Lug tak tenang melihat teman wanitanya itu menangis. Tetapi bukan itu masalahnya, hanya saja tangisannya itu memancing orang-orang ke tempat mereka.
"Kenapa kau menangis?"
"Apa Lug memukulmu? Apa kalian bertengkar?"
"Cup cup cup, sudahlah ... Jangan menangis lagi."
Di sana Lug menjadi tersangka yang membuat Fana menangis. Tetapi gadis yang menangis itu menjelaskan apa yang sebenarnya terjadi, penduduk desa sekarang malah memakluminya.
"Wajar saja, anak kecil masih sangat labil dan suka iri."
"Apalagi si Lug ini, bukan hanya anak kecil bahkan orang-orang dewasa pun iri dengannya."
"Kau benar. Dia adalah jenius tak tertandingi dari desa ini, aku berharap dia menjadi cahaya harapan yang akan menerangi desa ini."
"Tumben, puitis."
Orang-orang itu pergi meninggalkan dua anak itu dan melupakan apa yang barusan terjadi. Fana hanyalah iri karena tak bisa seperti temannya itu, dia merasa bahwa dirinya terlalu lemah.
Lug dan Fana sekarang pergi berjalan-jalan di pinggir sungai, gadis berambut jingga itu berputar-putardi atas tanggul sambil melempar batu ke sungai.
"Lug ... Apa aku nanti bisa masuk kualifikasi di 'kompetisi' itu?" tanya gadis itu dengan muka pesimis. Lantas dia berhenti berputar-putar. Tatapannya juga terpaku pada bayangannya sendiri yang ada di sungai.
Anak lelaki yang ditanyainya itu menjawab, "Kalau kau rajin berlatih, pasti akan memenuhi kualifikasinya." Tetapi jawabannya itu tak membuat Fana puas.
Lug memikirkan jawaban yang lebih bagus lagi, "Siang nanti aku akan pergi berburu. Apa kau ingin ikut? Hitung-hitung sebagai latihan."
Suasana hati Fana mulai tercerahkan, dia kini benar-benar bersemangat dengan ajakan temannya itu. Raut wajahnya kian berseri.
"Baiklah, aku akan ikut."
Setelah itu Lug diam-diam berjalan dari belakang di saat Fana berbalik. Anak itu berencana untuk mendorong gadis di depannya itu hingga jatuh ke dalam sungai. Dia begitu percaya diri karena di berbagai kemungkinan masa depan yang telah dilihatnya adalah berhasil.
Ketika tangannya sudah hampir menyentuh punggung Fana, gadis itu berbalik dan menangkap tangan Lug. Gadis itu tersenyum puas sambil menjulurkan lidahnya.
"Hehe, kau kira aku tak tahu?"
Seketika itu juga Lug ditarik olehnya dan diceburkan ke sungai. Rencana anak itu gagal.
BYUUUR
Tubuh anak itu basah kuyup dan kebetulan arus airnya sedikit deras. Fana tertawa terbahak-bahak karena berhasil menggagalkan rencana sahabatnya itu.
Sial, memang ada satu yang seperti ini dari yang kulihat. Aku benar-benar terlalu meremehkan kemungkinan kecil di masa depan. Aku juga lupa, gadis ini memang cukup sulit ditebak jika aku tidak mempunyai kemampuan membaca masa depan, hahaha.
Lug memang selalu kesal sekaligus senang di hadapan gadis itu. Fana selalu saja berbuat sesuatu yang berkemungkinan sangat kecil di penglihatan Lug. Tetapi itu semua ditutupi oleh kebahagiaan bersama, gelak tawa, dan keceriaan.
"Aku sudah menduga dari dulu, kau itu seolah bisa menebak masa depan. Jadi aku akan melakukan hal yang berbanding terbalik dari apa yang seharusnya terjadi. Segala kemungkinan sudah kupertimbangkan, jadi kemampuanmu itu tak berguna di hadapanku."
Dengan sombongnya gadis itu berkata sembari bertolak pinggang. Hidungnya seolah terlihat memanjang karena kesombongannya itu.
Lug pun memanjat ke atas tanggul. "Kau lah yang bisa membaca masa depan. Apapun yang kulakukan selalu bisa kau prediksi, tapi jangan senang dulu! Kita lihat saja nanti."
"Siapa takut?"
