012. Obrolan dengan Pria Gagah

Usai pentas seni, teman-teman di kelas Dul masih membahas soal itu seakan tak pernah bosan. Soal bagaimana yang satu membanggakan foto gagahnya yang diambil dari jarak jauh oleh sang ibu. Satu yang lainnya membanggakan soal pujian guru yang terlontar karena kemahiran temannya itu memainkan tongkat mayoret. Juga hal-hal remeh lain yang diucapkan teman-temannya untuk membanggakan diri masing-masing.

Dul hanya duduk diam mendengarkan sambil mengunyah sisa ubi goreng yang dibawakan padanya sebagai tambahan bekal pagi tadi.

“Ayahmu wartawan dan kemarin aku liat motret-motret terus. Fotonya mana? Aku mau liat,” tukas teman Dul yang baru saja membanggakan hasil cetak foto dari kamera ponsel orang tuanya.

“Belum selesai dicetak. Foto pake kamera mahal, nyetaknya agak lama,” jawab Dul acuh tak acuh.

Karena ucapan temannya itu, kepala Dul langsung terbebani dengan pertanyaan, ‘Apakah Bara benar-benar mencetak foto-fotonya? Jika tidak, apa kalau ibunya yang meminta, foto itu bakal dicetak untuknya?’

Dul pulang sekolah dijemput oleh Mbah Lanang. Seperti biasa, ia harus menunggu sampai para murid tersisa sedikit barulah ayah dari ibunya itu muncul untuk menjemput.

Sepanjang jalan ke rumah, Dul mendengar suara perutnya sudah mencicit. Di rumah, ia berharap Mbah Wedok memasak ikan. Rasanya sudah lama sekali ia tak makan ikan.

“Mbah … masak apa? Aku kepingin ikan,” ucap Dul setibanya di dapur melihat Mbah Wedok duduk bersandar ke gawang pintu belakang.

Mbah Wedok menoleh padanya, “Telur dikasi sambel. Enggak pedes. Sana, ganti baju dulu.”

Pertanyaannya dijawab dengan sangat jelas. Tidak ada ikan hari itu.

“Ikan mahal. Ibumu ngasi belanja cuma sedikit kamu seleranya jangan macem-macem. Harus bisa bersyukur, Dul. Anak lain masih banyak yang kelaperan di luar sana.” Mbah Lanang muncul untuk menjawab pertanyaan Dul.

“Aku cuma nanya aja,” ucap Dul pelan. Tak ingin dikira membantah perkataan Mbah Lanang. Dul khawatir nama ibunya akan terbawa-bawa tiap ia bertingkah macam-macam.

Dul mengganti pakaiannya dan langsung menuju dapur. Lauk hari itu sama seperti kemarin. Seperti kemarinnya lagi, dan kemarinnya lagi. Lidahnya mungkin sudah mati rasa terhadap makanan lain. Sampai-sampai ia takut tak lagi bisa mengenali rasa ikan atau daging. Semua akan terasa seperti telur.

“Mau ke mana?”

Dul tersentak dari tidur siang yang baru dilakoninya selama sejam lebih. Suara Mbah Wedok yang hampir berteriak mengejutkannya. Ternyata teriakan Mbah Wedok ditujukan pada Mbah Lanang.

Udah pasti mau ke warung, Mbah.

“Mau ketemu temen di warung.”

Mbah Lanang terburu-buru memakai sandalnya. Detik berikutnya, seluruh omelan Mbah Wedok menjadi tanggung jawabnya untuk mendengar.

“Enggak pernah betah di rumah. Padahal enggak pernah diminta nyari nafkah. Entah kapan berubahnya.” Itu omelan yang pertama Dul dengar.

“Semua-semua tiap dikasi tau enggak ada yang mau denger. Termasuk Ibu kamu. Selalu bisa jawab apa tiap omongan Mbah.”

Yang barusan adalah omelan yang paling malas didengar Dul. Menyeret-nyeret nama ibunya. Bagi Dul, mbahnya yang mana pun tak ada yang pernah melihat bagaimana ibunya mencari uang untuk membuat periuk mereka berisi.

