Dul

Dul

001. Ingatan Seorang Anak

Novel berjudul DUL ini adalah spin-off dari novel PENGAKUAN DIJAH, bergenre drama dan rating 13+ serta bisa dibaca oleh semua usia.

Pastikan memilih bacaan yang tepat, berkomentar cerdas dan santun untuk menunjukkan identitas kita, serta menyadari bahwa semua cerita dalam novel hanyalah penuturan subjektif dari penulis.

Selamat datang di dunia imajinasi juskelapa.

*****

Munculnya ingatan Dul terpisah-pisah. Beberapa potong ingatan indah tersimpan rapi dan ingin terus dikenangnya. Ingatan tak mengenakkan yang ingin dilupakan, juga tersimpan rapi. Meski ia ingin membuang ingatan buruk, ingatan itu seakan ingin bertahan agar bisa tetap membuatnya takut.

Sekali waktu ia mengingat percakapan kecil yang dilakukannya bersama sang ibu. Walau ia jarang menjawab dan tak mengerti apa yang dibicarakan, ibunya kerap selalu berbicara. Dul hanya diam mendengar. Ia menganggap, dengan mendengar ibunya berbicara, hal itu bisa menghilangkan gurat lelah di wajah cantik wanita itu.

Ingatan pertama yang muncul di benak Dul adalah saat mendengar suara pisau beradu dengan talenan. Dul merasa tubuhnya sedikit terguncang-guncang. Ia setengah terkantuk-kantuk, dan terikat ke tubuh ibunya dengan sebuah jarik. Saat membuka sedikit mata, Dul menyadari mereka sedang berada di dapur. Ia sedikit menelengkan kepala untuk melihat apa yang sedang dikerjakan ibunya. Setelah melihat wortel dan buncis yang dipotong-potong, Dul menyadari kalau wanita itu akan merebus semua sayuran ke dalam panci dan menyemplungkan beberapa potong kecil ayam.

“Masak sop ayam?” tanya Dul dengan suara parau kekanakan.

“Biar kamu cepat sembuh,” sahut Dijah.

Orang-orang kerap memanggil ibunya dengan sebutan Dijah. Dul belum tahu nama panjang perempuan yang melahirkannya saat itu. Di usia itu, nama baginya bukan masalah. Permasalahan bagi Dul saat itu adalah ia ingin tinggal dan tidur di dekat ibunya.

“Badan kamu masih panas, dari tadi ngelindur terus. Jadi Ibu gendong. “Sekarang, apanya yang sakit?” tanya Dijah lagi.

“Badan,” sahut Dul pendek. Tak menjelaskan dengan rinci seperti apa sakit di badannya. Ibunya pasti sudah tahu, pikirnya.

“Kita ke depan dulu. Kamu baring sebentar biar Ibu siapin sop-nya. Mbah Wedok belanja ke pasar. Mbah Lanang enggak usah ditanya. Katanya ke warung sebentar, tapi udah dua jam enggak pulang-pulang. Mungkin sekalian ngopi dan main catur. Taunya ngomel terus. Katanya kemarin malem kamu rewel sampai Mbah Lanang enggak bisa tidur." Dijah merentangkan kasur busa menggunakan kaki, lalu duduk perlahan memindahkan Dul dari gendongan.

“Aku mau sekolah,” ucap Dul.

“Belum bisa. Tahun depan baru masuk TK. Baring di sini,” kata Dijah, menurunkan Dul dengan perlahan.

“Ibu tidur di sini. Jangan pulang,” ucap Dul lagi. Malam itu ia benar-benar ingin ditemani ibunya. Kemarin malam ia bermimpi buruk dan teringat bahwa ia terbangun dengan sisa lengkingan di tenggorokan. Ia mengigau. Mbah Lanang marah dan mengomelinya agar kembali tidur.

Saat Dul meletakkan kepalanya ke bantal, ibunya berhenti untuk menatap. Ibunya terlihat cantik sekali, pikir Dul. Meski kaus yang dikenakan ibunya berleher kendur, rambutnya terikat sederhana, dan wajahnya terlihat sangat lelah.

“Ya, udah … malem ini Ibu nginep di sini. Kita bisa tidur di depan tv berdua. Kalau kamu enggak bisa tidur, nanti Ibu puterin film kartun. Sekarang baring dulu. Ibu mau beresin masakan,” kata Dijah.

