Lug dan dua gadis yang telah ditolongnya itu kini berada di dalam goa untuk menghangatkan diri. Teressa dan Nagisa sebelumnya kehujanan dan api unggun yang Lug ciptakan itu sangat membantu mereka.
"Apa sudah lebih baik?" tanyanya.
"Ya, kami baik-baik saja," jawab Teressa.
Ada api unggun lain yang digunakan mereka untuk membakar daging beruang yang Lug bunuh sebelumnya. Dia membawa bagian tubuhnya, sedangkan dua gadis yang bersamanya itu membawa kepala beruang yang dipenggal tadi.
Beberapa saat kemudian, dagingnya pun matang dan mereka bertiga memakannya.
"Em ... Lug, bagaimana caramu membunuh beruang tadi? Kenapa tadi hewan berbulu tadi tiba-tiba saja jatuh dan tak bisa berdiri?" tanya Teressa.
Lug yang ditanyainya itu menjawab dengan singkat, "Aku menggunakan sihir."
Gadis yang bertanya barusan tercengang, "Di usiamu yang sekarang paling tidak kau hanya bisa sihir satu lingkaran, sihir satu lingkaran apa yang sekuat itu sampai membuat beruang besar tadi tunduk?" tanyanya lagi, ia tak percaya jika Lug menggunakan sebuah sihir.
Menurutku dia pasti menggunakan sebuah trik, sihir satu lingkaran? Tak mungkin sekuat itu! Batin Teressa yang menyangkal jawaban pria kecil barusan. Dia benar-benar tak percaya.
"Mungkin kakak Lug terlalu hebat. Sehingga sihir kecilnya itu menjadi sangat kuat," ujar Nagisa yang masih terlalu senang memakan daging yang dipegangnya.
Lug tersenyum mendengarnya. "Mungkin kalian salah paham, sihir yang aku gunakan tadi adalah sihir tiga lingkaran," jawabnya.
Lagi-lagi Teressa tercengang mendengar jawabannya, gadis itu semakin tak percaya dengan apa yang Lug katakan. Menurutnya semua itu tak masuk akal, anak kecil di umur lima tahun setidaknya masih belajar menciptakan sihir satu lingkaran.
Lug tersenyum lagi, "Lihat saja ini kalau kalian tak percaya!"
Kemudian dia menciptakan sihir kecil berdiameter satu regrit. Sihir tersebut berwarna abu-abu yang sedikit tembus pandang. Dan benar saja, sihir itu adalah sihir tiga lingkaran.
"TAK MUNGKIN!!!" teriak Teressa tak percaya.
Berbeda dengan kakaknya, justru Nagisa kagum dengan apa yang anak lelaki di depannya itu lakukan. Dan sebenarnya mereka berdua itu masih seumuran.
"Wow, luar biasa sekali ... " ucap gadis kecil itu terkagum-kagum.
Lug kemudian mendekati Teressa, "Letakkan tanganmu di atas sihir itu."
Kini Teressa justru ketakutan, dia mengira anak kecil yang usianya tujuh tahun lebih muda darinya itu adalah monster yang berwujud manusia.
"Kau tak perlu takut, ini bukan sihir penghancur ... Ya, jika sihirnya aku perkuat lagi bisa menjadi sihir penghancur sih ... Hehe," ujar Lug sembari memalingkan wajahnya.
Teressa menelan ludah, dia masih terlalu takut untuk melakukan apa yang anak itu katakan. Hanya saja dia juga penasaran apakah sihir itu benar-benar sihir tiga lingkaran atau hanya sekedar trik sihir saja.
Dan ketika tangan gadis itu berada tepat di atas lingkaran sihirnya, tangannya itu tiba-tiba saja terbanting ke tanah.
"A-apa ini?! Tanganku ... K-kenapa tanganku menjadi berat sekali?!"
Teressa kini mulai percaya jika anak kecil di depan matanya itu benar-benar dapat menciptakan sihir tiga lingkaran. Sekarang dia hanya takut jika sihirnya tidak dilepaskan dan dibiarkan begitu saja.
Tetapi Lug melepaskan sihirnya secara perlahan, kini gadis pirang itu merasa lega. Dan dia kemudian menjelaskan sesuatu. "Sihir itu dinamakan Akselerasi Gravitasi, salah satu sihir dari konsep manipulasi gravitasi. Sihir ini juga yang kugunakan untuk menjatuhkan beruang tadi," jelasnya.
