Di Bandara sebelum berpisah, mereka saling berpelukan untuk memberikan kekuatan. Dengan berat hati kedua orang tua itu melepas kepergian anak dan menantunya dengan lambaian tangan. Serta harapan dan doa yang takkan pernah putus tentunya.
“Di saat orang-orang bahagia setelah pernikahan anak mereka, kenapa kita malah bersedih, Pah?” Davira bertanya diiringi air mata.
Endra mengelus bahu sang istri sambil menatap punggung anak dan menantunya yang mulai menghilang di balik kerumunan. “Sabar, Mah. Gak akan selamanya kita bersedih. Papa yakin Abi pasti bisa membawa kebahagian itu kembali pada kita. Berikan dia waktu.”
...🍇🍇🍇🥥...
Berada di atas awan kurang lebih dua jam akhirnya Abi dan Larisa sampai di villa. Mereka pun langsung menuju kamar untuk melepas penat.
“Mau Kakak bantu memindahkan pakaian ke lemari?” tanya Abi pada Larisa.
Gadis itu menggeleng lemah.
“Ya sudah, kalau gitu Kakak ke kamar. Kamar kita bersebelahan jadi, kalau butuh apa-apa bisa langsung panggil Kakak.”
Larisa mengangguk.
Sesuai janjinya pada Endra, Abi memilih untuk pisah kamar dengan Larisa sampai istrinya itu sembuh dan menerima pernikahan mereka. Anggap saja untuk sekarang ini kalau mereka sedang dalam tahap penyesuaian diri.
Sebelum pergi Abi membelai pipi istrinya dan tersenyum hangat.
Sejak kejadian di rumah kemarin Larisa memang lebih tenang. Namun, ia lebih banyak murung dan termenung. Suka mengurung diri di kamar, jika merasa bosan ia akan mewarnai atau menggambar di atas kasur. Kalau berbicara seperlunya saja. Larisa sepertinya sedang kehilang jati diri, dia masih bingung akan dirinya sendiri. Mau apa? Harus apa? Bagaimana? Layaknya orang yang tak punya tujuan hidup.
Selesai mengemas baju-baju di lemari, Abi memilih untuk membersihkan diri dan berganti pakaian. Saat hendak keluar dari kamar, ia melihat mukenah dan sajadah yang menjadi mahar nikah untuk Larisa teronggok di atas kasur. Abi menimang-nimang bagaimana caranya ia memberikan itu pada sang istri. Ketika ia sedang butuh jawaban atas keraguannya adzan ashar pun terdengar, Abi bergegas keluar dari kamarnya.
“La, Kakak boleh masuk?” Abi bertanya di depan pintu kamar istrinya.
Tak lama Larisa pun membukakan pintu.
“Kita shalat jamaah, yuk! Kakak bawain mukenah dan sajadah buat kamu.”
Larisa setuju.
“Masih ingat cara wudhu?”
Istrinya mengangguk.
“Kita sholat di sini saja.”
Mereka bergantian kekamar mandi untuk bersuci dari hadas kecil. Lalu Abi membentangkan dua sajadah. Ia menunggu Larisa siap memakai mukena nya dan setelah itu Abi meminta sang istri untuk berdiri di belakangnya.
Abi mulai menunaikan kewajibannya sebagai suami dan imam bagi Larisa. Usai salam ia menjulurkan tangan untuk dicium oleh sang istri. Meski ragu tapi Abi tetap mencoba. Gadis itu ternyata menyambut uluran tangannya dan menempelkan kening di punggung tangan itu. Abi membalasnya dengan mengelus puncak kepala Larisa.
Ingin hati mendaratkan sebuah kecupan di kening wanita yang sudah sah menjadi istrinya itu, tapi ia urungkan. Setelahnya mereka menengadahkan tangan meminta dan memohon pada pemilik alam semesta. Entah doa apa yang mereka panjatkan dalam hati, pastinya hal-hal serta harapan baik untuk kesembuhan Larisa dan masa depan rumah tangga ini.
...🍓🍓🍓🍓...
Selesai sarapan pagi Abi mengajak Larisa untuk duduk di halam villa menikmati pemandangan laut yang luas dari sana. Sambil mengobrol tentang kegiatan istrinya di sini saat ia bekerja nanti.
“Kemarilah,” ajak Abi dengan gerakan tangan. Meminta sang istri untuk duduk di sampingnya.
Larisa pun menuruti.
Abi tersenyum lalu menyelipkan anak rambut sang istri di balik telinga. “Apa yang kamu rasakan disini?”
