Keesokan paginya Lug dan ayahnya melakukan check out. Mereka pergi dari penginapan tersebut dan berangkat menuju ke kota. Vans memperkirakan akan sampai ke kota dalam kurang dari empat jam perjalanan. Itu sudah sangat memakan waktu, maka dari itu mereka berangkat tepat ketika matahari menampakkan separuh badannya.
Di tengah perjalanan, Lug menjumpai banyak hewan yang berkeliaran di hutan. Jalan setapak yang mereka lalui tidak besar dan tidak juga kecil.
Dan seringkali mereka berdua menemui beberapa kawanan anjing liar yang menghadang dan membuat keributan. Sehingga Lug turun tangan dan memberantas mereka semua. Vans takjub melihat aksi anaknya, beberapa kali dia menghentikannya pun Lug tetap bersikeras untuk turun dan menanganinya.
Ketika mereka tiba di sebuah bukit yang tinggi, mereka dapat melihat bagaimana megahnya kota kerajaan Da Nuaktha. Tersusun rumah rumah dan bangunan yang tinggi. Meski Lug dan ayahnya melihatnya dari kejauhan, tetapi bangunan besarnya itu masih terlihat dengan sangat jelas. Bahkan dinding batu dan semen yang melindungi kerajaan tersebut juga sangat tinggi, jauh berbeda dengan dinding kayu di desa Nedhen. Dinding itu berwarna emas di ujungnya, dan di bagian bawah ditopang dengan dinding putih yang lebih tipis serta batuan tajam berwarna hitam yang menempel pada bagian bawahnya. Sudah sangat jelas bahwa batuan batuan tajam itu bukanlah batu, tetapi kristal hitam yang sangat padat. Di bagian atas terdapat plat emas yang memiliki dinding bergerigi, terlihat para prajurit berlalu lalang menjaga kerajaan dari atas sana.
"Aku merasa bahkan 10 regrit dinding semen yang megah itu lebih mahal dibandingkan dengan beberapa bangunan di desa," gumam Vans sembari mengandai-andai desanya memiliki fasilitas semegah itu.
"Jelas saja," celetuk Lug. "Bahkan batuan hitam itu dilapisi sihir empat lingkaran yang sangat kuat. Lebih kuat dibandingkan dengan sihir empat lingkaran pada umumnya. Begitupun dengan dinding putihnya, akan membakar siapa saja yang menyentuhnya. Sangat berguna untuk menghalau para penyusup."
Sekarang ini matahari masih condong di timur. Langit masih belum terlalu cerah, tetapi Lug dapat melihat kota kerajaan dengan mudahnya.
Vans kagum dengan apa yang Lug jabarkan barusan. "Dari dulu aku sangat kagum dengan matamu itu. Seperti lebih tajam daripada elang, apalagi untuk melihat sesuatu yang berhubungan dengan sihir," terangnya.
Mereka pun kembali melanjutkan perjalanannya. Seperti sebelumnya, mereka kembali dihalau oleh anjing anjing liar yang entah dari mana mereka datang. Seperti seolah mereka memang bertugas untuk memperlambat perjalanan Lug dan ayahnya.
"Anjing anjing itu ... Itu aneh, mereka seperti datang dan disuruh untuk memperlambat," gumam Lug berbisik. Tetapi ayahnya mendengar. "Mungkin itu kebetulan, kita tidak tahu apa yang hewan liar itu pikirkan."
Tetapi itu aneh, pikiran hewan liar itu kacau. Berbeda dengan mereka, itu seperti air tenang namun permukaannya dipenuhi api amarah, pikir Lug. Alih alih merasa aneh, Lug lebih merasa penasaran dengan siapa pemilik para anjing itu. Dia percaya bahwa anjing anjing itu memang sengaja dilepaskan pemiliknya, itu tidak sama dengan anjing liar yang tiba-tiba saja menghadang seseorang yang sedang menuju ke kota kerajaan. Tak seharusnya anjing sebanyak itu dilepaskan begitu saja.