Masuk akal jika beruang tadi tiba-tiba jatuh, dia juga tak menciptakan trik apapun untuk menjatuhkan beruang tadi dan dalam menciptakan sihir ini. Aku juga baru kali ini mendengar nama sihir itu, batin Teressa lagi.
*****
Langit mulai memerah, matahari sudah berada di barat dan menyentuh garis cakrawala.
Lug mengambil sebuah tali yang sangat panjang dari ranselnya. Lantas ia berdiri dan pandangannya menuju ke arah Teressa.
"Sekarang sudah senja, Teressa, mari ikut denganku sebentar," pinta Lug.
Gadis yang dipanggilnya itu menurut dan mereka pergi ke dalam goa. Lug membawa sebuah obor dan semakin masuk ke dalam cahaya di sekitar semakin redup. Hanya obor di tangan pria kecil itu saja yang menerangi.
"Kenapa kau membawaku kemari?" tanya Teressa penasaran. Pikirannya semakin memburuk dan kacau. Dia begitu resah dengan adanya Lug yang membawanya ke dalam goa berduaan saja.
Tetapi anak kecil itu tak memiliki pikiran sesensitif itu, dia punya tujuan lain membawa Teressa ke dalam goa.
"Apa kau curiga padaku?" tanyanya penasaran tanpa menoleh ke arah gadis di sampingnya.
Teressa hanya diam dan menunduk, dia seolah tak mendengarkan pertanyaan barusan. Lug sama sekali tidak masalah dengan itu, dia tetap bersikap seperti biasa karena menurutnya marah karena masalah sepele itu terlalu kekanak-kanakan.
Setelah itu mereka tiba di suatu tempat. Di sana terdapat sebuah jurang yang kedalamannya tak terlihat. Tetapi ada satu hal yang menarik di sana.
"Lihat itu!"
Lug menunjuk ke arah dinding tebing yang ada tepat di bawah mereka yang mana itu terdapat sebuah benda yang menempel di sana. Benda itu memancarkan cahaya berwarna ungu terang dan ukurannya cukup besar.
Teressa yang melihatnya langsung terkejut seketika itu juga. "Kristal ajaib?! Apa benar itu kristal ajaib?" tanyanya sembari menatap penasaran ke arah lelaki di sampingnya.
Lug mengangguk, "Aku ingin kau membantuku untuk mengambilnya," pintanya.
Dia sebenarnya memiliki sihir yang bisa membuatnya terbang, sihir itu bernama Sayap Malaikat. Tetapi itu adalah sihir khusus yang membutuhkan bahan khusus pula untuk dapat mengaktifkannya. Dan Lug tak memiliki bahan yang dibutuhkan.
"Waaah ... Besar sekali," ujar Teressa kagum.
Lug menoleh ke arah gadis di sampingnya, "Teressa, aku ingin kau ikatkan tali ini dengan sangat kuat ke suatu benda, sekarang juga!" pintanya. Gadis itu melaksanakannya dan Lug mendapatkan sebuah batu besar di dekat sana. Lantas mengikatkan talinya ke batu tersebut. Lug juga telah mengikatkan ujung tali yang satunya pada dirinya, dan dia siap untuk melompat.
"Pegang talinya sekuat mungkin!" suruh Lug.
Segera dia melompat ke bawah. Ketika lelaki itu sampai tepat di depan kristal ajaib, terbesit keinginan untuk memotong tali di pikiran Teressa. Gadis itu juga telah membawa sebilah pisau yang cukup tajam.
Diambilnya pisau tersebut dari saku celananya. Tetapi ...
Apa seperti ini caraku membalas kebaikan yang telah diberikan padaku oleh orang lain? Aku benci orang jahat, jadi aku juga tidak mau menjadi seperti mereka. Dikembalikannya pisau itu ke saku celananya, dan gadis itupun kembali memegang talinya dengan benar. Teressa mengurungkan niatnya untuk menjatuhkan Lug ke dalam jurang tanpa dasar itu.
BLAAAM
Tiba-tiba saja ada batu besar yang menghantam tanah dengan sangat keras. Ukurannya sangat besar, bahkan hampir sama besarnya dengan ukuran anak kecil.
"APA KAU BAIK-BAIK SAJA?! MAAF AKU LUPA MEMBERITAHUMU KALAU AKU MELEMPAR KRISTALNYA!!!" teriak Lug dari bawah.
