frustasi, "Tampaknya Matilda merupakan mata - mata ayahnya."
"Maafkan jika hamba lancang yang mulia, seperti nya bukan seperti itu. Karena Puteri Matilda panik melihat yang mulia pergi bersama nona Charlene. Jika yang mulia tidak ingin Duke Lizt curiga sebaiknya yang mulia lebih memperhatikan Puteri Matilda."
"Kau benar Dheen, seperti nya aku terlalu menganggap remeh Matilda. Berarti menurutmu Duke Lizt belum mengetahui kecurigaan kita?"
"Menurut hamba belum yang mulia."
"Baiklah kita kembali ke rencana awal."
Kediaman Duke Lizt
Duke Lizt menggebrak meja nya, Dia terkejut mendapat kabar jika para pembunuh yang mereka sewa tertangkap oleh prajurit istana.
"Bagaimana mungkin hal ini bisa terjadi Sergio?"
"Seperti nya yang mulia raja melindungi nya tuanku."
Duke Lizt mengepalkan tangannya, "Seperti nya aku terlalu meremehkan Jason. Kemudian bagaimana dengan Matilda?"
"Hamba belum memberi kabar apa pun tuanku."
"Tidak usah kau beri kabar pada Matilda. Aku tak mau dia bersedih. Jika dia bertanya, jawab saja aku tidak jadi mengirimkan pembunuh bayaran. Jika bukan karena Matilda tergila - gila dengan raja boneka itu, sudah sejak lama aku membunuh bocah bernama Jason itu."
"Baik tuanku. Apakah ada lagi tuanku?"
Duke Lizt mengusap perlahan jenggot nya yang tebal, "Sergio, menurutmu apakah Jason benar - benar menyukai budak itu?"
"Kalau masalah itu hamba tidak tahu yang mulia. Apakah hamba perlu memerintahkan mata - mata kita untuk mengawasi budak itu?"
"Hmmmm.. bukan ide yang buruk, perintah kan hanya cukup mengawasi, jangan bertindak apa pun. Dan ingat jangan katakan hal apa pun pada Matilda. Anakku itu sangat sembrono, dia belum dapat menguasai emosi."
"Baik tuanku."
Duke Lizt agak kurang suka dengan laporan Sergio hari ini. para pembunuh bayaran itu berhasil di lumpuhkan dengan satu anak panah yang langsung mengenai titik vital nya. Walau pun tidak sampai membunuh, setidak nya jika Jason memiliki kemampuan seperti itu, kenapa bisa lepas dari pengawasannya.
Sejak Jason kecil, memang tidak dapat dipungkiri bocah tengil itu berbakat di militer, tapi dia tidak menyangka kemampuan memanah nya sebagus itu.
'Aku tidak boleh meremehkannya.'
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 38 Episodes
Comments