Dul langsung bergulung mendekap guling kecil semasa bayi yang masih ia gunakan. Guling kempes dan memiliki aroma khas buatnya.

Malam itu adalah kenangan di mana Dul merasa begitu bersalah pada ibunya. Malam penyebab luka yang tak pernah sembuh. Karena ia yang terlalu memaksa meminta ibunya menginap di rumah mbahnya. Untuk kali pertama, ia melihat ibunya dipukuli mati-matian.

Mereka baru saja meletakkan kepala di bantal. Berdua berpelukan menonton sisa acara televisi yang hampir selesai di pukul sebelas malam. Dul berbaring miring, punggungnya baru ditepuk-tepuk pelan agar ia bisa segera tertidur. Lalu mereka dikejutkan dengan gedoran pintu depan dan suara teriakan laki-laki yang memanggil ibunya.

Itu suara bapak Dul. Namanya Fredy. Bapak kandung yang sudah sangat lama berpisah dari ibunya.

“Dijah ...! Aku tau kamu di dalam! Keluar! Aku perlu teman tidur!” teriak Fredy.

Dul melirik ibunya. Dijah meletakkan telunjuk di depan bibir meminta Dul untuk tetap diam. Tapi ternyata beberapa menit berpelukan dalam diam, tak membuat Fredy percaya.

Beberapa detik yang terasa lama, suara di luar kembali senyap. Jam dinding menunjukkan hampir tengah malam. Lalu bersamaan ibu dan anak itu melihat kilatan api dari celah tipis pintu kayu yang sudah sepuh.

“Aku bawa obor! Mau tak bakar rumah ini kalau kamu enggak keluar! Biar habis sekalian!” jerit Fredy lagi.

Dengan matanya yang cekung, Dul mengerti apa yang dimaksud bapaknya. Di usianya, dia cukup mengerti kalau api itu bisa melahap seluruh rumah dan mencelakakan mereka semua.

“Kurang ajar! Kamu jangan keluar,” pinta Dijah pada Dul. “Pak! Bapak! Bangun! Itu Fredy dateng mau bakar rumah!” teriaknya lagi.

Lima menit kemudian bapak Dijah keluar dari kamar. Menggaruk-garuk kepalanya masih dengan mendekap kain sarung. “Ada apa lagi? Kamu pasti ngomong yang enggak-enggak makanya dia ngamuk.”

“Ngomong enggak-enggak gimana? Aku dari siang di rumah nemenin anakku. Dari tadi juga belum bisa tidur karena Dul masih panas. Bapak yang keluar. Suruh dia pergi. Malu sama tetangga,” kata Dijah.

Kejadian itu sangat cepat di mata Dul. Pintu dibuka sedikit dan Mbah Lanang bicara dengan sangat halus pada pria di depan pintu. Hanya selang beberapa detik, pria mengerikan itu menghambur ke dalam dan menarik paksa ibunya keluar. Sebuah tongkat kayu dengan api menyala terayun-ayun di tangannya.

“Ibu …! Ibu …!” Dul terhuyung-huyung berdiri mau menyongsong ibunya. Mbah Lanang menarik tubuhnya masuk, dan Mbah Wedok menangis seraya merangkak di lantai karena lututnya lemas.

Dalam sekilas pandangannya ke luar tadi, tampak olehnya ibu yang begitu dia harapkan menemani tidur, bergumul dengan laki-laki yang berusaha menciumnya.

Dul merasa tenggorokannya panas bagai menelan api yang terlempar tak jauh dari ibu dan bapaknya. Dia mau membantu ibunya, tapi badan yang kurus bisa ditahan dengan mudah oleh Mbah Lanang yang berdiri meneriaki bapaknya.

“Tolong! Bapak …! Tolong!” jerit ibunya. “Dia mau perrkosa aku! Bapak …!”

Jeritan ibunya memecah keheningan malam itu. Dua tetangga pria berhasil melerai. Tak dilihat olehnya bagaimana ibunya berhasil melepaskan cengkeraman dari pria mengerikan itu. Ibunya masuk kembali ke rumah dengan rupa yang sangat kotor. Kerah kausnya melorot, rambutnya awut-awutan dan berpasir. Telapak tangan ibunya membekap mulut.