Meski Mbah Wedok selalu baik menyiapkan makanan untuknya, Dul tetap tidak suka jika ibunya disalahkan. Ibunya sudah cukup letih tanpa harus mendengar omelan Mbah Wedok yang selalu diawali karena mengomeli Mbah Lanang.

Dul berdiri dari depan televisi. Gerakannya itu disambut dengan pertanyaan Mbah Wedok, “Mau ke mana? Yang kecil juga enggak mau dengerin. Inget kalau ibumu enggak suka kalau kamu main dengan anak-anak gang sebelah.”

Peringatan itu membuat langkah Dul terhenti sejenak untuk menoleh Mbah Wedok di dapur. “Aku mau duduk di luar pagar. Enggak ke mana-mana,” ucap Dul.

Tangannya baru meraba pegangan pintu ketika suara seorang pria memanggilnya dari luar. “Dul ….”

Darahnya berdesir dan matanya membulat.

Om Bara ….

“Ada yang manggil. Siapa itu?” tanya Mbah Wedok.

“Teman Ibu yang anter aku ke pentas seni,” jawab Dul.

“Jangan dekat-dekat orang asing,” balas Mbah Wedok.

“Om Bara orang asing, tapi baik ke aku, Mbah.” Dul merapikan bajunya dan memperbaiki mimik wajahnya yang sejak tadi cemberut. Ia ingin Bara melihatnya sebagai anak yang ceria. Mau jadi anak yang menyenangkan.

“Om Bara …,” sapa Dul saat membuka pintu dan cepat-cepat menutupnya kembali. Setidaknya pintu itu akan bersuara jika tiba-tiba Mbah Wedok memutuskan untuk menguping pembicaraan atau melihat rupa tamu mereka sore itu.

“Lagi ngapain? Sibuk enggak?”

Tidak ada kesibukan yang berarti selama ia tinggal di rumah mbahnya. Namun, kalau mendengarkan omelan dan adu mulut kedua mbahnya bisa dianggap suatu kesibukan, artinya ia sibuk sekali.

“Aku enggak pernah sibuk. Cuma nonton film kartun. Enggak dikasi main di luar sama Ibu. Kata Ibu nanti aku di-bully.”

*Terutama sejak kejadian aku dituduh mencuri sepotong ayam goreng, Om. *

“Ayo, sini. Keluar dulu. Kakek-nenek mana?”

“Mbah Wedok tidur, Mbah Lanang mungkin di warung maim catur.”

Hampir yakin ia mengatakan kalau Mbah Wedok tidur. Karena memang biasa seperti itu. Setiap habis mengomel, yang bisa dilakukan Mbah Wedok hanya tidur menunggu Mbah Lanang pulang. Dan saat Mbah Lanang pulang nanti, Mbah Wedok akan meladeni seperti biasa. Bermanis-manis tanpa sisa omelan panjang lebar yang sudah didengar Dul.

Dul mendekati pintu pagar kayu. Dan sebelum ia sempat membukanya, Bara menyodorkan dua bungkus besar kantong plastik bertuliskan nama mini market.

“Om bawa ini. Ayo, simpen dulu.”

Tangan Dul seketika terulur menyambut dua bungkusan yang seketika membuatnya merasa menjadi anak paling kaya. “Semua untuk aku, Om?”

“Iya, untuk kamu. Jangan kasih anak lain. Kalau ada yang minta suruh beli sendiri. Selama ini juga enggak ada yang ngasih kamu gratis, kan?”

Mata Dul berbinar terkesima. Ia semakin menyukai pria itu. Baru kali itu ia bertemu dengan orang dewasa baik yang tak mengharuskannya selalu menjadi anak baik dan sempurna. Pria gagah dengan ransel itu memahami kalau ia hanya anak-anak yang juga memiliki sedikit keserakahan dan keinginan memiliki sesuatu secara mutlak.

