Ketika hendak keluar dari gerbang selatan desa Nedhen, ada seorang anak laki-laki yang menghadang Lug dan dua gadis yang bersamanya. Anak itu tersenyum jahat melihat tiga orang di depannya.
"Oh ayolah, Qei- kau ini mau apa lagi?" sahut Fana kesal.
Anak laki-laki itu bernama Qei seperti apa yang Fana katakan. Dia memiliki kepribadian yang sangat ceria, tetapi anak ini sangat jahil terhadap sesamanya. Qei juga bisa dibilang cukup cantik jika dia adalah seorang wanita, kulit putihnya benar-benar halus. Anak ini memiliki rambut berwarna putih dan iris matanya berwarna abu-abu gelap, ia juga mengenakan kacamata bundar sebagai aksesoris khasnya. Dia benar-benar menggambarkan seorang anak kecil yang sebenarnya karena sifatnya, dan Fana sangat cocok jika disandingkan dengannya.
"Besok adalah hari ulang tahunku ... Aku juga ingin ikut dengan kalian," keluh Qei.
Lug juga mengenal anak itu, setiap kali bermain dengan Fana dia selalu datang untuk bermain bersama. "Kau boleh saja ikut, bagaimana dengan barang bawaanmu?"
Dia sebenarnya tahu bahwa anak lelaki di depannya itu sudah membawa barang bawaannya dan disembunyikan di belakang gerbang. Hanya saja dia tak ingin disangka benar-benar bisa menebak pikiran orang lain atau melihat masa depan.
"Tenang saja, aku sudah membawanya," jawab Qei sembari tangannya menunjuk pada gerbang.
Nagisa dan Fana langsung melihat ke arah yang ditunjuk oleh anak itu, akan tetapi Lug malah merenungi sesuatu.
Aku baru ingat, di saat sebelumnya aku diceburkan oleh Fana, aku melihat salah satu masa depan yang mana Qei mengintip kami berdua. Tetapi di dalam penglihatan ku itu hanya sekilas saja, jadi aku menghiraukannya, Lug membatin.
"Siapa yang memberitahumu kalau kami akan pergi?" Dan kebetulan apa yang dipikirkan oleh Lug langsung dipertanyakan oleh Fana, gadis itu juga melirik ke arah laki-laki di sebelahnya. "Apa kau memberitahunya, Lug?" tanyanya sembari mengernyitkan dahi.
Lug menggeleng, "Tidak!"
"Ah, yang benar?"
"Kenapa aku harus berbohong padamu?"
"Tapi aku tak percaya!"
Kemudian Lug terpikir ide untuk menjawab pertanyaan Fana, "Ah, a-aku ingat! Aku melihatnya mengintip ... D-dia pada saat itu berada di semak-semak mengintip kita."
Dan gadis yang barang bawaannya sebesar gunung itupun segera melemparkan pandangannya ke arah Qei. "Cih, dasar penguntit! Apa kau tak punya kerjaan lain?!" serunya.
Qei malah ketakutan melihat Fana yang memarahinya. Dia segera melihat ke arah Lug, anak yang ditatapnya itu terlihat bingung. "Ada apa?" tanyanya.
"Ayolah, Lug ... Bagaimana kau bisa tahu aku ada di sana saat itu?"
Nagisa tertawa kecil melihat tingkah laku mereka bertiga. Saat itu juga Lug merasakan kesenangan di saat melihat gadis itu tersenyum. Dia juga membatin, jadi seperti ini ya memiliki orang-orang tersayang? Jujur saja, aku tak bisa berhenti memikirkannya.
Setelah itu mereka melanjutkan perjalanan ke hutan, Fana juga telah setuju jika Qei ikut berburu bersama mereka–meskipun akan sedikit menyebalkan.
Lantas Lug ingin membuat penanda di pohon-pohon seperti sebelumnya, tetapi sesuatu terlintas di benaknya. "Kalian semua harus ingat jalan pulang ke desa, kita tidak akan membuat penanda apapun agar bisa kembali."
Ketika anak itu mengutarakan pemikirannya, Qei diam-diam membuat penanda di sebuah pohon.
"Apa kau tidak mendengarkan apa yang Lug katakan, Qei?" tanya Fana yang kebetulan melihatnya. Raut wajahnya selalu tampak kesal ketika melihat anak lelaki itu, itulah yang membuat mereka terlihat serasi.
Lantas Lug tertawa kecil, "Qei, kau ini memang keterlaluan!" tegurnya.
