Abi berbalik dan memeluk pasiennya dengan erat. Sambil mengucapkan syukur di dalam hati kalau Larisa masih diberikan kesempatan untuk memperbaiki hidup.
"Ini yang terakhir kalinya kamu mengatakan untuk mati. Setelah ini kamu harus bisa mengontrol diri agar bisa sembuh." Abi berkata tepat di telinga Larisa.
Wanita itu menganggukan kepalanya. "Jangan pergi dan tinggalkan aku, ya, Kak. Aku takut kalau, Kakak pergi," isaknya.
Abi menangkup pipi basah Larisa. "Kamu mau sembuhkan?"
Dan Larisa mengangguk.
"Kalau begitu ikut dengan Kakak. Lupakan masa lalu dan mulai hidup baru. Kakak akan membantu serta menemani kamu."
Suasana tegang tadi berubah kembali normal dan Larisa sudah bisa dibujuk oleh Abi. Tanpa obat penenang gadis itu akhirnya istirahat dengan baik di kamarnya.
"Tante, Om, ada hal yang ingin saya bicarakan." Abi menemui orang tua Larisa di ruang tengah. Keduanya masih terkejut atas insiden tadi.
"Ada apa?" tanya Endra
"Saya ingin membawa Larisa pergi dari kota ini."
"Pergi? Buat apa dan kemana?" Davira tampak bingung juga khawatir.
"Bali. Saya akan membawa Larisa menjalani hidup barunya di sana. Menjauh dari hal-hal yang memicu gejala depresinya, juga untuk melupakan hal-hal yang membuatnya tertekan. Apa lagi suasana di Bali juga bagus untuk kesehatan mental Larisa."
"Lalu Larisa akan tinggal dengan siapa disana? Kami gak mungkin ikut pindah ke sana?" tanya Endra
"Larisa akan tinggal bersama saya."
"Abi, Tante rasa itu gak mungkin. Kalian bukan-"
"Bukan pasangan yang sah maksud, Tante?" Abi langsung memotong perkataan Davira. "Sebelum pindah, saya akan menikahi Larisa secara agama."
Endra dan Davira saling pandang. "Maksud kamu apa?" Nada suara dari Ayah Larisa itu sedikit meninggi. Pikirnya Abi hanya ingin mempermainkan hidup anaknya.
"Om, dengar penjelasan saya dulu! Saya menikahi Larisa karena saya mencintainya. Saya ingin membahagiakan dia. Tapi sebelum dia sembuh, pernikahan ini gak boleh diketahuinya. Saya juga gak akan menuntut hak saya serta kewajibannya sebagai istri."
Endra dan Davira kembali dibuat terkejut oleh perkataan Abi. Mereka masih tak percaya jika pria yang ada di hadapannya ini ingin menikahi sang putri yang sedang mengalami gangguan mental.
"Saya tau, Om dan Tante meragukan perasaan dan keseriusan saya. Tapi mohon beri saya kesempatan dan waktu untuk membuktikannya."
"Abi, pernikahan bukanlah suatu hal yang bisa kamu putuskan dalam waktu singkat. Karena ini menyangkut masa depan kamu dan Larisa. Disini yang menjadi kekhawatiran kami adalah masa depan kamu. Apa kamu yakin menikahi putri kami? Tak ada jaminannya kalau Larisa bisa menjadi istri yang baik untuk membahagiakan kamu," terang Davira
"Saya sangat yakin, Tante. Karena saya menikahi Larisa untuk membuatnya sembuh dan bahagia hidup bersama saya. Bukan untuk mencari kebahagiaan saya."
Kembali Endra dan Davira saling melempar pandangan.
"Abi, kami tentunya akan sangat senang dan berterimakasih karena kamu mau menerima putri kami dalam kondisinya sekarang. Tapi pernikahan itu bukan tentang kalian berdua. Namun, keluarga. Apa Mama kamu akan setuju dan merestui pernikahan ini nantinya? Sebelum di tolak, kami harus sadar diri karena putri kami tak pantas bersama kamu," tambah Endra.
"Saya akan bicarakan hal ini dengan Mama. Mau dia setuju atau tidak pernikahan tetap akan dilakukan."
Endra menghembuskan nafas panjang. "Kalau memang itu sudah menjadi keputusan kamu. Kami akan mendukung, nanti kami juga akan coba bicara dengan orang tua kamu."