Lantas Lug menggenggam ujung kaosnya dan melepaskannya. Tetapi ketika hendak benar-benar melepaskannya, tangannya meraih baju Fana.
BYUUUR
"HAHAHA ... KAU TERCEBUR LAGI ... "
Rencana lelaki kecil itu lagi-lagi gagal di hadapan gadis itu. Sungguh menjadi hal yang memalukan bagi Lug, karena dia tak bisa membaca masa depan dengan benar ketika di hadapan gadis berambut jingga itu.
Setelah itu, mereka kembali ke rumah masing-masing. Dan sesampainya Lug di rumah, dia segera menuju ke halaman belakang melewati lorong yang ada di samping rumah dan memberi tahu Nagisa yang sedang latihan itu untuk mempersiapkan dirinya.
Gadis itu akan diajak Lug untuk berburu, ini benar-benar menjadi hal yang sangat menggembirakan bagi Nagisa.
Lantas gadis itu masih kembali berlatih, menurutnya latihannya itu harus bisa diselesaikan pada hari ini juga. Lug merasa bahwa keteguhan Nagisa dalam berlatih itu luar biasa. Anak itu segera masuk ke dalam rumah dan mengganti bajunya. Masih ada sisa waktu sampai siang hari, dan menurutnya sekarang masih ada waktu yang cukup untuk membantu Teressa mempersiapkan lapaknya.
Setelah mengganti bajunya, Lug segera ke gudang yang ada di dekat halaman belakang. Di sana ada banyak peralatan dan batang kayu yang dapat digunakan untuk membangun kedainya nanti. Segera dia mengambil batang kayu yang ada di dekat sana dan membawanya bersama Teressa.
Di perjalanan, gadis itu bertanya, "Lug, kau itu ... Sebenarnya siapa?"
Anak yang ditanyai itu hanya menyeringai saja. Tetapi Teressa tetap bersikeras untuk mengetahui kebenarannya, dia menanyakan pertanyaan itu lagi supaya mendapatkan jawaban yang memuaskan.
Dan kali ini Lug membuka mulutnya, "Percayalah Teressa, penduduk di kampung ini saja hanya tahu bahwa aku ini hanya baru bisa menguasai satu sihir tiga lingkaran saja."
Jawaban itu membuat gadis di sampingnya itu berpikir kembali. Mendapatkan jawaban dari anak ini memanglah tak mudah, nyatanya saja dia menyembunyikan kemampuannya dari orang-orang di sekitarnya dan ia juga menjawab tidak sesuai dengan apa yang dipertanyakan.
"Apa orang tuamu juga tak tahu?" tanya Teressa lagi sembari terus memastikan.
Lug menggeleng, "Mereka tahu, hanya saja sebatas tahu beberapa saja seperti kau dan adikmu."
Anak itu sungguh menyembunyikan kebenarannya, tetapi apa yang diungkapkannya itu juga tidaklah salah. Baginya orang-orang yang pantas mengetahui apapun tentangnya itu masih belum cukup kuat untuk. Dan dia juga tak ingin menarik perhatian para bangsawan, atau bahkan mereka dengan kedudukan yang jauh di atasnya. Ini akan membahayakannya dan menurutnya terlalu beresiko jika terlalu menonjol.
Teressa masih ragu akan suatu hal, dia masih ada suatu hal yang ingin ditanyakannya. "Kenapa kau mempercayaiku seolah aku ini keluargamu? Kau menunjukkan hal yang tak pernah kau tunjukkan di lingkungan sekitarmu, tetapi kau perlihatkan padaku."
Lug tersenyum, "Orang tuaku sudah mengganggapmu dan adikmu itu sebagai anaknya. Bukankah orang lain juga melihatnya seperti itu?"
Dan kali ini Teressa benar-benar dibungkam oleh anak yang disukai oleh adiknya itu. Ucapannya itu benar-benar gadis itu dan adiknya telah berhasil untuk berbaur dengan desa Nedhen. Bahkan kepala desa pun juga sudah mengurus segalanya tentang mereka berdua.
Setelah itu, mereka berdua berbincang-bincang tentang hal lain. Teressa juga sekarang sudah mulai dekat dengan Lug, anak itu memang dapat dekat dengan mudah kepada orang lain. Meski gadis di sebelahnya itu cukup sulit didekati.