Dan anak lelaki yang tadinya membuat penanda di pohon itu segera memalingkan wajahnya dan bersiul dengan wajah tak berdosa.
Lug menggelengkan kepalanya melihat kelakuan temannya itu, "Ah sudahlah. Ayo kita lanjutkan perjalanan."
Setelah mendengar ucapannya itu, mereka segera melanjutkan perjalanan ke tengah hutan. Dan baru saja mereka berjalan sekitar 240 regrit dari desa, mereka berempat bertemu dengan dua babi hutan yang sedang berputar-putar. Babi babi itu ukurannya dua kali lebih besar dari anak-anak itu.
Note :
(1 regrit \= 1,25 meter)
Fana membatin, apa babi itu tak memiliki suatu kerjaan? Apa mereka itu jenis babi gila?
Lug mendengar kata hati gadis itu dan dia tersenyum menahan tawa. Alasan kenapa anak ini bisa mendengar suara hati orang lain itu berasal dari Penglihatan Dunia-nya, dan kebetulan sihir bawaannya itu meningkat. Sihir itu membuat panca inderanya semakin kuat, suara hati orang lain pun dapat terdengar dalam jarak yang amat sangat terbatas untuk saat ini.
Teringat bahwa perburuan ini bertujuan untuk pelatihan, Lug segera menoleh ke arah gadis di sebelahnya. "Ini praktek pertamamu, Nagisa. Bunuh dua babi itu dalam kurang dari lima serangan, lakukan seperti apa yang kau latih selama ini!"
Perintahnya itu membuat Fana dan Qei terkejut setengah mati. Gadis kecil yang usianya tak lebih tua dari mereka berdua disuruh untuk membunuh dua babi dalam kurang dari lima serangan.
"Kukira babi itu saja yang gila, rupanya ada babi lain di sini. Dia masih kecil, kenapa kau menyuruhnya untuk membunuh mereka?!" seru Fana yang tak terima.
Qei menambahi, "Gadis manis sepertinya tak cocok untuk membunuh babi kotor itu. Apa yang kau pikirkan Lug?"
Tetapi anak laki-laki yang mereka marahi itu hanya menunjuk ke arah dua babi, "Kalian lihat itu," ujarnya.
"EH?!"
Tepat ketika Fana dan Qei menoleh, mereka berdua melihat dua babi yang sebelumnya berputar-putar tak jelas itu mati di tangan seorang gadis kecil. Gadis itu hanya tersenyum hangat dan tatapannya memelas seperti hendak meminta maaf.
"Yang satu tiga serangan, yang satunya lagi dua serangan. Kau gagal," ujar Lug.
Nagisa terlihat kecewa, tetapi anak laki-laki yang menyuruhnya membunuh dua babi itu tersenyum hangat padanya, lantas mendekatinya.
"Tak apa-apa, gagal di percobaan pertama itu sangatlah wajar. Dan yang kau lakukan barusan sudah melampaui ekspektasiku, kukira kau malah akan kesulitan dalam membunuh dua babi itu," terang Lug untuk menenangkan gadis di depannya.
Lalu anak itu mengelus kepalanya dan gadis yang dielusnya itu mendongak, "Terima kasih, kakak Lug." Wajah gadis itu juga sedikit memerah saat berterima kasih barusan.
Sementara dua orang yang tadinya tak percaya seorang gadis kecil besa membunuh dua babi hutan itu kini hanya bisa melongo menatap babi hutannya yang telah mati. Dan mereka masih saja tak percaya bahwa Nagisa bisa membunuh dua babi besar itu tanpa kesulitan.
"A-apa aku sedang bermimpi?" celetuk Qei. Sementara Fana benar-benar diam tak berkutik, dia seolah sudah tak bisa membedakan antara dunia mimpi dan dan kehidupan yang sebenarnya.
Mereka lekas melanjutkan perjalanannya karena Lug mengatakan bahwa goa tempat mereka akan tinggal nanti masih cukup jauh.
Beberapa menit kemudian mereka sampai di tempat yang Lug katakan. Nagisa juga sangat merindukan tempat tersebut karena di tempat itulah dia pertama kali belajar sihir orang yang yang menyelamatkannya. Tak ada yang berubah di tempat itu walau telah ditinggal lebih dari dua bulan, bahkan arang bekas api unggun pada saat itu belum tersapu bersih oleh angin.