Dul melesat ke dalam rumah untuk menyimpan hartanya. Dan benar dugaannya tadi, ia melirik kamar dan melihat Mbah Wedok sudah mendengkur pelan. Setelah memastikan hartanya tersimpan rapi di dalam lemari, ia cepat-cepat berlari keluar.

“Sekarang kamu duduk di sini,” pinta Bara, menunjuk tembok batu di luar pagar.

“Ngapain di situ?” Dul keluar pagar dan melihat motor besar terparkir di dekat tembok batu.

Selalu mengilap …. Keren ….

“Ngobrol sambil ngemil. Om masih punya ini.” Bara mengangkat se-bucket popcorn.

Itu adalah bujukan paling mudah. Dul sangat menyukai popcorn dan Bara tak perlu berlama-lama untuk merayu Dul menemaninya.

“Wah … aku suka! Ayo, aku temenin ngobrol. Om Bara kaya, ya? Kalau Om Bara kaya aku mau diangkat jadi anak.” Kata-kata itu meluncur begitu saja dari mulut mungil Dul. Setelahnya, ia sedikit menggeser kakinya menjauhi sepatu Bara.

Ah … kenapa aku harus bilang kayak gitu …. Kalau Ibu dengar, Ibu pasti marah. Om Bara juga bisa takut untuk deket-deket Ibu. Aduh ….

