Cahaya matahari mulai terlihat di ufuk timur, cakrawala berwarna merah yang sangat indah. Hanya saja keindahan itu tak dapat dirasakan oleh Fana dan Qei yang sudah disiksa habis-habisan oleh Lug.
"Kalian harus rajin latihan, jika tidak usia kalian mungkin akan pendek."
Ucapan Lug itu benar-benar membuat dua anak yang dilatihnya itu senam jantung. Mereka paham kalimat itu yang merujuk pada kematian, dan lagi yang mengatakannya terlihat benar-benar serius.
Sementara Nagisa sedang berlatih di depan Fana dan Qei untuk memberikan contoh. Dua anak itu sangat kagum bahwa ada seorang gadis yang usianya lebih muda dibandingkan dengan mereka, justru lebih hebat dari mereka.
"Lug, apa dia berlatih seperti itu setiap hari? Dibawah bimbinganmu yang gila ini?" tanya Fana yang tak percaya.
Lug membalas, "Iya, memang kenapa?" Tatapan matanya benar-benar tajam dan bersungguh-sungguh. "Lihatlah perbandingannya? Kalian harus berlatih sepertinya setiap hari, dia baru berlatih dalam kurang lebih dua bulan, tapi sudah sehebat ini," imbuhnya.
Dan lagi-lagi dua anak yang sedari tadi latihan dengan tidak sungguh-sungguh itu menatap kagum gadis kecil di depannya. Nagisa senang karena hal tersebut.
Beberapa saat kemudian, mereka semua beristirahat dan makan makanan yang telah Lug siapkan. Mereka makan dengan lahapnya karena saking lelahnya.
Qei menghela nafas panjang. "Haaah ... haah ... haaah ... Latihan apa ini? Aku hampir tak sanggup melakukannya- dan setiap hari?" tanyanya sembari mencoba mengatur nafasnya yang tak beraturan.
Lalu seorang anak laki-laki berdiri, dia adalah Lug yang ingin memberikan sebuah instruksi. "Nagisa, apa kau bersedia membantuku?" pintanya seraya menyodorkan telapak tangannya.
Gadis yang dimintainya itu mengangguk, "Iya, baiklah." Lantas Nagisa meraih tangan anak laki-laki itu dan berdiri.
Kemudian Lug membisikkan sesuatu kepada gadis tersebut dan mereka mengangguk bersama. Setelah itu mereka menunjukkan sebuah kuda-kuda yang mereka latih tadi.
"Lihat ini!"
Lalu Lug memberikan isyarat kepada Nagisa dan gadis itu menyerang terlebih dahulu. Mereka bertarung tanpa menggunakan sihir sama sekali dan gerakan mereka sangat lentur. Hanya saja Nagisa masih sedikit kesulitan dalam mengatur pernafasannya, dia seolah masih gugup untuk berhadapan secara fisik tanpa mengandalkan sihir.
Lug bergerak seolah memang tak ingin memberikan perlawanan. Berbeda dengan Nagisa yang berusaha mati-matian tetapi seperti tidak sedang memberikan perlawanan.
Qei tampak kesal melihatnya, beralih darinya Fana justru tampak kagum melihatnya.
"Ternyata seperti ini hasil dari latihannya ... Wow ... " kagum Fana. Dia bahkan sampai memberikan tepuk tangan karena saking kagumnya.
Pertarungan antara Lug dan Nagisa kini berakhir dengan jatuhnya Nagisa yang sudah kelelahan. Dia sudah tak sanggup lagi hingga jatuh terduduk. Lug mengelus rambutnya untuk memberi semangat kembali.
"Jangan lupa, setelah ini kita akan latihan sihir!" seru lelaki itu.
Qei tiba-tiba berdiri dan menyela, "Hei, Lug, apa kau tak kasihan dengannya? Apa seperti itu yang namanya instruksi?!" serunya balik dengan nada tinggi.
Hanya saja Lug malah tersenyum, "Kau saja yang tak tahu, Nagisa lah yang sebenarnya meminta pertarungan langsung itu padaku," jawabnya.