Qei meletakkan tasnya di sebelah dinding dan dia berputar-putar memeriksa sekeliling. Lantas dia keluar untuk melihat mulut goanya lagi.
"HOI, LUG!" teriaknya.
Dan orang yang dipanggilnya itu rupanya sudah ada di sampingnya dan anak itu tak menyadarinya. "Apa?"
"Astaga!!!"
Qei terkejut sampai mengelus dadanya, dia benar-benar tidak menyadari di sebelahnya sudah ada orang. "Jangan bikin orang senam jantung lah! Kaget woi!" serunya.
Lug meninggikan alisnya, "Kau teriak teriak barusan juga bikin aku kaget, bodoh! Dari tadi aku juga belum masuk ke dalam!" serunya balik. Terlihat dari tas yang masih ada di punggungnya, Lug memang belum masuk ke dalam goa dan masih memeriksa pesekitaran.
"Lah? Kukira sudah di dalam?" tanya Qei keheranan. "Oh iya, boleh aku menunjukkan pendapatku?"
Tiba-tiba saja anak itu punya sebuah pemikiran, Lug sudah menebak apa isi pikirannya. Dan dia juga terlihat sudah setuju walaupun pendapat Qei belum diungkapkan. Laki-laki berkacamata itu mengatakan bahwa membangun sebuah pondok kecil di dekat pintu goa akan sangat mengasyikkan. Pondok itu juga bisa digunakan untuk berjaga ketika di tengah malam.
Lalu Lug mengatakan pendapatnya, "Kalau untuk dijadikan pos penjaga, harusnya lebih tingginya sampai dua atau tiga regrit. Soalnya kalau kita memasang obor di bawah akan banyak memanggil hewan buas ke goa."
"Kita tak perlu menggunakan obor, pakai mata telanjang saja," sahut Qei.
"Hah? Kau ini sedang melawak atau bagaimana? Mata telanjang? Kau saja pakai kacamata, pendapatmu sulit diterima, semoga harimu suram!" seru Lug seraya mengacungkan jari tengahnya.
Anak berambut jingga itupun tertawa sembari menggaruk kepalanya yang tidak gatal. Dia juga baru ingat bahwa penglihatannya kabur dan butuh bantuan berupa kacamata. Walau bagaimanapun, Lug tetap menghargai pendapatnya, karena sebenarnya Qei lah yang mempunyai ide untuk mendirikan pos yang tinggi tanpa perlu alat penerangan. Dan Lug hanya mencomotnya saja karena bisa membaca kata hati.
Lalu mereka mengumpulkan kayu untuk dijadikan fondasinya. Tak lupa Lug menyuruh para gadis untuk memasak daging babi yang telah mereka tangkap sebelumnya.
Hingga enam setengah jam kemudian, pondok yang Qei sarankan pun telah jadi. Matahari telah tergelincir di barat, langit juga sudah mulai gelap. Pintu goa juga telah ditutupi oleh akar-akar yang menjalar, dan itu berdasarkan apa yang Lug sarankan. Api unggun dinyalakan di dalam goa di saat langit masih belum gelap.
Mereka makan daging bersama yang telah dibakar hingga matang. Tak lama setelah itu, Fana terlelap, meninggalkan teman-temannya yang masih berbincang tanpa memperdulikannya.
Tiba-tiba Lug berdiri, "Aku ingin keluar, kalian ingin ikut?"
Qei menggeleng, "Aku di sini saja, Fana sedang tidur, nanti siapa yang akan menjaganya kalau aku ikut kalian pergi?"
Berbeda dengan laki-laki itu, Nagisa justru mengangguk, "Aku ikut." Dan gadis ini berdiri lantas keluar bersama dengan Lug. Sementara anak yang mengajaknya itu berbalik lagi, "Qei, kau harusnya berjaga di pondok. Kalau kau tak di sana untuk apa kita membangunnya tadi?"
Dan Qei langsung berdiri seketika itu juga, "Oh iya, kau benar! Aku hampir saja lupa," sahutnya.
Kemudian mereka bertiga keluar dari goa dan meninggalkan Fana tertidur sendirian di dalam. Tetapi laki-laki berambut putih ini menjaga mulut goanya agar tidak dimasuki oleh hewan buas.
Sementara Lug dan Nagisa pergi ke suatu tempat. Tempat yang mereka tuju adalah bukit berbatu yang berada jauh dari goa, jaraknya sejauh 800 regrit. Meski sejauh itu, gadis berambut pirang itu tidak mengeluh sama sekali. Dan gadis itu juga tahu betul jalannya karena cukup dekat dengan tempat tinggalnya sebelumnya.