To Be Continued

Terpopuler

Comments

☠⏤͟͟͞R🎯™𝐀𝖙𝖎𝖓 𝐖❦︎ᵍᵇ𝐙⃝🦜

☠⏤͟͟͞R🎯™𝐀𝖙𝖎𝖓 𝐖❦︎ᵍᵇ𝐙⃝🦜

Pemikiran anak2 yg polos tanpa embel2 berpikir panjang

2024-04-15

1

M akhwan Firjatullah

M akhwan Firjatullah

ya Allah Dul polos banget sihhh kamu...itu om bara mu lg modusss

2023-12-17

2

gembulers

gembulers

gercep y dul

2023-09-07

2

lihat semua
Episodes
1 001. Ingatan Seorang Anak
2 002. Salah Satu Kenangan Indah
3 003. TK Impian
4 004. Alasan Membenci
5 005. Sebuah Pengertian Baru
6 006. Doa Bersama
7 007. Tempat Tinggal Baru Ibu
8 008. Kepercayaan Dari Ibu
9 009. Seorang Anak Yang Jatuh Hati
10 010. Pahit dan Manis
11 011. Cita-Cita Dul
12 012. Obrolan dengan Pria Gagah
13 013. Kebencian yang Mengakar
14 014. Sosok Idola Baru
15 015. Pelajaran Baru dari Ibu
16 016. Ibu Pahlawan Abadi
17 017. Perjuangan Liburan
18 018. Soal Cita-Cita
19 019. Kehilangan
20 020. Yang Mengakar Seumur Hidup
21 021. Kehilangan
22 022. Rindu Ibu
23 023. Percakapan Pria
24 024. Makna Ucapan
25 025. Kepergian Mbah Lanang
26 026. Hunian Baru
27 027. Kunjungan Pertama Kali
28 028. Pria dengan Pesona
29 029. Sesekali Boleh Salah
30 030. Lengkap Sudah
31 031. Di Tengah Keluarga
32 032. Bisa Baper
33 033. Kekhawatiran
34 034. Akhir Kesakitan
35 035. Datang dan Pergi
36 036. Kehilangan Kedua
37 037. Beranjak Remaja
38 038. Mengenal Heru
39 039. Kenyataan yang Mendekat
40 040. Terhenyak
41 041. Keputusasaan
42 042. Semua Ada Saatnya
43 043. Cari Kawan
44 044. Menyusul Dul
45 045. Menginginkan Pengakuan
46 046. Siapa Aku Sebenarnya
47 047. Tangis yang Pecah
48 048. Sebuah Pemikiran
49 049. Cara Memaafkan
50 050. Berdamai
51 051. Memang Anak Ibu
52 052. Bertemu Masa Lalu
53 053. Mulai Melangkah
54 054. Perpisahan
55 055. Sanubari Seorang Anak
56 056. Hati ke Hati
57 057. Hari Baru
58 058. Soal Cita-cita
59 059. Dari Selembar Foto
60 060. Akhir Surat Panjang
61 061. Semua Pasti Sempurna
62 062. Nama Paling Gagah
63 063. Sebuah Pertimbangan
64 064. Kontemplasi Rasa
65 065. Kembali Melangkah
66 066. Hidup Tetap Berjalan
67 067. Kejutan Untuk Ibu
68 068. Surprise
69 069. Hal-Hal Sederhana
70 070. Kesenangan Bersama
71 071. Keriaan Sehari
72 072. Kado Anak-anak
73 073. Awal Baru Lagi
74 074. Kesadaran Masa Remaja
75 075. Menunggu Esok
76 076. Putih Abu-abu
77 077. Merangkai Hari
78 078. Menunggu Jemputan
79 079. Kesadaran Yang Pertama
80 080. Sebuah Saran
81 081. Di Antara Sahabat
82 082. Percakapan Pertama
83 083. Langkah Berikutnya
84 084. Hari Itu Hari Raya
85 085. Salah Gerakan
86 086. Upacara Susulan