Batu yang barusan mengguncang tanah itu rupanya adalah kristal ajaib yang dilemparkan oleh Lug. Tak disangka seorang anak kecil mampu melemparkan seonggok kristal yang beratnya berpuluh-puluh kilogram.
Teressa benar-benar kagum sekaligus tak percaya dengan apa yang dia lihat. Batu sebesar itu dilempar oleh seorang anak kecil yang mana bahkan orang dewasa pun terkadang kesulitan untuk mengangkatnya. Dan ini, seorang anak kecil melemparnya dengan keadaan menggantung di bawah.
"TENANG SAJA! AKU BAIK-BAIK SAJA! APA MASIH ADA LAGI?!" teriak gadis itu balik.
"SEDIKIT! MASIH ADA BEBERAPA DI SINI! TOLONG TUNGGU SEBENTAR!!!"
Mereka pun bekerja sama dengan baik dan mendapatkan banyak kristal ajaib. Lug juga tak sengaja menemukan tembaga gelap yang menjadi salah satu logam yang cukup berharga. Biasanya logam itu digunakan untuk membuat perlengkapan dan senjata/zirah sihir. Ada juga batu pelangi yang Lug dapatkan ketika turun lebih dalam lagi.
Batu pelangi adalah sebuah permata yang mampu memperkuat konsentrasi sihir, biasanya baru tersebut ditambahkan pada senjata sihir.
Lantas Lug pun kembali memanjat ke atas, dia dan Teressa membawa semua barang temuan itu kembali karena gadis berambut pirang itu mengkhawatirkan keadaan adiknya.
Dan saat mereka sampai, Nagisa masih baik-baik saja dan masih saja memakan daging beruangnya. Dia dan kakaknya berpelukan karena saling mengkhawatirkan satu sama lain. Lug yang melihatnya teringat dengan kakaknya yang ada di rumah. Tetapi tatapannya kembali terlempar pada barang-barang temuannya yang diletakkan di dekat api unggun. Dia juga teringat akan suatu hal.
"Nagisa, apa kau ingin bisa menggunakan sihir?" Lug bertanya.
Dan gadis yang ditanyainya itu menoleh yang kemudian mengangguk dengan cepat. Jelas saja, bisa menggunakan sihir adalah keinginan anak-anak kecil pada umumnya.
"Kemarilah!"
Nagisa kemudian melepaskan pelukannya dari kakaknya. Dia berjalan ke arah Lug seperti apa yang diminta, lalu dia menempelkan jarinya ke dahi gadis kecil itu.
"Kosongkan pikiranmu! Fokus saja pada aliran sihir yang mengalir pada tubuhmu, kalau berhasil kau bisa menggunakan sihir setidaknya satu atau dua lingkaran," suruh Lug.
Teressa yang melihatnya merasa cemas, pikirannya kemana-mana dan tak bisa tenang. "Apa yang kau lakukan pada adikku?"
Lug menoleh. "Melebarkan sumber mananya. Tenang saja, adikmu itu pikirannya masih sangat jernih, jadi prosesnya lebih mudah dan efisien. Tidak memakan waktu lama, kok," terangnya.
Jawabannya itu sama sekali tak membuat Teressa tenang, dia berusaha untuk tetap tenang walaupun pikirannya selalu merujuk ke arah yang buruk. Dia bahkan berpikir bahwa anak laki-laki yang ada di samping adiknya itu sedang menanamkan sebuah kutukan pada adiknya.
"Kalau begitu, lakukan terlebih dahulu kepadaku!"
Lug yang masih melihatnya itu menghela nafas panjang. "Kau saja masih tak mempercayaiku, hatimu saja gundah begitu, pikiranmu juga sangat kacau. Jika seperti itu, resiko kegagalan sangatlah besar, yang ada sumber manamu akan rusak karena prosesnya amat sangat membutuhkan ketenangan," jelasnya.
Lalu gadis pirang itu hanya terdiam, karena perkataan Lug tidaklah salah.
Di luar dugaan proses pelebaran sumbernya berjalan dengan sangat baik. Hanya dalam dua puluh menit saja Nagisa telah selesai, dan sumber mananya berhasil dilebarkan. Selain itu hasilnya melampaui ekspektasi.
Gadis itu merasa bahwa dia sudah dapat mempelajari sihir. Dia tertawa kegirangan akan hal tersebut.
