"Kak, tehnya mau di bawain ke kamar atau di meja makan aja?” Larisa bertanya di depan pintu kamar Abi.
“Di meja makan aja,” jawab Abi yang baru selesai berpakaian. “Bisa bantu Kakak pasang dasi?”
“Haa?”
“Kakak sudah lama gak pakai dasi karena di Ausi dulu cuma jadi pendamping dokter. Kalau sekarang sudah jadi dokter beneran sekalian jadi bos di klinik sendiri. Jadi harus tampil rapi di hari pertama.”
“Oh, sini.” Laris sedikit berjinjit karena tubuh Abi jauh lebih tinggi darinya.
Abi sengaja berbohong soal ia lupa cara memakai dasi.Termasuk membuatkan teh untuknya di pagi hari. Sebenarnya ia bukan pecinta minuman manis, ia lebih suka minum air putih saja. Semua itu ia lakukan hanya ingin membuat sang istri merasa dibutuhkan dan hidupnya ada arti di sisinya.
“Makasih,” kata Abi mengecup kening Larisa.
Gadis itu pun kaget.
“Hadiah karena kamu sudah membuatkan teh juga memasangkan dasi Kakak.”
Larisa pun berlalu kembali ke kamarnya untuk bersiap-siap melakukan yoga.
Sebelum berangkat kerja Abi mengenalkan Larisa pada suster Ulfa. Wanita yang sudah memasuki usia 50 tahun itu tampak lembut dan keibuan. Suster itu sendiri merupakan suster yang pernah merawat Mina--Almarhum adik Abi. Karena sudah banyak makan asam garam, Abi mempercayakan istrinya pada suster itu.
“Kakak berangkat kerja, ya. Nanti kalau ada apa-apa bilang aja sama Suster Ulfa.”
Larisa mengangguk.
...🥑🥑🥑🥑...
Usai yoga Larisa membersihkan diri dan berganti pakaian. Jadwalnya setelah ini adalah les memasak. Ini adalah pengalaman pertama baginya memasak makanan. Selama ini ia tak pernah memegang penggorengan. Menginjakkan kaki di dapur pasti pernah, tapi Larisa tak pernah menyentuh peralatan tempur yang ada di sana.
“Kita mau masak apa hari ini, chef?” tanya suster Ulfa.
“Kalau Mbak nya sendiri mau masak apa? Yang gampang-gampang aja dulu kalau memang belum pernah masak," tanya chef.
Larisa menopang dagunya di atas meja bar dapur. Ia tampak memikirkan menu masakan yang akan dibuatnya. “Aku gak tau.”
Suter ulfa dan chef itu saling melempar pandangan.
“Gimana kalau pasta saja?” saran chef.
“Boleh.” Larisa hanya menurut saja, ia tampak tak bersemangat.
45 menit masakan pertama Larisa pun jadi. Ia mencicipinya sedikit dan rasanya lumayan untuk pemula. Setelah itu ia pun pergi dari dapur menuju kamarnya untuk tidur siang.
Suter Ulfa hanya bisa menghembuskan nafas panjang. Gadis itu sepertinya menutup diri dari orang-orang.
...🥕🥕🥕🥕...
“Bagaimana, Larisa, Sus?” tanya Abi ketika pulang kerja.
“Begitulah. Dia melakukan semua kegiatannya tanpa semangat. Badannya ada disini tapi pikirannya melanglang buana jauh entah kemana. Seperti robot yang diperintahkan ini dan itu maka akan dikerjakannya. Bagaikan tubuh tanpa jiwa,” jelas suster Ulfa.
“Saya mengerti. Terimakasih untuk hari ini.”
“Abi, tetap semangat dan jangan menyerah! Dia butuh seseorang seperti kamu dan saya akan mendampingi kamu. Jika kamu merasa lelah, bersandarlah pada saya." Suter Ulfa meraih tangan pria itu, yang sudah dianggapnya seperti anak sendiri.
“Terimakasih, Ibu sudah mendukung saya.”
Ulfa membelai pipi Abi. “Semoga Tuhan melimpahkan kebahagian yang tak terkira untuk kamu nantinya.”
“Aamiin”
Suter Ulfa pulang ke rumahnya diantar oleh supir pribadi Larisa. Abi pun segera menemui istrinya di kamar.
“Bagaimana les masaknya tadi?” tanya Abi duduk di tepi kasur.
“Biasa saja.”
“Kenapa biasa saja?”
“Cuma masak pasta.”
“Terus rasanya gimana?”
“Biasa.”
“Namanya juga baru.”
