Lug memiliki seorang kakak, dia benama Rakt Vincent. Kakaknya itu mendapatkan sebuah kutukan yang diturunkan oleh kakek buyut dari ayahnya. Kutukannya memang cukup sepele, tetapi jika terus dibiarkan maka akan berubah menjadi mengerikan. Kutukan itu dinamakan Pembusukan Darah. Mereka yang mendapatkan kutukan ini akan membuat penderitanya menjadi hilang kendali atas tubuhnya. Beberapa jaringan pembuluh darah membusuk ketika kesadaran mereka menghilang. Itu menjadi hal yang sangat ditakuti.
Rakt memiliki penampilan yang hampir sama dengan Lug, dia memiliki rambut hitam mengkilat. Rambutnya dipanjangkan hingga hampir menyentuh bahu, dan tubuhnya sangatlah tinggi. Dia tinggal sendiri di dekat perpustakaan desa yang berada tepat di gang yang ada di samping balai desa, yang mana itu perpustakaan desa berada tepat di belakang balai desa, dan rumahnya Rakt berada di samping perpustakaan.
Sudah bertahun-tahun Rakt memendam rasa sakit itu sendirian. Lug juga merasa sangat menyesal karena dirasa tak mampu untuk menyembuhkan penyakit kakaknya, padahal dirinya memiliki pengetahuan yang luas.
Tetapi penderita kutukan Pembusukan Darah mendapatkan beberapa keuntungan. Sumber mananya menjadi lebih besar dan mereka jadi lebih sensitif terhadap aroma aroma di sekitarnya. Hanya saja semakin besar sumber mana penderita, semakin parah juga kutukan tersebut. Kutukan Pembusukan Darah bersumber di jantung dan menyebabkan ketidakstabilan pada puluhan saraf yang terhubung ke otak, sehingga membuat pengidapnya kehilangan kendali tubuhnya.
"Terima kasih, kakak," ucap Lug sembari menoleh senang ke arah seseorang bertudung di belakangnya.
Orang itu adalah Rakt, kakak Lug yang membantunya dalam pelarian sebelumnya.
Rakt sendiri yang menawarkan bantuannya ketika dia sedang ingin pergi keluar mencari angin.
Lug sebenarnya tahu bahwa kakaknya itu akan lewat di gang sempit itu. Dan dia berlari seolah-olah kebetulan bertemu dengan Rakt.
"Lug, apa kau bermasalah dengan mereka?" tanya Rakt.
Lug menjawab, "Kakak sendiri pernah bilang padaku, apa yang menurutku benar, lakukan saja selagi aku tidak merugikan orang lain di sekitarmu."
Rakt tersenyum. "Jadi kau ingin berkata jika semua ini karena aku?" tanyanya sembari menarik pipi adiknya.
"Emmm ... Eyoleeh (ayolah)."
Lantas Lug mendapatkan pujian dari warga desa karena telah menyelamatkan mereka dari pungutan biaya tambahan pasca pajak. Dan kemudian dia pergi bersama Rakt ke rumah kakaknya itu
"Kakak, bagaimana kabarmu?" tanyanya.
Rakt menjawab, "Aku baik-baik saja, bagaimana denganmu?" Ia sama sekali tak menduga adiknya menanyakan kabarnya. Padahal Lug selalu menanyakan kabarnya setiap kali berkunjung ke rumah Rakt, tetapi Rakt selalu lupa akan hal tersebut.
"Aku juga baik-baik saja."
Di tengah jalan mereka berbincang sembari bersenda gurau. Rakt juga selalu mempertanyakan bagaimana perkembangan dari pelatihan Lug di rumah orang tua mereka.
Sebenarnya Rakt lah yang mengajarkannya sihir ketika Lug beranjak di usianya yang ke tiga tahun. Adiknya itu bersikap seolah dia tertarik dengan sihir dan berlatih dengan giat. Sehingga dia tumbuh menjadi seorang jenius dari desa Nedhen dan menjadi contoh bagi anak-anak lainnya. Meskipun Lug sebenarnya sudah tahu menahu tentang sihir dan cara melakukannya meski tanpa bantuan Rakt sekalipun, tetapi dia hanya berpura-pura saja agar tidak dicurigai.
Sesampainya mereka di rumah, Rakt langsung mengajak Lug ke ruang pelatihan yang berada di antara rumahnya dan perpustakaan desa. Ruang masuknya melewati pintu yang berada tepat di bawah tangga untuk ke kamarnya Rakt yang berada di lantai dua.
"Lug, ayo kita bertarung," ajaknya seraya menunjukkan sihir apinya. "Kalau tak mau, kau boleh menolak, tapi ingat! Jangan jadi pecundang!"