Mereka pasti akan sangat merugi dengan kehilangan begitu banyak anjing. Lug bahkan meyakini bahwa dia sedang dirampok secara tidak langsung. Bukan sekarang, mungkin saja nanti. Itu seperti mereka sudah masuk ke dalam perangkap seseorang.
Beralih kepada Nagisa, dia telah bangun sangat pagi sekali. Dia bahkan sudah bangun sebelum keluar dari penginapan. Nagisa sudah berlatih dari pagi.
Teressa membawa makanan dari dapur. Dia menuju ke halaman belakang membawa makanan tersebut. Makanan itu memang hendak diberikan kepada adiknya, Nagisa. Ketiga Teressa membuka pintu, dia melihat adiknya sedang melakukan kayang sembari menahan nafas. "Nagisa, makanlah terlebih dahulu." Teressa tidak tahu kalau Nagisa sedang menahan nafas. Siapa yang tahu seseorang sedang bernada atau tidak?
Nagisa sama sekali tidak menjawab perkataan kakaknya. Dia memejamkan matanya dan sangat fokus terhadap latihannya. Hingga beberapa detik kemudian dia berdiri dari posisi kayangnya. Lantas membuka mata secara perlahan dan menghembuskan nafas beratnya.
"Tunggu sebentar, kak, biarkan perut panasku ini mendingin."
Teressa hampir tertawa, namun mungkin saja adiknya itu sedang tidak mengajaknya bercanda. Teressa takut Nagisa tersinggung apabila dia tertawa. Selain itu wajar saja bagi seseorang akan merasakan panas akibat kelelahan. Gadis itu menaruh makanannya di atas meja yang berada di dekat pintu. Lantas terus berdiri sembari memandangi adiknya menyelesaikan latihannya.
Nagisa melakukan pendinginan. Dia juga telah selesai dengan itu, dan memakan makanan yang telah dibawa oleh kakaknya. "Ayo kak, kita makan bersama," tawarnya sambil menyodorkan makanannya. Teressa mengangguk dan ikut duduk bersamanya.
"Apa ini makanan buatanmu?" celetuk Nagisa. "Ini terasa sangat enak."
Makanan yang mereka makan itu adalah roti yang di dalamnya terdapat beberapa sayuran dan daging. Lalu mereka dihangatkan secara bersamaan, itu seperti sandwich. Hanya saja tidak ada keju di dalamnya dan sandwich tidak dihangatkan.
"Ya, aku hanya sedang berpikir bagaimana cara membuat makanan yang sederhana tapi dapat mengenyangkan perut," ujar Teressa.
KRIEEET
Tiba-tiba ada seseorang yang membuka pintu belakang, dia adalah Nivi. Ia datang membawakan beberapa makanan lagi, itu adalah cemilan. Dan juga beberapa minuman yang hanya berupa air mineral. "Apa aku mengagetkan kalian?"
"Tidak, bu," jawab Teressa. "Tapi itu akan mengagetkan kami kalau ibu menendang pintunya dengan penuh amarah."
Mereka semua tertawa. Selepas itu Nivi bergabung bersama kedua gadis yang sedang makan itu, dan meletakkan makanan yang ia bawa di atas meja. Lantas memungut satu sisa rotinya yang berada di atas nampan dan memakannya.
"Roti ini ... "
"Ibu, dimana Lug ... " Tiba-tiba saja Teressa memotong ucapan Nivi, tapi tidak disengaja. "Ah, maaf ibu. Apa yang ingin ibu katakan?"
Nivi tersenyum kaku, dia hanya ingin memberi ulasan terhadap roti yang dimakannya. "Tidak ada apa-apa. Aku hanya berpikir roti ini sangat enak. Itu saja," komentarnya.
"Terima kasih." Terukir senyuman lebar yang dipenuhi kebahagiaan di bibir Teressa. Sangat menyenangkan baginya ketika makanan yang dibuatnya mendapatkan pujian. Lalu dia mengingat apa yang ingin dia katakan tadi. "Oh iya, bu, Lug dan ayah ke mana? Kenapa dari kemarin aku tidak melihatnya?" tanya gadis itu.