“Udah—udah, kamu jangan nangis lagi. Nanti luka Ibu jadi sakit,” kata Dijah, menyeka bibirnya yang sedikit robek karena membenturkan mulut saat hendak dicium paksa oleh Fredy.

Dul masih menangis. Duduk di atas kasur tipis sambil mendekap gulingnya. Tanpa ia menangis pun, luka itu pasti sangat sakit. Ia meyakini bahwa dialah penyebab ibunya babak belur malam itu.

“Bu … jangan nginep di sini lagi.” Dul mengelap air mata dengan leher kausnya.

Dengan ingatan seorang kanak-kanak yang terbatas, Dul mengingat bagaimana Mbah Lanang menganggap biasa luka-luka ibunya. Dengan mata kepalanya sendiri, ia melihat bagaimana Mbah Wedok tak menyampaikan sedikit pun penghiburan pada ibunya. Ibunya sendirian. Ibunya benar-benar sendirian. Ia menangis untuk ibunya.

Dul mengamati bagaimana ibunya dengan cekatan merawat luka sendiri. Bahkan tak ada rintihan atau keluhan yang keluar dari bibir yang terluka itu. Karena sorot matanya yang tak lepas memandang sang ibu, akhirnya wanita itu mendongak.

“Kalau sudah besar, jangan perlakukan perempuan begini, ya, Dul. Kamu harus jadi anak hebat,” kata ibunya.

Dul tak menjawab. Kepalanya menunduk mengambil sehelai kapas untuk membantu menyeka sisa darah di bibir ibunya. Dalam kepalanya ia sudah membayangkan bagaimana cara menyingkirkan pria yang membuat ibunya menderita.

To Be Continued

Terpopuler

Comments

☘ᴍ͠iss Anget

☘ᴍ͠iss Anget

welcome back juskelapa. semoga bacaan kali ini bisa memberi manfaat yang banyak lagi untuk para pembaca juskelapa. Welcome Mas Dul kedaatnganmu sangat dinatikan disini banyak yang menunggumu. Sehat terus buat juskelapa.

2022-04-01

339

Siti Aisyah

Siti Aisyah

dah bc ulang kl setelah bc pengakuan Dijah ya paling pas trus bc Dul

2024-10-20

0

Fitri Handayani

Fitri Handayani

😭😭😭😭 masih nangis padahal udah baca berulang kali . dan nyatanya kehidupan seperti Dijah banyak terjadi di lingkungan kita