Tetapi karena Lug sedang bersemangat dan merasa sedikit tersinggung dengan ucapan Rakt, dia mengiyakan ajakan kakaknya itu. Anak ini juga tak ingin membuat kakaknya kecewa dan ingin membuatnya agar selalu terlihat bahagia, tapi dalam hatinya, Lug juga teringin untuk sedikit pamer.
Kemudian Lug melompat mundur untuk menjauh. "Ayo kak, kita lihat siapa dari kita yang lebih kuat," ujarnya bersemangat.
Rakt tersenyum bahagia melihat adiknya tumbuh menjadi orang yang percaya diri. Sebagai seorang kakak, ia merasa bangga memiliki adik yang jenius dan selalu optimis di setiap keadaan. Dan dia sebenarnya juga sudah mendengar cerita tentang pertarungan adiknya dan anak sulung keluarga Laurent.
Lantas mereka saling bertarung satu sama lain. Lug bersemangat untuk memamerkan kekuatannya di hadapan kakaknya agar mendapatkan pujian. Sementara Rakt ingin memperlihatkan bagaimana kekuatan dari orang yang melatih adiknya.
Hingga beberapa saat kemudian, Lug memperlihatkan seluruh kemampuannya. Alasan kenapa ia begitu serius adalah karena kakaknya bukanlah seseorang yang lemah.
Di antara kesemua penduduk desa Nedhen, Rakt adalah salah satu di antara ahli sihir yang bisa menggunakan sihir empat lingkaran. Kutukannya itu membantunya untuk berkembang agar kehidupannya tak berakhir dengan sia-sia.
Tetapi Rakt begitu terkejut mendapati adiknya yang begitu kuat. "Lug, bagaimana caramu bisa sekuat ini?" tanyanya.
Lug tersenyum, "Siapa lagi orang yang pernah melatihku?" tanyanya balik sembari tersenyum senang.
Dan kakaknya membalas senyumannya itu. Lantas dia berkata, "Lug, aku tak akan menahan diri!" serunya.
Setelah itu, Rakt menggunakan sihir empat lingkaran miliknya. Sihirnya itu adalah Hujan Petir, sihir ini mengharuskan penggunanya untuk menciptakan lingkaran sihirnya di atas udara. Sehingga petirnya akan menyebar ke tanah dan menghancurkan benda-benda di sekitarnya.
DUAR DUAR DUAR DUAR DUAR
Lug berlarian menghindari hujaman petir yang selalu mengincarnya. Radiusnya cukup luas bahkan hampir menutupi seluruh ruang latihan.
Rakt berusaha untuk dapat mengenai adiknya setidaknya satu kali saja. Dia tak ingin adiknya mendapatkan luka parah apalagi dari kakaknya. Menurutnya itu akan menjadi kenangan terburuk yang membuat adiknya benci sekaligus trauma ketika bersama dengannya.
Kuharap kau bisa bertahan setidaknya satu kali, Lug. Tapi jika kau bisa menghindarinya, aku tak tahu harus berkata apa, batin Rakt.
Lantas Lug menggunakan sihir Akselerasi Gravitasi, tubuh Rakt menjadi begitu berat dan sampai tak bisa berdiri. Sihirnya menjadi kacau dan berhenti seketika itu juga.
Sang kakak itu salut dengan kemampuan adiknya, tetapi Lug tak ingin melukai Rakt, begitupun sebaliknya.
Setelah itu, Lug melepaskan sihirnya dan membantu kakaknya untuk kembali berdiri. Selepas itu mereka saling tertawa dan memuji satu sama lain atas pertarungan barusan. Mereka benar-benar saling menyayangi dan saling menghormati.
Lalu Rakt mengajak Lug untuk sarapan. Sinar matahari mulai tampak dan langit mulai cerah dengan cahaya memerah di ufuk timur.
Setelah mereka selesai makan, Lug mengajak kakaknya untuk ikut membantunya membereskan lapak bazar miliknya. Rakt setuju untuk membantunya, lantas ia bersiap dan berganti pakaian. Sesudahnya mereka berangkat ke rumah orang tua mereka.
Ketika mereka di perjalanan, Rakt melihat banyak sekali orang yang membawa barang-barang yang begitu banyak.
"Mereka semua juga berpartisipasi? Ramai juga, ya?" ujarnya senang melihat keramaian.
Lug tertawa, "Itu karena kakak seperti orang mati. Di rumah terus, sih ... " sahutnya.
Lantas Rakt hendak mencubit pipi adiknya itu tetapi Lug menghindarinya. "Berani-beraninya kau mengejekku! Lihat saja nanti!" serunya sembari berlarian mengejar adiknya.