Nagisa mendongak, dia terkejut ketika mendengar kakaknya tidak mengetahui di mana Lug berada. "Aku lupa!" serunya seraya menepuk jidat. "Maaf, kak. Aku lupa memberitahumu kemarin. Kakak Lug dan ayah sedang pergi ke kota kerajaan untuk mengirimkan barang."
"Jadi begitu," ujar Teressa. "Kupikir dia pergi ke hutan lagi untuk berburu."
Nivi menimpali, "Aku selalu takut ketika Lug pergi ke hutan. Aku takut dia kenapa-napa." Perasaannya menjadi resah karena memikirkan Lug. Apalagi sekarang anaknya yang satu itu sedang pergi ke kota kerajaan bersama ayahnya. "Aku harap Lug tidak mendapatkan masalah ketika sampai di kota."
Nagisa ikut bersedih mendengarnya. "Iya, semoga saja kakak Lug baik-baik saja di sana."
Di lain sisi, Rakt sedang berada di perpustakaan desa dan membersihkan barisan buku yang berdebu. Di sana jarang sekali ada pengunjung. Paling banyak juga belasan orang saja tiap harinya, itupun diisi oleh anak-anak yang hendak belajar sihir. Meskipun suasananya hening, justru itu yang membuat Rakt tidak dalam kesulitan yang lebih besar. Sebab Rakt tidak ingin buku yang tiba-tiba saja robek, atau berjatuhan, terkena noda yang sulit dibersihkan, dan lain-lainnya. Dan yang bertanggung jawab atas itu semua adalah Rakt, itu membuatnya jatuh ke dalam masalah.
Setelah Rakt selesai membersihkan barisan buku yang ia tata dengan sangat berhati-hati, ia kembali pulang ke rumah. Rakt sudah makan sebelum dia membersihkan perpustakaan.
Sekarang Rakt pergi ke gudang untuk mengambil seonggok daging domba yang sangat gemuk. Rakt mendapatkannya karena sepulangnya dari bazar, ia langsung bergegas pergi ke hutan untuk mencari domba liar. Dan sekarang dia telah mendapatkan beberapa. Rakt pernah berjanji kepada Teressa bahwa dialah yang akan berburu, tidak menggantungkannya kepada Lug. Itu adalah hal yang tak semestinya dilakukan oleh anak kecil.
"Capek sekali," eluh Rakt seraya mengusap dahinya yang bercucuran keringat. Sekarang dia hendak menuju ke bazar.
Teressa juga sama, dia sudah bersiap-siap dan segera menuju ke bazar. Meskipun festival kemarin sangatlah ramai, tapi dia dan Rakt tetap optimis pada hari ini. Mereka merasa bahwa hari ini tetap menjadi hari yang baik seperti kemarin.
Mereka pun bertemu di bazar. Dan segera membuka kedainya, mempersiapkan semuanya. Mata Teressa terlempar pada daging domba yang diletakkan oleh Rakt. "Rakt, apa kau cuman membawa daging domba?" tanya gadis itu. "Mana daging rusanya?"
Rakt terkejut, jantungnya berdegup kencang. Dia melupakan daging rusanya. Lantas dia berbalik dan tersenyum kaku menunjukkan rentetan giginya. "M-maaf, aku melupakannya," ucapnya tergagap.
Teressa menghela nafas dan memejamkan matanya sejenak. Dia menjadi sedikit kecewa dengan Rakt. "Lalu bagaimana ini?" tuntut gadis itu. "Daging yang ada sekarang cuman domba, bagaimana jika ada orang yang memesan daging rusa?"
Rakt kecewa pada dirinya sendiri. Dia menggaruk kepalanya, mengerutkan dahinya, tak berani menatap wajah gadis di depannya, sentiasa menunduk dan memperhatikan lantai yang agak kotor. Rakt diam karena tak tahu apa yang harus dilakukan. Dalam hatinya dia mengutuk dirinya sendiri karena kecerobohannya. "L-lalu apa yang harus kulakukan?" tanyanya memberanikan diri. Dia terus mengumpat di dalam hatinya, merasa gagal untuk dapat bersama dengan Teressa. Siaaaal!
