"Terserah, Bi kamu mau ngomong apa. Sebagai orang tua, Mama cuma mau yang terbaik buat kamu.”
“Oke, aku kesini cuma ngomongin hal itu sama, Mama. Mau, Mama, setuju atau gak, aku akan tetap menikahi Larisa.” Abi pun bangkit dari duduknya dan segera keluar dari ruang kerja Ningsih.
...🍒🍒🍒🍒...
Keesokan harinya Endra dan Davira pun menemui Ningsing di rumahnya. Mereka ingin membicarakan tentang pernikahan Abi dan Larisa yang mendadak ini. Agar tak terjadi kesalah pahaman di kemudian hari, yang bisa memperburuk hubungan mereka.
“Kami datang kesini ingin menjelaskan kalau pernikahan itu atas keputusan Abi semata. Kami pun awalnya kaget dan tak percaya, bahkan kami juga sudah mengingatkan putra Ibuk kalau pilihannya itu kurang tepat,” jelas Endra.
“Kami tak mau jika hal ini malah akan membuat hubungan baik kita jadi rusak. Jika, Ibuk, tak menyetujui keputusan Abi kami terima. Tapi kalau boleh jujur kami sangat membutuhkan bantuan Abi untuk menyembuhkan Larisa,” tambah Davira.
“Dengan mengorbankan masa depan anak saya? Kalian terdengar egois,” ketus Ningsih.
“Kami tidak akan mengorbankan masa depan Abi. Pernikahan ini akan kami tutupi dari Larisa dan keluarga besar sampai dia sembuh. Setelah itu kami akan meminta Abi untuk menceraikannya dan Abi bisa mencari wanita lain yang sepadan untuk dinikahi,” tutur Endra.
“Pernikahan mereka hanya akan dilakukan secara agama. Jadi, kami tidak akan bisa menuntut apa-apa pada Abi nantinya karena pernikahan mereka tidak terdaftar secara hukum,” ujar Davira
“Apa gak ada cara lain? Maaf Pak, Buk, saya sangat mengerti kondisi putri kalian. Tapi kenapa anak saya harus ikut berkorban?”
Davira dan Endra saling pandang.
“Apa, Ibuk, punya cara lain untuk bisa membantu putri kami? Kami pun sebenarnya tak ingin Abi melakukan hal ini, tapi dia meyakinkan kami. Dia juga mengatakan kalau mencintai Larisa dan ingin membahagiakannya. Lalu sebagai orang tua yang sudah putus asa, apa kami bisa menolak kebaikan anak, Ibuk? Tentu saja tidak! Apa yang diputuskan Abi merupakan harapan besar kami demi kesembuhan Larisa. Saya rasa jika, Ibuk, ada di posisi kami, juga akan melakukan hal yang sama,” tutur Endra
“Kalaupun, Bapak, berada di posisi saya, pasti juga akan melakukan hal yang sama,” balas Ningsing kesal.
“Saya rasa tidak! Karena sejak Larisa bisa mengambil keputusan dalam hidupnya, kami berdua selalu mendukung. Apa pun itu selagi yang terbaik.”
Ningsih terdiam seribu bahasa. Sebagai sesama orang tua mereka menginginkan yang terbaik untuk anak-anak mereka.
“Jika, Ibuk, berpikir kami egois karena mendukung keputusan Abi, tidak apa-apa kami terima itu. Tapi kami berhak mengatakan kalau, Ibuk, juga egois karena menentang keputusan Abi hanya demi kebaikan, Ibuk, sendiri. Apa salahnya, Ibuk, memberikan kesempatan pada Abi untuk menentukan jalan hidupnya meski, Ibuk, merasa kalau itu bukan yang terbaik untuknya,” sambung Davira.
“Berarti disini kita sama-sama egois Pak, Buk. Kalian datang kemari hanya ingin membujuk saya merestui pernikahan itu, maaf saya gak bisa. Silahkan kalian pulang! Mengenai hubungan baik kita pastinya akan berubah buruk jika pernikahan itu tetap terjadi,” seru Ningsih dengan muka jutek.
Sebelum pergi Endra meninggalkan secarik kertas bertuliskan alamat masjid tempat ijab kabul dilakukan nanti. “Datanglah jika, Ibuk, berubah pikiran.”