Lug pun membalas, "Coba saja kalau bisa!" Ia menjulurkan lidahnya dan berlari menjauh.
Mereka malah bersenang-senang di sepanjang perjalanan. Banyak yang terjadi selama mereka berlarian, tetapi di sepanjang perjalan mereka hanya bermain-main saja dan tak ada kejadian yang buruk.
Sesampainya mereka di rumah, Rakt berpelukan dengan kedua orang tuanya.
"Bagaimana kabarmu, nak?" tanya Vans terharu.
Nivi pun menyahuti, "Apa kau sudah makan? Kau kelihatan lebih kurus ketimbang terakhir kita bertemu. Sana, makanlah dulu! Aku tahu kau pasti belum makan," suruhnya seraya mendorong anak pertamanya itu ke meja makan.
Dan Lug menambahi, "Setelah ini kakak pasti akan menjadi sangat gemuk sampai tak punya leher, hahaha."
Ibunya itu paham dengan ucapan dari putra keduanya, "Kakakmu sudah makan?" tanyanya.
Lug mengangguk dan menjawab, "Yap, aku tadi juga sudah makan bersama dengannya barusan tadi."
Lalu Nivi menambahi lagi, "Makanlah lagi, aku sangat benci melihat anak-anakku kurus. Makan yang banyak, jika perlu makan sampai perut kalian buncit!"
Rakt pun mengeluh. Dia berkata bahwa sudah saatnya dia akan menikah di usianya yang sekarang ini. Jadi jika perutnya membuncit, maka itu akan membuatnya susah untuk mendapatkan pasangan.
Lug membalas bahwa kakaknya itu sudah tumbuh begitu tinggi. Dan lanjutnya adalah perutnya itu yang kini perlu tumbuh. Mereka semua tertawa riang gembira.
Tak lama kemudian, dari luar masuk seorang gadis. Dia adalah Teressa yang baru saja selesai membawa perabotan yang dibutuhkan untuk kedai mereka. Rakt malah terpesona dengan gadis pirang bernama Teressa.
Sementara Nagisa tertidur karena dia masih belum cukup tidur ketika di goa. Lug memakluminya.
"Kakak, apa kau menyukainya?" tanya Lug berbisik seraya menyenggol lengan kakaknya.
Rakt menoleh, "Diamlah!" serunya tersipu malu.
Lalu dia bertanya kepada orang tuanya apa yang akan di bawa ke kedai. Nivi menjawab, "Teressa akan menjual daging rusa dan domba bakar, Lug yang menangkapnya seminggu yang lalu di hutan."
Rakt menoleh ke arah gadis pirang yang baru masuk itu. Dia membatin, Oh- jadi gadis itu namanya Teressa ... Teressa benar-benar mencuri hati lelaki ini.
Setelah itu Rakt terlihat bingung, dia tiba-tiba langsung pergi ke lemari pendingin dan mengambil dagingnya. Lug tertawa kecil melihat tingkah kakaknya yang begitu aneh. Teressa mendekati Lug, dia bertanya, "Siapa lelaki itu?"
"Dia adalah kakakku, namanya Rakt."
"Ooh ... "
Lantas gadis itu mendekati Rakt, "Salam kenal, namaku Teressa," ujarnya seraya menjulurkan tangannya hendak bersalaman.
Wajah lelaki itu memerah, "S-salam kenal juga, namaku Rakt, Rakt Vincent," sahutnya sembari membalas salaman tangan Teressa.
Dan mereka pun segera membawa daging daging tersebut untuk dibawa ke kedai. Vans dan Nivi tersenyum bahagia melihat anaknya yang sedang jatuh hati kepada seorang gadis. Vans pun berkata, "Lug, kau benar-benar membawa berkah selepas kepulanganmu dua bulan silam dan membawa gadis itu."
Lug tersenyum. "Terima kasih, ayah," ucapnya. Nivi dan Vans tertawa kecil. "Aku sedikit tak tahan melihat para gadis yang seusianya menjauhinya karena takut," tambah Lug.
Nivi menimpali, "Padahal banyak anak seusianya yang berpacaran dan bahkan sudah menikah. Kasihan sekali, anakku itu ... Padahal dia itu tampan, huhu ... "
Kemudian mereka tertawa terpingkal-pingkal. Di tengah jalan, tiba-tiba saja Rakt bersin dan bergumam, "Sepertinya ada yang membicarakanku."
Teressa menoleh, "Apa kau masih mempercayai mitos seperti itu? Haha," ujarnya seraya tertawa.
"Uuumm ... Y-ya, sedikit sih ... Tapi tidak sedikit juga yang percaya dengan mitos itu sepertiku," sahut Rakt. Gadis ini wangi sekali, batinnya sembari tersenyum sendiri.