Qei dan Fana lagi-lagi terkejut. "Apa itu benar, Nagisa?" tanya gadis berambut jingga itu.
Nagisa mengangguk, "Aku yang memang meminta untuk melakukan latihan pertarungan langsung kepada kakak Lug."
Qei tertegun mendengarnya, tak disangka seorang gadis manis seperti itu meminta latihan yang sangat berat kepada seorang malaikat pencabut nyawa seperti seorang Lug. Begitulah Lug di mata anak berkacamata itu.
"Tapi bukankah itu berlebihan?" tanyanya lagi yang masih tak percaya.
Nagisa menggeleng, "Itu untuk melatih keberanianku dan mengusir kegugupanku." Kalimat ini menusuk begitu dalam bagi seorang pemalas dan penakut seperti Qei.
Lug tersenyum semakin lebar melihatnya, "aku tak perlu menjelaskan, bukan?" sahutnya.
Dan ini membuat anak berambut putih itu tak bisa berkata-kata lagi.
Setelah itu, mereka melanjutkan pelatihannya yang mana kini adalah latihan sihir. Ini bertujuan agar meningkatkan sumber mana mereka yang sekarang masih amat sangat terbatas.
Dan lagi-lagi Qei dan Fana mengeluh di tengah latihan, walaupun latihannya tak seberat latihan fisik seperti sebelumnya. Tetap saja keduanya itu adalah latihan yang sangat berat.
Mana alam yang ada di sekitar berkumpul pada mereka, dan itu mengundang banyak hewan buas ke sana, dan sekarang sudah banyak hewan buas yang sedang menuju ke arah mereka. Lug memang mengetahui hal itu. Lantas dia menghampiri Nagisa, "Jaga mereka, aku akan keluar sebentar. Banyak hewan buas mulai berkumpul di sekitar sini, berhati-hatilah," bisiknya.
Lantas dia pergi. Qei dan Fana bertanya-tanya, "Ke mana dia ingin pergi?"
Nagisa menjawab seraya menoleh dan tersenyum kepada mereka berdua, "Aku juga tak tahu. Kakak Lug suka bermain rahasia."
Fana membatin, dia berbohong! Iya, dia berbohong, anak ini pasti tahu Lug ingin pergi ke mana. Aku lihat Lug tadi sempat berbisik padanya, tak mungkin dia tak tahu.
Sementara itu, Lug tiba-tiba bersin di tengah jalan seraya mengumpat, "Sialan kau, Fana!"
Tepat setelah itu, dia bertemu dengan sekelompok hewan buas dalam jumlah yang sangat banyak. Dia kini berada di atas sebuah batu besar dan tinggi yang mana dia bisa melihat banyak binatang buas yang sedang menuju ke arah tempat teman-temannya berlatih. Lantas dia segera menyiapkan sebuah sihir dalam skala yang sangat besar dan luas. Sihir tersebut membatasi pergerakan mereka sehingga tak bisa masuk ke dalam kawasan yang ada di dalam sihir tersebut. Sihir itu adalah sihir Penjara Kehampaan, sihir yang sama ketika digunakan untuk melindungi wilayah bazar.
Sebenarnya Lug mampu untuk membasmi kesemua hewan buas itu, hanya saja itu terlalu berlebihan dan mempengaruhi ekosistem hutan tersebut.
"Seharusnya sebesar ini sudah cukup."
Lantas dia pergi dan kembali untuk melatih tiga anak sebelumnya.
Sesampainya Lug di goa, dia melihat Qei dan Fana yang sedikit bermalas-malasan. Nagisa tampak sibuk sendiri dengan latihannya dan tidak memperdulikan dua orang di belakangnya. Melihat hal itu, jelas saja Lug marah. Salah satu masa depan yang dilihatnya memang memperlihatkan hal yang sama. Segera dia menyelinap dari balik pepohonan dan memukul kepala dua anak yang sedang bermalas-malasan.
DUG
"L-Lug?" ucap mereka terbata-bata karena terkejut. Mereka tak mengira bahwa pelatih kejam mereka telah tiba dari balik pepohonan.