Sesampainya mereka berdua di bazar, mereka segera membangun kedai dengan mengikuti desain Teressa. "Desainnya memang kecil, tapi bagiku itu sudah cukup," ujar gadis itu.
Lug mengangguk, "Di masa depan, aku ingin kau mengembangkannya sendiri. Kulihat kau mempunyai bakat dalam berbisnis," sahutnya.
Teressa tertawa, dia tak percaya di masa depan itu akan terjadi. Tetapi dia juga berharap hal itu akan terjadi suatu hari nanti, sehingga dia bisa membantu ekonomi keluarga Lug di masa depan.
Lalu Lug langsung berpamitan setelah selesai membantu Teressa. Dia segera kembali karena janjinya untuk berburu. Tapi dia tidak berjanji akan selesai hari ini juga.
Sesampainya di rumah Lug menemui ibunya yang sedang merajut di atas kursi kayu. "Ibu, aku ingin pergi berburu lagi ke hutan. Apa kau mengizinkannya?"
Nivi sedikit khawatir dengan anaknya, wajahnya memelas tetapi dia tak ingin anaknya kecewa. "Apa kau pergi sendirian? Ajaklah Nagisa dan Teressa, mereka pasti bisa membantumu."
Dan Lug sudah memperkirakannya, "Tentu saja ibu, aku sudah mengajak Nagisa. Biarkan Teressa membereskan kedainya, aku dan adiknya itu akan kembali lusa nanti."
Nivi terkejut, "Bukankah festivalnya akan dimulai besok lusa?" tanyanya.
Lug menjawab, "Tenang saja ibu, aku dan Nagisa akan kembali sebelum festivalnya dimulai. Lagipula festivalnya dimulai saat langit sudah membiru." Maksud Lug adalah festival perayaannya akan dimulai ketika hari sudah hampir menjelang siang. Di saat pagi hari warna langit masihlah merah, dan dikatakan bahwa festival dimulai di saat hari mulai cerah.
"Baiklah anakku, jangan sampai ibu mendengar kabar buruk tentangmu, oke?"
"Oke," jawab Lug sembari menunjukkan ibu jarinya.
Dan setelah mendapatkan izin, anak itu bergegas ke kamarnya, lantas mempersiapkan barang-barang yang akan dibawanya. Dia juga mengambil sabit yang dibawanya saat perburuan sebelumnya. Tak lupa juga membawa senjata yang diberikan oleh ayahnya.
Setelah semuanya siap, Lug mengambil mantel yang ibunya berikan dulu. Dan ketika hendak memakainya, ada seseorang yang mengetuk pintu kamarnya.
TOK TOK TOK
"Lug, bolehkah ibu masuk?"
Ternyata dia adalah Nivi, ibunya Lug.
Anak itu jelas memperbolehkannya masuk, "Masuk saja, ibu. Pintunya tidak dikunci."
KRIEEET
Pintunya terbuka dan sesosok wanita masuk ke dalam ruang kamar itu. Dia membawakan sebuah syal yang dirajutnya barusan tadi. Syal itu berwarna merah dan memang khusus untuk anaknya.
"Akhir-akhir ini sering hujan, ibu khawatir akan kesehatanmu. Kau harus berhati-hati di luar sana, makan jika sudah waktunya, jangan seenaknya melewatkan waktu makan," pesan Nivi.
Lug mengangguk dengan hangat. "Tenang saja, bu, lagipula yang kau khawatirkan sekarang ini adalah seorang jenius dari desa Nedhen yang mampu menyaingi bangsawan Da Nuaktha," celetuknya.
Ibunya langsung tertawa mendengar ucapannya, benar-benar tak disangka bahwa anaknya itu akan menyombongkan diri di depan ibunya.
"Kau ini masih kecil tapi hatimu itu tinggi sekali," Nivi berpesan seraya menggelengkan kepalanya. "Tetap ingat pesan ibu, kau harus berhati-hati di luar sana. Bagaimanapun juga, Lug adalah anak ibu. Ibu sentiasa khawatir jika melepaskanmu," imbuhnya seraya memeluk anaknya.
Lug mengangguk lagi. Lantas dia berkata, "Baiklah, bu, aku akan terus berhati-hati seperti apa yang ibu katakan."
Nivi pun melepaskan pelukannya setelah memeluk anaknya itu bermenit-menit, lantas Lug pergi menemui Nagisa yang telah siap di depan rumah. Wanita yang memeluknya itu juga menghantarkannya sampai ke depan.