87 087. Tentang Seseorang
88 088. Kisah Lama Jangan Usai
89 089. Kabar Dari Annisa
90 090. Dukacita
91 091. Cerita Annisa
92 092. Cerita Annisa (2)
93 093. Akan Kuingat Selalu
94 094. Sebuah Proses
95 095. Berbaikan
96 096. Perpisahan Lagi
97 097. Wujud Kekecewaan
98 098. Duel Abdullah
99 099. Setelah Duel
100 100. Isi Hati
101 101. Wawancara
102 102. Sepotong Pesan
103 103. Sampai Jumpa Lagi
104 104. Di Bawah Sebatang Pohon
105 105. Sudah Pria Dewasa
106 106. Perjuangan Itu Dimulai
107 107. Menjelang Dewasa
108 108. Sedih Sebelum Senang
109 109. Harus Bangun
110 110. Keberangkatan
111 111. Malam Sidang Pantukhir
112 112. Hasil Doa dan Air Mata
113 113. Pelukan Untuk Ayah
114 114. Ayah Baik-baik Saja
115 115. Kunjungan Kawan
116 PENGUMUMAN GIVEAWAY
117 116. Ngalor-Ngidul Rencana
118 117. Kilas Masa Depan
119 118. Perpisahan dan Pertemuan
120 119. Sambal Perwira
121 120. Annisa
122 121. Hidup Harus Tetap Berjalan
123 122. Pelukan Rindu
124 123. Untung Masih Wangi
125 124. Salah Bicara
126 125. Kencan Keluarga
127 126. Percikan Masa Lalu
128 127. Di Ayunan Besi
129 128. Ardhya Garini
130 129. Harus Melangkah
131 130. Perlahan Ke Masa Depan
132 131. Pria Belum Laku
133 132. Jomblo Paling Berkualitas
134 133. Kejutan dari Sermatutar
135 134. Adhi Makayasa untuk Ayah
136 135. Selamat Dari Ayah
137 136. Go Public
138 137. Kenalin
139 PENGUMUMAN PEMENANG GIVEAWAY
140 138. Kenangan Muda
141 139. Terkejut dan Mengejutkan
142 140. Perkenalan Tak Disengaja
143 141. Seseorang Yang Muncul di Ingatan
144 142. Badai Kecil
145 143. Afirmasi Positif
146 144. Bukan Karena Jarak
147 145. Semacam Patah Hati
148 146. Bagaimana Hubungan Kita
149 147. Bala Bantuan
150 148. Finding Annisa
151 149. Generasi Berbeda
152 150. Percakapan Dua Generasi
153 151. Pembatalan Janji
154 152. Setelah Sekian Lama
155 153. Entah Itu Perpisahan
156 154. Malam Yang Meyakinkan
157 155. Bukan Kisah Sederhana
158 156. Dari Cerpen 'ANAK IBU' (1)
159 157. Dari Cerpen 'ANAK IBU' (2)
160 158. Percakapan Sebelum Hidangan
161 159. Omongan Ringan Yang Berisi
162 160. Dukungan Seluruh Keluarga
163 161. Hari Bahagia Itu
164 162. Buket Bunga Dari Pria Berseragam
165 163. Sebelum Paragraf Berikutnya
166 164. Waktu Tiga Minggu
167 165. Untaian Restu
168 166. Hari Bahagia Itu
169 167. Kisah Di Dalam Kisah
170 168. Kesan-kesan Mereka
171 169. Cerita Satu Persatu
172 170. Di Mata Para Sahabat
173 171. Peringatan Dari Tini
174 172. Pertemuan Itu
175 173. Sebagaimana Seharusnya
176 174. Pelukan Tiga Generasi
177 Pemenang Komentar Terbaik
Episodes

