Hari-hari terus berlalu sedangkan Larisa masih sama. Ia seakan berdiri di tempat, tidak mengalami kemajuan. Namun, juga tidak mengalami kemunduran. Abi masih tetap sabar menemai dan mendampingi sang istri. Meski kini bebannya bertambah berat sejak membuka praktek sendiri, tapi ia berusaha untuk tetap waras.
Jangan sampai ia juga malah ikutan stres akibat masalah Larisa dan pasien-pasien yang sedang ditangani. Suster Ulfa serta Ustad Abah juga ikut membantunya. Abi mendapatkan dukungan dari segala sisi kecuali sang Mama. Namun, ia percaya kalau Ningsing sedang membutuhkan waktu untuk bisa menerima keputusannya dan Abi memberikan waktu sebanyak-banyaknya pada Ibunya itu.
📞Bagaimana kondisi Larisa?
Davira menanyakan keadaan putrinya pada sang menantu lewat sambungan telepon.
📞Masih belum ada perkembangan, Mah.
Terdengar helaan panjang di seberang sana oleh Abi
📞Kalau kalian ingin kemari maka datanglah. Tapi kalau rasanya tak sanggup melihat Larisa dan itu hanya akan melukai perasaan kalian, sebaiknya jangan.
📞Bagaimana kabar kamu, Nak?
Giliran Endra yang bertanya.
📞Saya baik, Pah.
📞Maaf kami tak bisa ada di sana untuk membantu kamu.
📞Tidak apa-apa. Saya mengerti, kalian pun pasti butuh waktu. Saya dan Larisa disini juga butuh waktu. Maka bersabarlah dan terus berdoa.
📞Itu pasti, Nak. Tak pernah putus doa kami untuk kalian. Jaga kesehatanmu disana, jangan terlalu memikirkan Larisa pikirkan juga diri dan kesehatanmu.
📞Baik, Pah. Terimakasih.
...🥜🥜🥜🥜...
Empat bulan kemudian ...
“La, hari ini Kakak mau makan siang hasil masakan kamu,” kata Abi. Larisa sedang memasangkan dasi di lehernya.
“Apa, Kakak, yakin?”
“Yakin, mulai sekarang kamu harus mengirim makan siang ke klinik setiap hari.”
“Baiklah.”
Abi sudah melakukan segala cara dan perubahan pada Larisa mulai tampak. Rutinitas seperti membuatkan teh di pagi hari dan memakaikan dasi terus berlanjut sejak hari itu. Setiap malam sebelum tidur Abi selalu mendampingi Larisa dan memberikan sugesti positif seperti doa dan harapannya untuk hari esok agar lebih baik. Meski hal itu merupakan Hypnoparenting yang dilakukan orang tua pada anak-anak mereka. Namun, Abi percaya dan yakin kalau hal itu juga bisa diterapkan pada Larisa.
“Kakak berangkat, ya,” pamit Abi.
Larisa mengangguk dan tersenyum melepas kepergian Abi.
...🍠🍠🍠🍠...
“Mau masak apa, Mbak?” tanya chef Dina
“Saya gak tau.” Larisa jadi bingung. Ia takut masakannya nanti tak di sukai Abi.
“Masak ikan bakar saja, Neng. Abi sangat suka ikan bakar,” saran suster Ulfa
“Sayurnya?” tanya chef
“Capcay saja, biar gampang,” jawab Suster Ulfa.
Larisa pun setuju. Ia mulai mengikuti instruksi dari chef Dina. Selama ini Abi belum pernah mencicipi hasil masakannya. Lalu kini tiba-tiba saja pria itu minta diantarkan bekal makan siang. Membuat Larisa takut jika nanti Abi tak suka karena rasanya yang tak enak.
Hasil masakan yang sudah jadi dimasukkan ke dalam rantang dan diantar oleh supir pribadi ke klinik Abi. Wanita itu menunggu telpon dari Dokternya pribadinya itu. Ia tampak cemas kalau-kalau masakannya tak sesuai dengan yang diharapkan.
Hingga sore Abi tak kunjung pulang meski jam sudah menunjukkan pukul lima. Larisa sendiri takut menghubungi Abi karena tak ingin mengganggu waktu kerjanya. Satu lagi ia juga berpikir mungkin Abi kecewa dengan makanannya.