Mereka pun saling berbincang-bincang dan bersenda gurau di tengah perjalanan. Tak disangka hanya dalam beberapa saat saja mereka menjadi begitu akrab. Bahkan ada beberapa gadis yang melewati mereka dan menghujat.
Teressa menyadarinya. "Apa yang sedang terjadi? Ada apa kalau kita berdua? Para gadis dan beberapa lelaki yang melewati kita selalu berkata kalau aku adalah gadis yang tidak beruntung atau tidak baik-baik saja. Sebenarnya apa yang terjadi?" tanyanya.
Ketika pertanyaan itu terlontar, raut wajah Rakt langsung berubah menjadi masam dan murung. Dia segera menunduk dengan senyuman sedih.
"Ada apa denganmu?" tanya Teressa yang masih merasa penasaran.
Rakt menggeleng dan segera merubah raut wajahnya. "Tidak apa-apa. Mereka hanya tidak suka denganku, itu saja," ujarnya sembari menggelengkan kepalanya dengan senyuman bahagia, berpura-pura tak ada terjadi apapun padanya.
Kuharap itu benar, tapi aku tak percaya dengan ucapannya itu. Itu sangat aneh, coba nanti kutanyakan pada Lug saja, batin Teressa, tapi secara tak sadar gadis ini mulai mempercayai Lug.
Di tengah jalan Lug bergumam, "Kupikir, mungkin ada sesuatu yang baik terjadi sekarang ini."
Kembali kepada Rakt dan Teressa, mereka pun masih melanjutkan perjalanan mereka menuju ke bazar. Rakt masih memasang senyuman palsunya itu. Ia juga sangat khawatir dengan apa yang terjadi barusan dan sempat terdiam dalam beberapa waktu.
Semoga saja Teressa percaya dengan ucapanku, batinnya.
Sesampainya mereka di bazar, Rakt segera menaruh daging di atas meja potong yang ada di alam ruangan. Teressa juga membantu untuk memotong beberapa daging yang telah ia bawa. Sementara Rakt masih bersikeras untuk memberinya bantuan lagi.
"Kalau begitu, tolong bawa daging yang terakhir saja," pinta gadis tersebut sembari memotong daging di yang ada di atas meja potong tersebut.
"Baiklah."
Dengan penuh semangat Rakt segera berangkat untuk mengambil daging yang masih ada di rumah. Dan ketika ia hendak keluar dari kedai, dia melihat adiknya, Lug, telah membawakan daging terakhir yang tersimpan di dalam lemari pendingin.
"Kenapa kau kemari? Biarkan aku saja yang mengambilnya," ujar Rakt.
Tetapi Lug tersenyum sinis, "Aku pikir aku akan mendapatkan pujian sesampainya di kedai, tapi tak kusangka di sini aku malah melihat seorang pria sedang ingin memikat gadis," sindirnya seraya melempar pandangannya ke langit.
Rakt menjadi sebal melihat sikap adiknya itu. "Kupikir adikku tumbuh menjadi seorang anak yang sopan, tapi ternyata dia jadi seperti anjing yang suka kencing sembarangan."
Ucapan kakaknya itu membuat Lug tersinggung, "Dan kau seperti monyet yang sedang jatuh cinta," sahutnya sembari mengernyitkan dahinya.
Mereka terus bersahut-sahutan. Itu membuat Teressa yang sedang memotong daging menjadi terganggu. Dia segera keluar dan memeriksa apa yang sedang terjadi. Dan ketika ia membuka pintu, tiba-tiba saja sebuah daging terlempar pada wajahnya.
"AAAHH!!!" jeritnya.
Lantas Rakt menoleh ke belakangnya dan refleks menolong gadis tersebut. Dia pun membantu gadis itu berdiri.
"APA YANG KAU LAKUKAN, LUG?!!" seru Rakt yang masih sedang membantu Teressa. Kenapa anak ini tiba-tiba jadi nakal seperti ini? Dia seperti aneh hari ini, batinnya.
Tetapi ketika Rakt menoleh, Lug sudah berbalik dan pergi cukup jauh. "Selamat tinggal," ucapnya seraya melambaikan tangannya. Suaranya sudah sangat kecil dan hampir tidak terdengar.
Dan pada waktu itu hanya menyisakan Rakt dan Teressa berdua di kedai. Suasana romantis memenuhi ruangan mereka berdua.
Bersambung!!
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 124 Episodes
Comments
Mochamadribut
lanjut terus
2022-06-16
0
John Singgih
panjang sekali bagian ini, tapi lug cukup usil juga ternyata
2022-05-04
2