Pasukan

Pagi hari nya, suasana hati Jason sangatlah buruk. Kenangan buruk dua tahun yang lalu kembali muncul, bagaimana mungkin dia melupakan alasan kebencian nya pada raja Arcton.

'Secara tidak langsung dia sudah menghabisi keluargaku, tetapi apa yang aku lakukan sekarang? Menemukan seorang pangeran pengecut pun aku tak bisa. Yang pasti aku tidak akan membiarkan Arcton tenang di alam baka, aku akan menghabisi keturunannya tak terkecuali pangeran Arlon.

"Dheen apakah ada kabar tentang pangeran Arlon?"

"Lapor raja, pasukan elit kita tidak menemukan tanda apa - apa."

"Hentikan pencarian, dan perintahkan pasukan kita merekrut orang lagi dan melatihnya. lakukan secara diam - diam."

Dheen mengernyitkan alis nya, "Raja kenapa pencarian di hentikan?"

Jason tersenyum, "Karena tikus saat ketakutan akan semakin pintar bersembunyi, tetapi jika kita melonggarkan pencarian maka dia akan keluar dengan sendiri nya."

"Baik hamba mengerti, hamba akan melaksanakan perintah."

Pasukan elit adalah pasukan yang dibentuk oleh Jason sendiri, mereka adalah sekelompok prajurit dengan kemampuan di atas rata - rata prajurit pada umumnya. Berdasarkan pengalaman di masa lalu nya, salah satu kelemahan ayah nya adalah tidak memiliki pasukan militer, sehingga mudah diinjak - injak oleh Arcton.

Jason tidak mau pengalaman buruk terulang lagi, terlebih lagi Matilda selalu mengancam diri nya menggunakan nama Duke Lizt. Cepat atau lambat, dia harus bisa menemukan kelemahan Duke Lizt dan menekannya. Tidak dapat dipungkiri, kapan saja Duke Lizt bisa melakukan pemberontakan terhadap dirinya, satu - satunya jalan adalah menyiapkan pasukan elit rahasia khusus untuk dirinya sendiri.

"Dheen, tolong selesaikan berkas yang sudah aku periksa. Aku ingin berjalan - jalan sejenak mencari udara segar."

Dheen hanya membungkuk dan Jason melenggang keluar ruangan tersebut.

Tanpa terasa kaki nya melangkah menuju taman yang terletak di gedung utara. Jason melihat sosok Charlene sedang duduk di tepi kolam dengan membenamkan sebagian tungkai kaki nya ke dalam air.

"Kenapa kau melamun?"

Sapaan Jason membuat Charlene terkejut dan tanpa sengaja menumpahkan roti yang digenggam nya masuk ke dalam kolam.

"Anda selalu mengagetkan ku yang mulia. Lihatlah, makan siang ku berakhir menjadi makanan para ikan itu."

Wajah cemberut Charlene sangat menggemaskan, tanpa Jason sadari dia membelai lembut ujung kepala nya.

Dengan segera Charlene menepis tangan Jason, "Tolong yang mulia jangan seperti ini, bagaimana jika orang lain melihat kita dan menjadi salah paham? Untunglah aku hanya tinggal sendirian disini."

Sambil tersenyum, Jason melepas sepatunya, kemudian menggulung celana panjang nya dan duduk di samping Charlene. Tak ketinggalan kedua tungkai kaki nya pun dimasukkan ke dalam kolam tersebut.

"Apa yang anda lakukan yang mulia? Apa yang mulia tidak paham dengan yang ku katakan tadi?"

"Biarlah semua orang salah paham Charlene, aku tak peduli. Atau kita wujudkan saja salah paham orang lain itu?"

Lama Charlene mencerna perkataan Jason, setelah mengerti perkataannya Charlene menjadi salah tingkah. Jason menertawai Charlene, 'Rasa nya menyenangkan tertawa seperti ini tanpa beban apa pun.'

"Charlene bolehkah aku bertanya pada mu?"

"Silahkan yang mulia."

"Bagaimana dengan tempat tinggal mu yang dulu? Apakah kau betah tinggal disini?"

Awalnya Charlene bingung bagaimana dia harus menjawab Jason, tetapi kemudian dia menyadari bahwa dirinya harus sedikit demi sedikit bersikap jujur pada Jason.