“Tenang.”
“Apa kamu kepikiran untuk terjun dari tebing ini?”
Larisa menggeleng. “Aku kan sudah janji sama Kakak untuk gak melakukan hal itu.”
Abi tersenyum simpul. “Kakak hanya bertanya.” Ia hembuskan nafas panjang. “Pemandangannya indah, ya?”
Larisa mengangguk.
“La, mulai besok Kakak akan bekerja di klinik. Kamu di rumah akan didampingi oleh suster Ulfa. Gak papa kan?”
“Kenapa, Kakak, gak dirumah aja?”
“La, Kakak harus kerja. Kalau gak kerja kita makan sama apa nanti? Masak minta terus sama Papa. Kamu itu sekarang tanggung jawab Kakak di sini.”
Istrinya itu hanya diam.
“Kakak berangkat pagi jam delapan dan pulang jam tiga sore. Selama Kakak gak di rumah kamu bisa kembali les di sini. Kakak sudah daftarkan kamu ikut les masak, melukis, main musik. Itupun kalau kamu mau.”
“Aku mau,” jawabnya cepat.
Abi tersenyum senang. “Bagus kalau gitu. Satu lagi, setiap pagi Kakak boleh minta dibuatkan teh sama kamu?”
“Kenapa gak Bibi aja?”
“Kakak maunya kamu. Gimana?”
Larisa tampak berpikir sejenak setelah itu ia mengangguk tanda setuju.
“Makasih, ya. Nah, nanti setelah Kakak berangkat kerja kamu akan melakukan yoga bersama instruktur di sini. Pokoknya suster Ulfa akan selalu mendampingi kamu. Kalau merasa bosan dan gak mau melakukan apa-apa tinggal bilang aja ke dia selama Kakak gak ada di villa.”
Istrinya hanya menurut.
“Apa kamu merasa keberatan? Kalau gak suka bilang aja, gak papa kok. Kakak gak akan memaksa, senyamannya kamu aja.”
“Apapun yang, Kakak, sarankan akan aku lakukan.”
Abi tersenyum puas dan mengacungkan jempolnya. “Mumpung hari ini, Kakak masih libur gimana kalau kita jalan-jalan keluar?”
Larisa menggeleng. “Aku lebih nyaman di sini.”
“Oke, kamu mau ngapain?”
“Gak tau.”
“Kok gak tau?”
“Cuma pengen duduk di sini aja sambil lihat pemandangan.”
Abi merapatkan tubuh mereka. “Sini nyender di dada, Kakak.”
“Boleh?”
“Tentu boleh dong.”
Larisa pun masuk dalam pelukan Abi. Ia merebahkan kepalanya di dada bidang itu. Entah apa yang ada di dalam pikiran Larisa, tapi ia menikmati suasana baru ini. Abi sesekali membelai lembut kepala istrinya, mereka berdua memandang laut yang sama namun dengan perasaan yang berbeda.
...🍆🍆🍆🍆...
Pagi ini usai sholat subuh Abi mengajak Larisa untuk membaca ayat suci Al quran. Gadis itu tampak terbata-bata karena sudah lama tak membuka kitab yang menjadi petunjuk dan pedoman bagi umat islam. Begitu pula Abi, ia kadang-kadang merasa ada yang salah dengan bacaannya. Namun, ia segera membuka youtube untuk mengingat kembali ilmu yang sudah mulai terlupakan.
“Besok kalau setiap jumat kita panggil ustad kesini kamu mau gak? Sekalian kita belajar ngaji lagi. Malu rasanya kita pintar dalam ilmu dunia tapi ilmu akhirat di lupakan,” tanya Abi pada istrinya.
Larisa tersenyum dan mengangguk setuju.
“Oke, Kakak akan cari ustad atau ustazah yang bisa dipanggil ke rumah. Ya, sudah Kakak mau siap-siap berangkat kerja dulu di kamar.”
Wanita itu hanya menganggukkan kepala.
...****************...
Ayo, ayo... mana like 👍 komen 🖊 hadiah 🎁 dan vote 🔖
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 151 Episodes
Comments
Nurmalina Gn
hubungan dokter pasien versi halal... boleh nyender......
2022-12-04
1
Salma Syam
semoga risa ga kambuh sementara abi kerja ya
2022-08-26
0
🪴🍓🌟💫sangdewi💫🌠💐🏵️
like like like
bagus bgt ceritanya
2022-06-06
2