"Kau bisa keluar berburu lagi." Tiba-tiba Teressa memberikan saran, tetapi Rakt tahu bahwa waktunya tidak akan sempat sampai kedainya dibuka. "Kuberi waktu sampai satu jam ke depan, kau harus kembali! Ingat, hanya satu jam!" tuntut gadis itu.
Rakt merasa tercerahkan. Hatinya kembali bersinar, seakan berubah menjadi matahari. "Baiklah. Aku akan pergi sekarang," kata Rakt sembari berlari keluar.
Di saat pria yang salah tingkah itu keluar, Teressa malah tertawa pelan. "Dia benar-benar lucu," gumamnya. "Apa dia tak pernah berbicara dengan gadis? Dia selalu grogi di saat menatap mataku."
Kembali pada Rakt, dia berlari sekuat tenaga menuju ke hutan. Karena kecerobohannya sendiri lah yang membuatnya seperti itu. Tetapi Rakt sama sekali tidak mengeluh atas semua itu, justru ia menyalahkan dirinya sendiri.
Biasanya Rusa akan mencari makan di pagi atau sore hari. Mereka biasanya hidup di tempat yang rumpun akan tumbuhan, dan mencari makan di padang rumput yang luas dan cukup tinggi. Mereka menghindari hewan buas yang hendak memangsa mereka. Tetapi untuk waktu di pagi hari seperti ini, mereka pasti masih tertidur lelap di antara pepohonan. Itu membuat Rakt semakin mudah untuk memburu mereka. Dan yang menjadi masalah adalah di mana mereka sekarang? Rusa rusa itu tidur menyembunyikan diri di antara alang-alang yang cukup tinggi dan pepohonan rindang. Itu akan menyulitkan pandangan Rakt untuk melihat mereka dalam jarak jauh.
"Ini akan sulit," gumam Rakt. Nafasnya tersengal-sengal karena berlari sekuat tenaga. "Mereka bersembunyi, harusnya mereka sudah bangun. Pagi hari adalah waktu untuk bangun, kenapa mereka masih tidur?" Berlarian membuat kepalanya menjadi pusing, seakan kewarasannya perlahan-lahan melayang.
Rakt terhenti karena lelah, ia menyandarkan tubuhnya di batang pohon yang cukup besar. Untung saja ada batang pohon yang menahan tubuhnya, jika Rakt berdiri di tengah lapangan cara berjalannya terhuyung seperti orang linglung yang belum makan selama tiga hari dan lama kelamaan akan terjatuh.
"Capek sekali," sudah dua kali Rakt mengatakan kalimat tersebut di hari ini. Dan masih belum lama ia mengatakan kalimat yang sama sebelumnya. "Air- aku butuh air." Rakt berbicara dengan dirinya sendiri. Tenggorokannya sudah sangat kering dan pikirannya kosong. Dan di saat yang bersamaan, Rakt mencium aroma yang cukup asing. Dia mengikuti dari mana bau itu muncul. Rakt terus berjalan ke depan, dan dia melihat bukit yang cukup luas dan lapang. Di sana banyak rumput dan ilalang yang tumbuh hingga sepinggang.
Selain itu, Rakt juga melihat seekor rusa yang sedang memakan rumput. Akan tetapi sesuatu terjadi padanya. Rasa pusing kembali menyerang kepalanya, penglihatannya mulai kabur. Rakt pun terjatuh, dia kehilangan kesadarannya.
Dan lagi-lagi terjadi sesuatu pada dirinya. Yang mana sebelumnya Rakt terjatuh tak sadarkan diri, matanya memejam. Tapi kini matanya terbuka dengan cepat dan kasar. Kilatan merah menyambar dari bola matanya, darah segar mengalir dari sela-sela bola mata dan kelopak matanya. Wajahnya dipenuhi oleh amarah, seolah dia berkata, semua yang ada di depanku adalah musuh, dan musuh harus dibunuh. Akan kumakan mereka semua.