Lug mendekatinya. "Sekarang adalah waktunya untuk mempelajari sihir," ujarnya. Dia lantas menempelkan kembali jarinya ke dahi gadis di depannya itu.
Pada saat itu, Nagisa dapat melihat rentetan sihir yang tak terhitung jumlahnya melayang di sekitarnya. Dia sangat kagum ketika melihatnya sekaligus terkejut karena baru kali ini dia melihat sihir sebanyak itu. Tetapi semua nama sihir yang melayang itu hanya Nagisa yang dapat melihatnya.
Lug sebenarnya juga bisa melihat semua sihir itu, tetapi Teressa tak melihat apapun di sekitar tubuh adiknya.
"Semua sihir itu adalah sihir dari satu lingkaran sampai sihir empat lingkaran. Aku sarankan kau memilih sihir dua atau tiga lingkaran terlebih dahulu untuk permulaan. Jangan satu lingkaran! Itu terlalu rendah," jelas Lug.
Gadis pirang yang membawa sebilah pisau di pinggangnya tadi penasaran dengan apa yang terjadi. Tetapi dia tak ingin mengganggu prosesnya.
Sebenarnya dia ingin berkata bahwa memulai dengan sihir dua lingkaran akan menjadi tantangan yang sangat berat. Jika tidak diputuskan baik-baik maka konsekuensinya akan sangat besar. Contoh saja, jika seseorang langsung memulai sesuatu yang sangat sulit padahal dia belum mengetahui apapun tentang apa yang ia kerjakan itu pastinya akan sangat sulit untuk langsung berhasil, dan juga ketika tak berhasil menguasainya maka tak akan bisa baginya untuk menguasai yang lainnya. Begitupun dengan Nagisa, jika dia langsung berlatih dengan sihir dua lingkaran, akan ada kemungkinan bahwa gadis kecil ini tak pernah menguasainya, sehingga dia tak bisa menguasai sihir yang lain karena telah terpaku pada sihir tersebut.
Hal semacam itu dinamakan dengan batasan sihir. Masing-masing orang memiliki batasannya tersendiri, umumnya jika anak-anak yang baru menguasai sihir batasannya adalah satu hingga tiga sihir. Untuk bisa menguasai sihir yang lain, dia harus menguasai sihir pertamanya terlebih dahulu sebagai dasaran.
Di usia belasan seperti Teressa, batasan sihirnya bisa mencapai tiga hingga tujuh sihir, tergantung juga pada potensi dan bakat pada masing-masing orang. Jika seseorang memiliki batasan sihir sebanyak empat, maka orang itu hanya bisa menguasai empat sihir saja, walaupun orang itu telah memahami berbagai jenis sihir.
"Ah, aku memilih sihir yang ini, Cahaya Penembus." Nagisa telah memilih sihir dengan tipe serangan yang beratribut cahaya.
Lalu Lug memberinya sebuah arahan tentang sihir tersebut. "Sihir itu cocok untuk melawan sihir yang memiliki atribut bayangan atau kegelapan, seharusnya kau sudah paham. Dan juga serangan terkuat dari sihir itu adalah serangan terakhirnya, ketika kau menggunakannya nanti kau harus memiliki koordinasi sihir yang bagus dan berkonsentrasi," jelasnya.
Karena sedari tadi Lug terlihat begitu berwawasan dengan berbagai sihir dan pengetahuan yang lainnya, Teressa pun mulai penasaran dengannya. "Em ... Lug, apa benar kau hanya dari desa terpencil? Di mataku kau terlihat lebih berwawasan dari kedua orang tuaku, apalagi tentang sihir," tanya gadis itu penasaran.
Lug tersenyum hangat padanya, "Untuk apa aku berbohong?"
Tetapi jawaban itu tak membuat Teressa puas, dia tetap penasaran dengan siapa sebenarnya Lug itu.
"Lantas berapa batasan sihirmu? Kau begitu cermat dalam menggunakan sihir, kau seolah-olah sudah menjadi ahli sihir sejak lama," tanya gadis pirang itu lagi.
Setelah itu Lug memegang dagunya dan menatap ke langit-langit goa. Dia terdiam sejenak sembari memikirkan lagi berapa batasan sihir yang ia miliki.
Bersambung!!
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 124 Episodes
Comments
DNK • SLOTH SINN
next
2022-06-26
0
DNK • SLOTH SINN
next thor
2022-06-26
0
Mochamadribut
up
2022-06-14
0