Abi merebahkan badannya di atas kasur. “Haahh, Kakak capek sekali. Gak nyangka di hari pertama banyak pasien yang datang.” Abi tak melulu membahas tentang istrinya. Ia juga membiasakan bercerita pada Larisa tentang hari-harinya pada wanita itu. Agar sang istri merasa di anggap.
“Besok pasti makin rame,” tambah Abi
Tak ada tanggapan dari Larisa. Gadis itu hanya menatap nanar ke arah luar kamarnya.
“La, boleh Kakak minta tolong?”
“Hhhmm?”
“Tolong ambilkan baju ganti Kakak di kamar ya. Kakak mau mandi di sini saja, capek kalau jalan ke sana.”
Larisa pun mengangguk dan turun dari kasurnya.
...🌶🌶🌶🌶...
Hari jumaat karena jam kerja singkat Abi pun mengundang seorang ustad ke villa usai salat jumat di sebuah masjid. Tapi sebelum itu ia menceritakan kondisi sang istri pada sang ustad. Abi meminta bantuan untuk memberikan siraman rohani pada Larisa.
Ia sadar kalau kesehatan mental yang baik adalah kondisi ketika batin seseorang berada dalam keadaan tentram dan tenang, sehingga bisa menikmati kehidupan sehari-hari. Sebaliknya, orang yang mentalnya terganggu akan mengalami gangguan suasana hati, kemampuan berpikir, dan akhirnya mengarah pada perilaku buruk.
Ustad itu pun mengerti lalu setuju untuk membantu Abi menyembuhkan sang istri. Sampai di rumah Abi mengenalkan Larisa pada Ustad yang lebih suka dipanggil Abah itu karena usianya sudah masuk kepala enam.
“Dalam Islam, sebagai seorang mukmin yang taat diberi kekuasaan untuk berusaha melakukan pengobatan atas ujian ringan atau berat yang sedang dialami agar memperoleh kelulusan, kesembuhan dan bebas dari kesulitan atau penderitaan. Sebagaimana jaminan Allah yang tertera dalam surat Al-Asyra ayat 6-7 yang artinya karena sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan, maka apabila kamu telah selesai (dari suatu urusan), kerjakanlah dengan sungguh-sungguh (urusan) yang lain, dan hanya kepada Tuhanmulah hendaknya kamu berharap. " Abah memberikan sedikit nasehat pada Larisa yang duduk termenung di samping Abi.
“Selesai sholat bacalah doa yang termuat dalam Alquran surat Ar Rad, ayat 28.
Alladziina aamanuu watathmainnu quluubuhum bi dzikrillaahi alaa bi dzikrillaahi tathmainnul quluubu.
Artinya: (Yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingati Allah-lah hati menjadi tenteram."
Abah pun menambahkan lagi sedikit sebelum ia menutup sesi siraman rohani siang ini. Dia pun mengerti tidak akan mudah bagi Larisa menerima apa yang disampaikannya. Butuh waktu serta kesabaran. Ia meminta segelas air putih pada Abi lalu membacakan beberapa ayat dan ditiupkannya ke dalam gelas.
“Minumkanlah ini pada istrimu, Nak,” kata Abah menyerahkan gelas tadi.
Abi pun menuruti.
“Kebetulan Abah punya pesantren dekat sini. Datanglah jika kalian ada waktu, banyak juga orang-orang seperti istri kamu ini yang datang kesana sembari mencari suasana baru serta ketenangan batin.”
“Jadi, Abah juga bisa menyembuhkan orang-orang seperti Larisa?” tanya Abi.
“Abah hanya membantu, Nak. Kesembuhan itu datangnya dari Allah.”
Abi tersenyum senang sambil menghembuskan nafas lega. Tuhan seperti mendukung keputusannya dan mempermudah jalan untuk menyembuhkan Larisa. “Terimakasih, Bah. Saya bersyukur dipertemukan dengan, Abah.”
“Saya pun senang bisa membantu. Jumat besok Abah akan datang lagi kesini kalau istri kamu masih belum siap diajak keluar rumah.”
“Sekali lagi terimakasih banyak, Bah. Mohon bantuannya.”
...----------------...
Mana ini dukungannya 😟 sepi amat...
Ayo, tinggalin jejaknya!
like 👍
komen 🖊
hadiah 🎁
vote 🔖
Biar aku semangat terus buat up datenya..
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 151 Episodes
Comments
Salma Syam
yg sabay ya aby.. larisa pasti bisa sehat
2022-08-26
1
Mamah Novi
aku padamu abi
2022-05-27
1
Anita EndLs
sukaaa
2022-05-19
1