"Nagisa, sebenarnya aku sudah menyelidiki tentangmu dan kakakmu. Kalian tinggal di daerah dekat sini, benar bukan?" tanya Lug.
Gadis yang ditanyainya itu mengangguk dan menjawab, "Iya, benar."
"Maaf kalau aku menyelidikinya di luar sepengetahuanmu. Aku hanya ingin tahu kenapa kau dan kakakmu itu bisa sampai terlihat menyedihkan pada saat itu ... Eem- maaf juga kalau ucapanku terdengar seperti merendahkanmu."
Tetapi Nagisa tetap tak memperdulikan kata-kata yang sekiranya buruk baginya. Tetap saja di matanya Lug adalah seorang penyelamat baginya.
Gadis itu menggeleng, "Tidak apa-apa, kak, lagipula jika pada saat itu aku tidak bertemu denganmu, aku dan kakakku tidak akan hidup hingga sekarang ini." Dia bahkan tak berani menatap wajah anak laki-laki di sampingnya itu, dia sangat malu dan agak gugup ketika melihatnya.
Lug sudah tahu akan hal itu, dia hanya ingin memendamnya saja sampai Nagisa benar-benar ingin untuk berterus terang.
Dua puluh menit kemudian, mereka sampai di bukitnya. Pohon yang ada di sana jaraknya berjauhan dan banyak batu batu besar di sekitarnya. Dan sinar rembulan terlihat lebih terang di sana.
Tempat seperti itu memang menjadi tempat pengepungan bagi kawanan hewan seperti serigala. Lug juga telah mencium aroma serigala di sekitarnya, dia mempunyai suatu alasan kenapa dirinya pergi ke tempat itu.
"Kakak Lug, aku ingin bertanya, kenapa kita pergi ke sini?" gadis itu sedikit takut dengan kegelapan, tetapi anak laki-laki di sebelahnya itu hanya diam saja.
Lug memejamkan matanya, nafasnya juga semakin panjang tetapi bersuara lebih lembut.
Perlahan anak itu membuka matanya. "Ada serigala gunung di sekitar sini, inilah latihanmu." Baru saja membuka mata, ia langsung memberikan sebuah perintah.
"Dan lagi, tanpa alat penerangan. Kalau perlu, tutup matamu itu," imbuhnya.
Nagisa terkejut, dia yang takut kegelapan dan kesendirian itu diharuskan untuk memburu hewan buas yang tak tahu keberadaannya di mana.
"T-tapi ... "
"Tenang saja, aku akan mengawasimu ... Dari jauh, kau harus melakukannya sendirian," imbuh Lug lagi.
WUUSH
Ketakutan kian bertambah, dan anak laki-laki itu sudah tidak berada di samping Nagisa. Anak itu telah pergi ke atas pohon dan gadis pirang itu tak mengetahuinya, bahkan dia tak sadar bahwa Lug telah pergi meninggalkannya.
"K-kakak? K-kau ... Dimana?" tanya Nagisa seraya meraba-raba di sekitarnya.
Hingga gadis kecil itu sadar bahwa anak lelaki di sampingnya itu menghilang, dia mengepalkan tangannya dan menaruhnya di depan dadanya.
"Hiks ... Hiks ... Kakak ... K-kau di mana?" Gadis itu menangis sambil menoleh ke mana-mana.
Hanya saja Lug tetap diam dan tidak menanggapinya. Dia memang ingin melatih keberanian gadis kecil itu sekaligus instingnya. Dan lagi, dirinya melihat potensi besar yang ada di dalam diri Nagisa, bahkan jauh lebih besar dibandingkan dengan kakaknya. Sebenarnya, Lug berdiri di atas pohon tinggi yang dekat dengan Nagisa, bahkan jaraknya tak lebih dari 2 regrit. Dia juga melihat ada kawanan serigala gunung yang telah mengepung gadis di bawahnya itu. Laki-laki itu membatin, kau harus melatih keberanianmu itu dari sekarang. Sehingga potensi yang ada dalam dirimu bisa lebih tinggi lagi dan dapat melindungimu di masa depan.
Bersambung!!
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 124 Episodes
Comments
Mochamadribut
up
2022-06-14
1
John Singgih
latihan berat untuk nagisa
2022-05-04
2
John Singgih
persekitaran yang benar bukannya sekitarnya Thor ?
2022-05-04
2