Di dalam kedai, Teressa bertanya-tanya bagaimana keadaan Rakt. Teressa sebenarnya hanya mengerjai lelaki itu, tapi tak disangka kalau Rakt tetap melakukan apa yang dikatakan oleh gadis itu.
Teressa yang sedang bersantai itu malah membayangkan sesuatu. Di dalam sebuah kamar yang sangat cantik, dinding yang berwarna-warni dipenuhi oleh gambar anak-anak. Lampu yang berkelip dan indah, dengan jendela kecil yang ditutupi oleh tirai kecil berwarna biru tua. Di sana terdapat seorang wanita yang sedang menggendong seorang anak kecil di pundaknya dengan penuh kasih sayang. Wajah anak itu sangat imut, memiliki rambut yang memanjang hingga bahunya. Dan di saat itu juga, ada seorang pria yang membuka pintu kamar tersebut. Pria itu terlihat memiliki usia dua puluh tahunan, memiliki rambut yang sepanjang bahu yang diikat. Mengenakan kaos cokelat lengan pendek, dan celana hitam pendek. Dan dia adalah Rakt yang baru saja selesai bekerja, entah dia kerja di mana. Dan wanita yang menggendong anak kecil itu adalah Teressa.
"Hai, sayang," Rakt memanggil Teressa dengan sangat lembut. Senyumannya sangat manis dan tatapannya begitu hangat.
Teressa merespon, "Selamat datang, sayang." Mereka saling memberikan pandangan mata penuh kasih sayang. Rakt mendekatinya, lantas mengelus kepala anak yang digendong Teressa.
Ternyata semua itu hanyalah lamunan Teressa. Dia hanya sedang santai karena belum membuka kedainya. Gadis masih terus membayangkan Rakt mengelus kepala anak kecil yang digendongnya di dalam khayalannya sembari berbisik, "Aku sayang kamu."
Tidak dapat dipungkiri, Teressa memang sangat jarang bertemu dengan orang lain di saat ia masih bersama kedua orang tuanya. Dan itu jelas menjadi alasan yang kuat kenapa Teressa sangat mudah sekali jatuh cinta dengan laki-laki seumurannya, apalagi dia sudah hampir beranjak dewasa. Tapi dia mungkin harus membiasakan diri terlebih dahulu. Dan kebetulan juga Rakt itu lelaki yang membuatnya nyaman, itu membantunya lebih mudah untuk membiasakan diri.
BYAAAR
Darah mencuat ke pipi Teressa. Matanya membelalak, terkejut mendapati apa yang ia lihat dalam khayalannya itu.
Rakt menggenggam erat kepala anaknya hingga hancur berkeping-keping. Darahnya mengalir ke mana-mana. Itu adalah pemandangan yang amat sangat buruk bagi Teressa. Dan jelas itu bukanlah sesuatu yang ingin dibayangkannya.
Rakt mendekatkan wajahnya ke wajah Teressa, lantas membisikkan sesuatu. "Darah ... " bisiknya parau.
Teressa segera tersadar saat itu juga. Apa itu? Tanyanya terkejut. Matanya membelalak seperti dalam khayalannya, menutupi mulutnya dengan kedua tangan. Pikirannya menjadi kacau. Apa yang sedang terjadi dengan Rakt? Apa dia baik-baik saja? Gadis itu selalu bertanya-tanya apa yang sebenarnya tengah terjadi. Itu membuatnya tidak nyaman dan merasa bersalah karena menyuruh Rakt pergi.
Teressa menggelengkan kepalanya dengan, merasa tidak percaya dengan apa yang dipikirkannya. "Ini tidak benar!" gumamnya meyakinkan dirinya sendiri. Teressa kembali menyunggingkan bibirnya, seakan pikiran buruk itu telah pergi dari kepalanya. Namun itu takkan terjadi semudah itu, justru semakin membuat Teressa resah. "Haah- kuharap semuanya baik-baik saja," desahnya.
Akan tetapi, bukan berarti semuanya baik-baik saja.
Bersambung!!
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 124 Episodes
Comments
Mochamadribut
up ⚡🔨lagi
2022-06-16
0
John Singgih
rakt penyakitnya kambuh lagi
2022-05-05
2