Nagisa ikut terkejut karena mendengar suara pukulannya. Seketika juga gadis itu merasa bersalah karena membiarkan teman-temannya bermalas-malasan tanpa sepengetahuannya. Dia juga takut akan kemarahan Lug.
Anak laki-laki berambut hitam itu memelototi mereka berdua, "Kenapa kalian malah bermalas-malasan? Apa kalian tidak lihat Nagisa sedang berlatih teknik pernafasan?!" tanyanya dengan nada tinggi.
Fana dan Qei tak berani menatap mata anak itu langsung. Pikiran mereka sedang mencari-cari alasan yang tepat untuk berdalih dari perbuatan mereka.
"Ah, sudahlah! Latihannya akan kutingkatkan dua kali lipat!" seru Lug sembari berjalan melewati mereka berdua.
Fana dan Qei saling menatap satu sama lain, lalu ekspresi mereka berubah seketika. "Apa?! TIDAAAK!!!"
*****
Sore harinya latihan telah usai. Dua anak yang sempat bermalas-malasan tadi benar-benar dihukum dengan latihan selama berjam-jam tanpa istirahat sama sekali. Sekarang mereka berdua minum air sepuasnya. Air yang mereka minum adalah air yang mereka bawa dari rumah.
"Lug ... Kau itu iblis!" celetuk Qei.
Walaupun orang yang dimaksud itu jauh darinya, tetapi tetap menoleh karena mendengarnya.
Lantas Lug mendekatinya, "Apa kau ingin latihan tambahan?" tanyanya dengan senyuman yang sangat mengerikan. Seolah ada asap hitam di belakang punggungnya yang membuat suasananya semakin mencekam.
Qei menyeringai ketakutan, "T-tidak ... Aku ... Aku hanya bercanda," ujarnya.
B-bagaimana dia bisa mendengarnya? Apakah telinganya itu sesensitif itu? Batin anak berambut putih itu.
"Ya! Telingaku memang sangat sensitif!" Tiba-tiba saja Lug membalas sembari mendekatkan wajahnya ke wajah Qei.
"K-KAU MENDENGAR SUARA BATINKU?!!!" teriak Qei terkejut.
Tapi tiba-tiba saja wajah Lug menghilang, dia melihat anak yang menebak suara hatinya itu jauh dan sudah memalingkan wajahnya. Itu tampak seperti Lug telah pergi sedari tadi dan tidak terjadi apa-apa.
Apa tadi aku sedang melamun? Aneh, batin anak berambut putih itu lagi seraya menggeleng-gelengkan kepalanya. Dia bingung sendiri dan lantas membaringkan tubuhnya di tanah. Mengerikan kalau dia benar-benar bisa membaca kata hati orang lain.
Setelah itu, Nagisa mendekati Lug dan berusaha untuk menghiburnya. Dia juga meminta maaf atas keteledorannya karena tidak memperhatikan Fana dan Qei.
Lug tersenyum hangat padanya, "Tak apa-apa. Lagipula aku sebenarnya tak ingin latihanmu terhambat karena mereka berdua," ujarnya seraya mengelus kepala Nagisa.
Gadis itu senang Lug memaafkannya, tetapi dia sebenarnya tak tega melihat Fana dan Qei harus berlatih sampai di luar batas kemampuan mereka. Dan latihannya bahkan sampai melebihi latihan yang gadis itu lakukan sehari-hari.
"Kakak Lug, bukankah yang tadi itu terlalu berlebihan?" tanyanya keberatan, Nagisa benar-benar tak tega melihat orang lain tersiksa.
Fana menyadari pertanyaan Nagisa, dia terharu mendengar gadis kecil itu mempedulikannya. Memang benar bahwa latihan yang Lug berikan terlalu berat apalagi dilakukan oleh pemula yang baru pertama kali melakukannya. Tetapi Nagisa juga dilatih seperti itu setiap harinya, hanya saja gadis itu sangat jarang hingga bahkan seperti tak pernah mengeluh sama sekali.
Tetapi dengan santainya Lug menjawab, "Tak perlu dipikirkan. Memangnya siapa suruh mereka bermalas-malasan tadi?" ujarnya seraya tersenyum jahat ke arah Fana dan Qei.