"Jaga dirimu Lug, Nagisa," pesan Nivi lagi.
Lantas dua anak itupun berangkat. "Kami berangkat dulu, bu. Tenang saja, kami bisa menjaga diri, sampai jumpa," ucap Lug sembari melambaikan tangannya. Ibunya juga membalas lambaian tangannya dan kemudian masuk ke dalam rumah di saat kedua anaknya itu sudah berbelok ke suatu gang.
Lug dan Nagisa akan menjemput Fana terlebih dahulu karena anak laki-laki itu telah berjanji akan mengajaknya.
Sesampainya mereka di rumah yang dituju, mereka gadis berambut jingga yang sudah siap dengan barang bawaannya. Dan barang bawaan gadis itu cukup banyak hingga tas di punggungnya terlihat begitu besar dan berat.
"Apa kau yakin akan membawa perlengkapan sampai sebanyak itu?" tanya Lug keheranan. Saking besarnya, barang bawaan milik Nagisa pun tak sampai setengahnya.
"Aku saja hanya membawa sebilah pisau dan dua pakaian ganti saja," gumam gadis itu.
Tetapi Fana hanya menanggapinya dengan tawa lepasnya. "Terserah aku ingin membawa apa, kalian tak perlu banyak berkomentar!" serunya.
Ya, mau bagaimana lagi? Gadis ini memang seperti itu, aku sudah terbiasa melihatnya membawa barang-barang yang berlebihan.
Ibunya Fana pun keluar, ia juga memiliki rambut berwarna jingga seperti anaknya, yang berbeda adalah rambutnya dipotong hingga dadanya. Sedangkan anaknya benar-benar dipanjangkan hingga ke pinggangnya.
Wanita itu tiba-tiba ikut tertawa, "Mungkin saja terlihat berlebihan, tapi aku khawatir dengan anakku." Lantas dia melirik ke arah anak lelaki yang berdiri di depan anaknya. "Lug, kumohon jaga Fana. Ini pertama kalinya dia pergi ke hutan untuk berburu, bahkan aku sebagai ibunya pun belum pernah berburu seumur hidup. Sekali lagi, tolong jaga anakku," pintanya.
Lug pun mengangguk, "Saya yang mengajaknya untuk ikut bersamaku, yang berarti keselamatannya adalah tanggung jawabku."
Wanita yang berdiri di tengah-tengah pintu itu sangat tersentuh dengan ucapan anak lelaki itu. "Ucapanmu itu terdengar seperti orang dewasa, memang layak disebut sebagai seorang jenius."
"Haha, tolong jangan bahas tentang itu. Ayo Fana, kita berangkat."
Mereka pun berangkat, Fana menoleh ke belakang dan melambaikan tangannya kepada ibunya, lantas ibunya membalas lambaian tangannya.
Di tengah jalan Lug bertanya, "Fana, apa isi di dalam tasmu?"
Sebenarnya anak ini tahu apa isi yang ada di dalam tas gadis itu. Hanya saja karena Nagisa terlihat penasaran dan malu untuk bertanya, Lug pun yang memulai untuk menanyakannya.
Fana menyeringai dan menggaruk kepalanya, "Em, itu ... Y-ya ... Ah, nanti kita lihat sendiri sajalah. Aku malas menyebutkannya satu persatu!" jawabnya terbata.
Lantas gadis itu membuang wajahnya dan diam begitu saja. Lug tertawa kecil melihatnya, dan Nagisa malah menahan tawanya.
"Nagisa, jangan menahan tawamu. Lepaskan saja!" seru Lug yang melihat gadis di sampingnya itu yang menutupi mulutnya.
Fana tersinggung, "Apa kalian menertawakanku?"
Dan seperti itulah suasana riang gembira di antara mereka bertiga. Gadis berambut jingga itu mulai berkenalan dengan Nagisa, dan pada akhirnya mereka terlihat cocok. Mereka berdua bahkan membuka obrolan tanpa Lug.
"STOP!"
Mendadak ada seorang anak laki-laki yang menghadang mereka bertiga ketika hendak sampai di gerbang desa. Semuanya terkejut melihat anak itu karena datang entah dari mana kecuali Lug.
Bersambung!!
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 124 Episodes
Comments
John Singgih
kakaknya fana datang menghadang di gerbang
2022-05-01
2