Maksud baik Endra dan Davira ternyata di sambut tidak ramah oleh calon besan. Jika Ningsing bersikukuh dengan hatinya menolak pernikahan itu, maka mereka pun juga akan tetap bersikukuh kalau pernikahan itu akan dilaksanakan meski tanpa restu dari orang tua si pria. Mereka juga rela memutuskan hubungan silaturahmi dengan Ningsih. Kedua belah pihak saling merasa benar dan merasa kalau masing-masing dari mereka tak mengerti akan perasaan dan posisi yang sedang mereka alami.
...🍓🍓🍓🍓...
Sebelum pernikahan dilakukan Endra sudah menyiapkan tempat tinggal untuk putri dan menantunya di Bali. Sebuah Villa besar di tepi tebing menjadi pilihannya. Kenapa? Karena pemandangan yang bagus serta akses ke segala fasilitas disana cukup dekat. Abi pun menyetujui hal itu, karena ia memberikan kepercayaan penuh pada Larisa kalau wanita itu tak akan lagi ingin mengakhiri hidupnya.
Endra juga mengurus tempat dan izin Abi untuk membuka praktek di sana. Menantunya itu ingin menafkahi rumah tangganya dengan hasil kerja keras sendiri. Meski ia sudah menawarkan akan mentransfer uang bulanan, namun calon menantunya itu menolak. Menikahi Larisa bukan hanya semata-mata karena rasa iba dan kasihan, bukan juga sebatas dokter dan pasien. Tapi Abi benar-benar serius akan menerima gadis itu apa adanya juga mengambil alih tanggung jawab Endra sebagai Ayah.
Abi benar-benar ingin menjadi suami sesungguhnya untuk Larisa. Meski pernikahan ini adalah pernikahan tersembunyi, tapi Tuhan maha mengetahui. Jadi, ia tak bisa melalaikan kewajibannya sebagai suami, karena ia tak mau menanggung dosa yang besar. Abi yakin kalau niat baiknya ini akan menuai hasil yang baik pula nantinya. Jadi, ia harus bisa bersabar menghadapi sebuah ujian sebelum menikmati kebahagiaan.
“Saya terima nikah dan kawinnya Larisa Natania Binti Endra Mahasura dengan mas kawin seperangkat alat sholat dibayar tunai.”
“SAH!” Akhirnya pernikahan itu pun sah di mata Tuhan. Abi, saksi serta Endra menampung tangan atas doa yang dibaca oleh penghulu. Sedangkan Ningsih tetap pada pilihannya untuk tak menghadiri pernikahan itu karena baginya Abi sudah menaruh arang di wajahnya.
Meski ijab kabul berhasil ia ucapkan dalam sekali tarikan nafas, tapi Abi sendiri tak bisa mengekspresikan perasaannya. Ini pilihannya namun, ia bingung harus apa? Tersenyumkah? Menangiskah? Kalau ia tersenyum memangnya pernikahan ini bahagia? Kalau ia menangis memangnya pernikahan ini begitu menyedihkan?
Entahlah, semoga Tuhan memberikan yang terbaik untuknya. Sekarang perjalanan baru saja ia mulai. Pastinya tidak akan mudah, tapi sebagai laki-laki yang sudah berani mengambil keputusan tersulit dalam hidup, ia harus bisa menjalaninya dan membuktikan pada orang kalau dia pasti bisa melewati ini semua untuk mengubah takdir.
...🍅🍅🍅🍅...
Selesai ijab kabul mereka pun segera berangkat ke bandara. Dalam perjalanan semuanya saling menutup rapat bibir mereka. Tak tahu harus bicara apa mereka sibuk dengan pemikiran masing-masing. Endra dan Davira pun juga tak bisa tersenyum bahagia ketika putri mereka sudah dipinang oleh seorang Laki-laki. Bahkan menantunya kini jauh lebih baik dari yang dulu, tapi bukan seperti ini yang mereka inginkan.
Memang Larisa akan memulai hidup barunya. Namun, banyak hal juga yang mereka khawatirkan terutama Abi. Apakah pria itu sanggup untuk bertahan? Apakah pria itu baik-baik saja setelah mengucapkan ijab kabul tadi? Karena tak ada ekspresi yang bisa mereka tangkap dari wajah Abi, membuat mereka bingung apakah pernikahan ini benar atau salah.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 151 Episodes
Comments
Salma Syam
semangat thour
2022-08-26
0
Mamah Novi
lanjut
2022-05-27
0
Anita EndLs
semoga pilihan yg benar
2022-05-19
1