Gadis berambut jingga itu sangat kesal melihatnya, seakan dia ingin sekali memukul kepalanya. Ingin rasanya aku memukul kepalanya itu, batinnya.
"Kau ingin memukul kepalaku?"
Tiba-tiba saja Lug berdiri di depan Fana dan wajahnya berada di depan mukanya hingga begitu dekat, dan auranya sangat mencekam. Gadis itu benar-benar terkejut dan ketakutan setengah mati. Sekujur tubuhnya bergetar pada saat ini.
Dan ketika Fana mengedipkan matanya, ternyata Lug sedang berbicara dengan Nagisa. Seolah anak laki-laki itu tidak pernah berbicara dan mendekatinya sebelumnya.
Apa aku salah lihat tadi? Apa yang terjadi? Lantas Fana menggelengkan kepalanya dan mengedipkan matanya berkali-kali. Mungkin saja aku salah lihat batinnya lagi yang kebingungan.
Gadis itu berdiri karena merasa ada yang aneh, dia tak tahu apa dan ketika melihat Qei, anak berambut putih itu ternyata telah tertidur pulas. Dan ketika melihat ke mulut goa, Fana sudah tak lagi melihat Lug dan Nagisa di sana. Mereka berdua telah pergi entah ke mana setelah berbisik barusan.
Tetapi sebenarnya Lug dan Nagisa sedang mempersiapkan sebuah hadiah untuk ulang tahun Qei. Mereka berdua memang sudah menyiapkannya sebelum berangkat. Lug lah yang menyarankannya karena dia ingat bahwa temannya itu berulang tahun pada hari ini. Nagisa terlihat gelisah di saat mempersiapkan hadiahnya. "Tapi kak, aku masih belum mengenal mereka sepenuhnya. Aku takut kakak Qei tak suka dengan hadiahku," ujarnya sembari menatap cemas ke sebuah kotak yang dipegangnya.
Lug tersenyum menanggapinya, "Tenang saja. Aku kenal Qei, dia tak mungkin menolak apalagi sampai berkomentar buruk tentang hadiah yang diterimanya. Apalagi yang memberikannya itu gadis imut sepertimu."
"Kakak! Kau bisa saja."
Nagisa mengangguk percaya dengan kata-kata Lug, dia sentiasa percaya padanya.
Dan karena langit telah berubah menjadi gelap, mereka berdua masuk dan mempersiapkan api unggun untuk menghangatkan tubuh. Ketika malam tiba, tetesan air turn dari langit. Hujan gerimis semakin menyelimuti dinginnya malam itu.
Qei terbangun tepat setelah hujan gerimis tiba, dia mengusap matanya dan duduk memandangi sekitarnya.
"TADA!!! SELAMAT ULANG TAHUN!"
Tiba-tiba saja teman-temannya itu mengejutkannya dengan melemparkan kertas warna-warni. Fana sebenarnya juga sudah mengetahui rencana Lug dan Nagisa, sehingga ketika mereka berdua hendak keluar, ia sudah terpikirkan untuk bergabung dengan rencana mereka.
Qei terkejut hingga melompat dan bahkan kepalanya hampir mengenai dinding goa. Tetapi dia bahagia karena teman-temannya tidak melupakan hari istimewanya. Qei pun tersenyum bahagia dan tertawa bersama-sama dengan temannya. Dia berterima kasih atas perayaannya yang dirayakan di dalam goa itu.
"Kalian benar-benar teman yang baik, kuharap kita bisa seperti ini selamanya," puji Qei berharap.
Lug juga sudah mempersiapkan banyak daging dan memakannya bersama dengan yang lainnya. Suasana di dalam goa itu benar-benar diisi oleh kebahagiaan dan kesenangan, walaupun sebelumnya ada rasa kesal yang terpendam di dalam hati.
Bersambung!!
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 124 Episodes
Comments
Mochamadribut
lanjut terus
2022-06-16
1
John Singgih
hadiah ulang tahun untuk qei
2022-05-04
2
John Singgih
turun brow
2022-05-04
2