"Terimakasih, Om dan saya ingin menjelaskan sedikit soal menikahi Larisa hanya secara agama. Bukan karena saya malu, tetapi saya ingin memberikan kesempatan pada waktu untuk membuatnya mencintai saya. Setelah itu saya akan menikahinya secara resmi karena dia sudah menjadi milik saya seutuhnya," jelas Abi tegas.
"Kamu mau menikahi dia dalam keadaannya begitu, kami sudah sangat senang. Untuk pernikahan secara hukum memang lebih baik kita tunggu Larisa sembuh dan meminta pendapatnya tentang pernikahan kalian. Atau kalau nanti kamu ingin menceraikannya kami terima."
“Saya gak akan pernah menceraikan Larisa kecuali dia sendiri yang memintanya.”
"Jadi, pernikahan ini akan kita sembunyikan dari Larisa?" tanya Davira
"Sebaiknya begitu, Tante. Sampai waktu yang tepat saya akan menjelaskan padanya."
"Tante serahkan semuanya pada kamu, Abi. Jika ini memang yang terbaik untuk putri kami. Doa dan harapan akan selalu mengiringi langkah kalian di sana." Davira berkata diiringi setetes bulir air mata.
...☘☘☘☘...
“Apa? Menikahi Larisa?” Ningsih seakan di sambar petir di siang bolong kala mendengarkan perkataan sang putra. “Jangan gila kamu, Bi! Pernikahan itu bukan mainan.”
“Siapa bilang pernikahan itu mainan. Aku serius, Ma, aku akan menikahi Larisa.”
Ningsih menggelengkan kepalanya dan menghampiri Abi yang sedang duduk di sofa ruang kerjanya. “Kamu gak dibujuk orang tuanya Larisa kan?”
“Mama, apa-apaan sih? Ya nggak lah! Ini kemauan aku sendiri.”
“Tapi kenapa Larisa, Bi? Memangnya gak ada wanita lain? Banyak wanita yang lebih dari dia di luar sana.”
“Memangnya kenapa dengan Larisa, Ma?” Suara Abi mulai meninggi
“Kamu tahu sendiri kan, jiwanya sedang terguncang. Mama gak yakin dia bisa menjalani rumah tangga dengan baik, dia juga gak akan bisa menjadi istri yang baik buat kamu.”
“Aku menikahinya bukan untuk membina rumah tangga yang sesuai dengan bayangan, Mama. Tapi aku menikahinya karena aku ingin membuatnya sembuh. Dia terluka karena cinta maka aku akan menyembuhkannya dengan cinta,” tekan Abi.
Ningsih menghembuskan nafas kasar. “Sejak kapan kamu mencintainya?”
“Gak tahu pasti, yang jelas aku gak sanggup melihat dia menderita setiap hari apalagi ketika melihat matanya. Dia benar-benar butuh cinta yang tulus.”
“Maaf, Bi, Mama gak setuju.”
“Kenapa? Apa karena dia gila? Sebagai dokter jiwa, Mama, seharusnya paham akan kondisi Larisa. Dia gak jauh beda sama kondisi Mina dulu, Ma.”
“Mama tau dan Mama mengerti. Iya, Larisa mengingatkan kita pada Mina. Kalau kamu menganggapnya sama seperti adik sendiri, Mama masih bisa terima itu. Tapi kalau kamu mau menikahinya dan menjadikan dia istri, Mama gak bisa terima. Bagaimana keturunan kalian nanti? Kamu tahu sendirikan, Bi penyakit mental itu bisa diturunkan.”
Abi megangkat kedua tangannya ke udara. “Ma, itu bukan alasan yang tepat untuk menolak Larisa. Mama, gak sadar apa, karena hal seperti ini Mina memilih bunuh diri karena ditolak oleh calon mertuanya akibat ia pernah depresi. Seharusnya, Mama, gak melakukan itu pada putri orang lain. Kalau begini, artinya Mama sama saja seperti mantan calon mertua Mina yang menolaknya dulu.”
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
Biar Author makin semangat nulis dan up date tiap hari, tinggalin jejak dan dukungannya, ya... ☺
Like 👍 Komen 🖊 Hadiah 🎁 Vote 🔖
Terimakasih 🥳🥰😉😍
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 151 Episodes
Comments
Nurmalina Gn
keren banget authornya, bukan novel hayalan
2022-12-04
1
Ririn Endang S
Thoorrr....pengetahuanmu tentang kejiwaan tak acungin 👍👍👍👍
2022-11-24
2
Salma Syam
jadi bager
2022-08-26
1