"Ehmm tidak bisa jika dibilang betah atau tidak betah yang mulia, yang benar adalah mau tidak mau hamba tinggal disini. Hamba seorang yatim piatu, tetapi di tempat hamba tinggal sebelumnya hamba tidak hidup seorang diri. Hamba mempunyai banyak teman yang sudah disebut sebagai keluarga. Tempat tinggal hamba sangat sederhana, bahkan mungkin terbilang jelek jika dibandingkan dengan istana yang megah ini, tetapi suasana disana sangat hangat."

Charlene meneteskan air mata nya, dia rindu panti asuhan tempat dia tinggal, dia rindu suara klakson kendaraan yang lalu lalang, dan dia pun rindu omelan ibu Rosi. Entah bagaimana cara dia pulang, yang pasti di tempat yang megah ini Charlene merasa kesepian.

Jason menatap pandangan Charlene, tampak kejujuran disana. Tanpa disadari tangan Jason terulur dan menghapus air mata Charlene.

"Jangan menangis, apa kau menginginkan beberapa pelayan menemanimu disini?"

Charlene mengerjapkan mata nya beberapa kali, "Bagaimana mungkin hamba berani yang mulia. Jika hamba menerima tawaran anda, sama saja hamba menggali kuburan hamba sendiri dan menanti Puteri Matilda menghabisi hamba."

Jason selalu tersenyum dengan cara Charlene menjawab pertanyaannya. Jika wanita lain yang diberi tawaran seperti itu, pasti mereka akan kegirangan.

"Kau tenang saja, aku akan mengirimkan orang ku kesini. Mungkin dua orang pelayan wanita sudah cukup. Kau juga membutuhkan bantuan orang lain untuk mengurus dan membersihkan gedung ini."

"Apakah yang mulia yakin hamba boleh menerima niat baik ini?"

"Tentu saja. Aku adalah raja disini, perintahku adalah mutlak. Dengarlah Charlene, aku akan memenuhi kebutuhan mu disini. Yang aku inginkan dari mu hanyalah kejujuran saja. Aku paling benci jika orang yang berada di dekatku mengkhianati ku atau pun berbohong padaku, terlebih lagi jika berani membodohi ku, apakah kau mengerti?"

'Mati aku. Bagaimana jika dia tahu bahwa tubuh ini adalah milik Arlon. ya Tuhan tolong lah hamba mu ini '

Charlene hanya mengangguk pelan, dia tidak berani menatap mata Jason.

"Ada apa Charlene? Apakah ada yang tak beres?"

Charlene hanya menggelengkan kepala nya,

"Tidak ada, hamba hanya merasa lapar yang mulia."

"Maafkan aku, aku lupa makanan mu sudah jatuh ke dalam kolam. Biar aku minta pelayan membawakan makanan untukmu."

Ketika Jason akan bangkit berdiri, Charlene menahan tangan nya,

"Tidak usah yang mulia, cukup anda menemani hamba disini makan hamba sudah bahagia."

Jason pun tersenyum lembut, dia membiarkan Charlene menyandarkan kepala di bahu nya. Kemudian Jason memeluk erat bahu nya. Berdua mereka menikmati ketenangan taman itu.

Di Lain pihak, Matilda meluapkan emosi nya pada para pelayan.

"Berani nya!! Ini sudah hari kedua aku sakit, dan Jason tidak menjenguk ku!"

Para pelayan di ruangan itu pun ketakutan, dua buah vas bunga sudah menjadi korban emosi Matilda.

"Shira, apakah ayahku sudah tahu bahwa aku dipermalukan kemarin?"

Shira agak sedikit ketakutan, sebelum akhirnya dia menjawab, "Sudah tuan Puteri. Bahkan beliau menyuruh tuan Puteri bersabar."

Baru saja Shira menyelesaikan ucapannya, sebuah Vas bunga kembali melayang ke tembok dan pecah berkeping - keping.

"Kenapa aku harus bersabar?! Aku ini Matilda seorang puteri kediaman Lizt. Aku harus menghabisi budak itu."

"Ta-tapi puteri, jika tuan Puteri langsung menghabisi nya, nama tuan Puteri akan tercoreng di antara para bangsawan. Selama ini Tuan Puteri sudah dikenal sebagai orang yang welas asih, jika nama anda rusak karena seorang budak, seperti nya sangat tidak sebanding."

Matilda pun mencerna kata - kata Shira, 'Ada benar nya juga. Jason pasti akan melindungi budak itu. Aku harus mencari cara menyingkirkan nya secara diam - diam.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!