Larisa pun memutuskan untuk ke kamar Abi. Menyiapkan baju ganti dan membawa ke kamarnya sendiri. Entahlah itu sudah menjadi kebiasaan pria itu setiap pulang kerja. Dia akan mandi di kamar mandi yg ada di kamar istrinya. Lalu Larisa memilih membersihkan diri untuk menyegarkan kepala pikirnya.
"Kenapa baru pulang, Bi?" tanya suster Ulfa.
"Ada pasien yang kambuh dan harus dirawat. Jadinya saya urus dulu di RSJ," jelas Abi.
Suster Ulfa tersenyum simpul. "Segera temui istri kamu. Dia seharian tampak cemas akan hasil masakannya."
"Benarkah?"
Suster Ulfa mengangguk. "Bahkan dia tak beranjak dari dapur. Takut kalau makanan itu gak enak dia akan memasak lagi."
Bibir Abi tersenyum mekar. "Saya sengaja tak memberi kabar."
"Baiklah Ibuk pulang dulu, sudah sangat sore."
"Baik, hati-hati di jalan."
Abi bergegas menuju kamar Larisa, tanpa permisi dia langsung masuk dan menemukan sang istri yang sedang berpakaian.
"Maaf Kakak gak ketuk pintu dulu," Pinta Abi memejamkan matanya.
Larisa yang kaget segera memakai handuk kembali lalu masuk ke kamar mandi.
Abi menunggunya di depan kamar sambil memandangi laut di depannya. Ia tak enak jika menunggu di dalam.
"Kak, panggil Larisa merasa malu."
Lalu Abi berbalik. Ia menyerahkan buket bunga yang tadi di beli ketika jalan pulang.
"Terimakasih, masakannya sangat enak."
Larisa menerima bunga itu dan menatap Abi dengan serius. "Kakak, pasti bohong."
"Buat apa? Kalau kamu gak percaya tanya aja sama suster yang ada di klinik."
Larisa masih ragu.
"Begini saja, besok kamu yang antar sendiri ke klinik dan kita makan bersama di sana, bagaimana?"
"Tapi … "
"Tapi apa?"
"Aku gak berani keluar rumah."
"Ayolah, La. Sampai kapan kamu akan mengurung diri di sini. Kamu harus melihat dunia luar, agar perasaan kamu itu lebih baik. Lagian juga cuma ke klinik doang, setelah itu kamu bisa pulang lagi."
"Oke deh."
"Nah gitu dong." Abi senang lalu mencolek hidung istrinya.
"Bunganya cantik dan wangi," kata Larisa.
"Kakak akan kasih kamu bunga setiap hari kalau bisa masak sendiri tanpa chef lagi."
Larisa menggeleng cepat.
"Kenapa?"
"Aku belum yakin."
Abi tertawa lalu membawa Larisa kedalam pelukannya. "Ya udah, gapapa. Belajar aja dulu sampai kamu yakin sudah bisa masak sendiri."
...🌱🌱🌱🌱...
Sesuai janjinya kemarin hari ini Larisa masak lebih awal karena ia akan berangkat ke klinik untuk mengantarkan makan siang Abi. Selesai memasak ia pun mandi dan berganti pakaian.
"Masak dandannya gitu," kata suster Ulfa. Penampilan tampak sederhana yang hanya memakai pakaian rumah biasa.
"Terus?"
"Dandan dikit biar Abinya makin senang melihat yang mengantar makanan cantik," goda Suster Ulfa.
"Tapikan, Sus, aku cuma mau mengantar makanan aja."
"Ya gak papa atuh dandan sekali-kali. Emangnya kamu gak bosan gini-gini terus penampilannya? Dandan cantik itu bisa bikin mood kita baik, loh."
"Oke deh." Larisa pun kembali ke kamarnya untuk berganti pakaian. Ia sampai bingung harus memakai baju yang mana.
"Suster," panggil Larisa.
"Ada apa, Neng?"
"Aku bingung mau pakai apa. Bisa hubungi Mama lewat VC. Aku mau minta saran Mama."
Suster Ulfa pun mengikuti permintaan Larisa.
📱Ada apa, sayang?
📱Aku mau ke kliniknya, Kak Abi tapi bingung mau pakai baju apa. Kata Suster Ulfa harus dandan.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 151 Episodes
Comments
Salma Syam
cantik pastinya
2022-08-26
1
Anita EndLs
lanjutt
2022-05-19
1
Rahma Alzzsurah
💪💪💪💪💪💪
2022-04-29
1