Updated 177 Episodes

1
001. Ingatan Seorang Anak
2
002. Salah Satu Kenangan Indah
3
003. TK Impian
4
004. Alasan Membenci
5
005. Sebuah Pengertian Baru
6
006. Doa Bersama
7
007. Tempat Tinggal Baru Ibu
8
008. Kepercayaan Dari Ibu
9
009. Seorang Anak Yang Jatuh Hati
10
010. Pahit dan Manis
11
011. Cita-Cita Dul
12
012. Obrolan dengan Pria Gagah
13
013. Kebencian yang Mengakar
14
014. Sosok Idola Baru
15
015. Pelajaran Baru dari Ibu
16
016. Ibu Pahlawan Abadi
17
017. Perjuangan Liburan
18
018. Soal Cita-Cita
19
019. Kehilangan
20
020. Yang Mengakar Seumur Hidup
21
021. Kehilangan
22
022. Rindu Ibu
23
023. Percakapan Pria
24
024. Makna Ucapan
25
025. Kepergian Mbah Lanang
26
026. Hunian Baru
27
027. Kunjungan Pertama Kali
28
028. Pria dengan Pesona
29
029. Sesekali Boleh Salah
30
030. Lengkap Sudah
31
031. Di Tengah Keluarga
32
032. Bisa Baper
33
033. Kekhawatiran
34
034. Akhir Kesakitan
35
035. Datang dan Pergi
36
036. Kehilangan Kedua
37
037. Beranjak Remaja
38
038. Mengenal Heru
39
039. Kenyataan yang Mendekat
40
040. Terhenyak
41
041. Keputusasaan
42
042. Semua Ada Saatnya
43
043. Cari Kawan
44
044. Menyusul Dul
45
045. Menginginkan Pengakuan
46
046. Siapa Aku Sebenarnya
47
047. Tangis yang Pecah
48
048. Sebuah Pemikiran
49
049. Cara Memaafkan
50
050. Berdamai
51
051. Memang Anak Ibu
52
052. Bertemu Masa Lalu
53
053. Mulai Melangkah
54
054. Perpisahan
55
055. Sanubari Seorang Anak
56
056. Hati ke Hati
57
057. Hari Baru
58
058. Soal Cita-cita
59
059. Dari Selembar Foto
60
060. Akhir Surat Panjang
61
061. Semua Pasti Sempurna
62
062. Nama Paling Gagah
63
063. Sebuah Pertimbangan
64
064. Kontemplasi Rasa
65
065. Kembali Melangkah
66
066. Hidup Tetap Berjalan
67
067. Kejutan Untuk Ibu
68
068. Surprise
69
069. Hal-Hal Sederhana
70
070. Kesenangan Bersama
71
071. Keriaan Sehari
72
072. Kado Anak-anak
73
073. Awal Baru Lagi
74
074. Kesadaran Masa Remaja
75
075. Menunggu Esok
76
076. Putih Abu-abu
77
077. Merangkai Hari
78
078. Menunggu Jemputan
79
079. Kesadaran Yang Pertama
80
080. Sebuah Saran
81
081. Di Antara Sahabat
82
082. Percakapan Pertama
83
083. Langkah Berikutnya
84
084. Hari Itu Hari Raya
85
085. Salah Gerakan
86
086. Upacara Susulan
87
087. Tentang Seseorang
88
088. Kisah Lama Jangan Usai
89
089. Kabar Dari Annisa
90
090. Dukacita
91
091. Cerita Annisa
92
092. Cerita Annisa (2)
93
093. Akan Kuingat Selalu
94
094. Sebuah Proses
95
095. Berbaikan
96
096. Perpisahan Lagi
97
097. Wujud Kekecewaan
98
098. Duel Abdullah
99
099. Setelah Duel
100
100. Isi Hati
101
101. Wawancara
102
102. Sepotong Pesan
103
103. Sampai Jumpa Lagi
104
104. Di Bawah Sebatang Pohon
105
105. Sudah Pria Dewasa
106
106. Perjuangan Itu Dimulai
107
107. Menjelang Dewasa
108
108. Sedih Sebelum Senang
109
109. Harus Bangun
110
110. Keberangkatan
111
111. Malam Sidang Pantukhir
112
112. Hasil Doa dan Air Mata
113
113. Pelukan Untuk Ayah
114
114. Ayah Baik-baik Saja
115
115. Kunjungan Kawan
116
PENGUMUMAN GIVEAWAY
117
116. Ngalor-Ngidul Rencana
118
117. Kilas Masa Depan
119
118. Perpisahan dan Pertemuan
120
119. Sambal Perwira
121
120. Annisa
122
121. Hidup Harus Tetap Berjalan
123
122. Pelukan Rindu
124
123. Untung Masih Wangi
125
124. Salah Bicara
126
125. Kencan Keluarga
127
126. Percikan Masa Lalu
128
127. Di Ayunan Besi
129
128. Ardhya Garini
130
129. Harus Melangkah
131
130. Perlahan Ke Masa Depan
132
131. Pria Belum Laku
133
132. Jomblo Paling Berkualitas
134
133. Kejutan dari Sermatutar
135
134. Adhi Makayasa untuk Ayah
136
135. Selamat Dari Ayah
137
136. Go Public
138
137. Kenalin
139
PENGUMUMAN PEMENANG GIVEAWAY
140
138. Kenangan Muda
141
139. Terkejut dan Mengejutkan
142
140. Perkenalan Tak Disengaja
143
141. Seseorang Yang Muncul di Ingatan
144
142. Badai Kecil
145
143. Afirmasi Positif
146
144. Bukan Karena Jarak
147
145. Semacam Patah Hati
148
146. Bagaimana Hubungan Kita
149
147. Bala Bantuan
150
148. Finding Annisa
151
149. Generasi Berbeda
152
150. Percakapan Dua Generasi
153
151. Pembatalan Janji
154
152. Setelah Sekian Lama
155
153. Entah Itu Perpisahan
156
154. Malam Yang Meyakinkan
157
155. Bukan Kisah Sederhana
158
156. Dari Cerpen 'ANAK IBU' (1)
159
157. Dari Cerpen 'ANAK IBU' (2)
160
158. Percakapan Sebelum Hidangan
161
159. Omongan Ringan Yang Berisi
162
160. Dukungan Seluruh Keluarga
163
161. Hari Bahagia Itu
164
162. Buket Bunga Dari Pria Berseragam
165
163. Sebelum Paragraf Berikutnya
166
164. Waktu Tiga Minggu
167
165. Untaian Restu
168
166. Hari Bahagia Itu
169
167. Kisah Di Dalam Kisah
170
168. Kesan-kesan Mereka
171
169. Cerita Satu Persatu
172
170. Di Mata Para Sahabat
173
171. Peringatan Dari Tini
174
172. Pertemuan Itu
175
173. Sebagaimana Seharusnya
176
174. Pelukan Tiga Generasi
177
Pemenang Komentar Terbaik

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!