2024-10-17

0

lihat semua
Episodes
1 001. Ingatan Seorang Anak
2 002. Salah Satu Kenangan Indah
3 003. TK Impian
4 004. Alasan Membenci
5 005. Sebuah Pengertian Baru
6 006. Doa Bersama
7 007. Tempat Tinggal Baru Ibu
8 008. Kepercayaan Dari Ibu
9 009. Seorang Anak Yang Jatuh Hati
10 010. Pahit dan Manis
11 011. Cita-Cita Dul
12 012. Obrolan dengan Pria Gagah
13 013. Kebencian yang Mengakar
14 014. Sosok Idola Baru
15 015. Pelajaran Baru dari Ibu
16 016. Ibu Pahlawan Abadi
17 017. Perjuangan Liburan
18 018. Soal Cita-Cita
19 019. Kehilangan
20 020. Yang Mengakar Seumur Hidup
21 021. Kehilangan
22 022. Rindu Ibu
23 023. Percakapan Pria
24 024. Makna Ucapan
25 025. Kepergian Mbah Lanang
26 026. Hunian Baru
27 027. Kunjungan Pertama Kali
28 028. Pria dengan Pesona
29 029. Sesekali Boleh Salah
30 030. Lengkap Sudah
31 031. Di Tengah Keluarga
32 032. Bisa Baper
33 033. Kekhawatiran
34 034. Akhir Kesakitan
35 035. Datang dan Pergi
36 036. Kehilangan Kedua
37 037. Beranjak Remaja
38 038. Mengenal Heru
39 039. Kenyataan yang Mendekat
40 040. Terhenyak
41 041. Keputusasaan
42 042. Semua Ada Saatnya
43 043. Cari Kawan
44 044. Menyusul Dul
45 045. Menginginkan Pengakuan
46 046. Siapa Aku Sebenarnya
47 047. Tangis yang Pecah
48 048. Sebuah Pemikiran
49 049. Cara Memaafkan
50 050. Berdamai
51 051. Memang Anak Ibu
52 052. Bertemu Masa Lalu
53 053. Mulai Melangkah
54 054. Perpisahan
55 055. Sanubari Seorang Anak
56 056. Hati ke Hati
57 057. Hari Baru
58 058. Soal Cita-cita
59 059. Dari Selembar Foto
60 060. Akhir Surat Panjang
61 061. Semua Pasti Sempurna
62 062. Nama Paling Gagah
63 063. Sebuah Pertimbangan
64 064. Kontemplasi Rasa
65 065. Kembali Melangkah
66 066. Hidup Tetap Berjalan
67 067. Kejutan Untuk Ibu
68 068. Surprise
69 069. Hal-Hal Sederhana
70 070. Kesenangan Bersama
71 071. Keriaan Sehari
72 072. Kado Anak-anak
73 073. Awal Baru Lagi
74 074. Kesadaran Masa Remaja
75 075. Menunggu Esok
76 076. Putih Abu-abu
77 077. Merangkai Hari
78 078. Menunggu Jemputan
79 079. Kesadaran Yang Pertama
80 080. Sebuah Saran
81 081. Di Antara Sahabat
82 082. Percakapan Pertama
83 083. Langkah Berikutnya
84 084. Hari Itu Hari Raya
85 085. Salah Gerakan
86 086. Upacara Susulan
87 087. Tentang Seseorang
88 088. Kisah Lama Jangan Usai
89 089. Kabar Dari Annisa
90 090. Dukacita
91 091. Cerita Annisa
92 092. Cerita Annisa (2)
93 093. Akan Kuingat Selalu
94 094. Sebuah Proses
95 095. Berbaikan
96 096. Perpisahan Lagi
97 097. Wujud Kekecewaan
98 098. Duel Abdullah
99 099. Setelah Duel
100 100. Isi Hati
101 101. Wawancara
102 102. Sepotong Pesan
103 103. Sampai Jumpa Lagi
104 104. Di Bawah Sebatang Pohon
105 105. Sudah Pria Dewasa
106 106. Perjuangan Itu Dimulai
107 107. Menjelang Dewasa
108 108. Sedih Sebelum Senang
109 109. Harus Bangun
110 110. Keberangkatan
111 111. Malam Sidang Pantukhir
112 112. Hasil Doa dan Air Mata
113 113. Pelukan Untuk Ayah
114 114. Ayah Baik-baik Saja
115 115. Kunjungan Kawan
116 PENGUMUMAN GIVEAWAY
117 116. Ngalor-Ngidul Rencana
118 117. Kilas Masa Depan
119 118. Perpisahan dan Pertemuan
120 119. Sambal Perwira
121 120. Annisa
122 121. Hidup Harus Tetap Berjalan
123 122. Pelukan Rindu
124 123. Untung Masih Wangi
125 124. Salah Bicara
126 125. Kencan Keluarga
127 126. Percikan Masa Lalu
128 127. Di Ayunan Besi
129 128. Ardhya Garini
130 129. Harus Melangkah
131 130. Perlahan Ke Masa Depan
132 131. Pria Belum Laku
133 132. Jomblo Paling Berkualitas
134 133. Kejutan dari Sermatutar
135 134. Adhi Makayasa untuk Ayah
136 135. Selamat Dari Ayah
137 136. Go Public
138 137. Kenalin
139 PENGUMUMAN PEMENANG GIVEAWAY
140 138. Kenangan Muda
141 139. Terkejut dan Mengejutkan
142 140. Perkenalan Tak Disengaja
143 141. Seseorang Yang Muncul di Ingatan
144 142. Badai Kecil
145 143. Afirmasi Positif
146 144. Bukan Karena Jarak
147 145. Semacam Patah Hati
148 146. Bagaimana Hubungan Kita
149 147. Bala Bantuan
150 148. Finding Annisa
151 149. Generasi Berbeda
152 150. Percakapan Dua Generasi
153 151. Pembatalan Janji
154 152. Setelah Sekian Lama
155 153. Entah Itu Perpisahan
156 154. Malam Yang Meyakinkan
157 155. Bukan Kisah Sederhana
158 156. Dari Cerpen 'ANAK IBU' (1)
159 157. Dari Cerpen 'ANAK IBU' (2)
160 158. Percakapan Sebelum Hidangan
161 159. Omongan Ringan Yang Berisi
162 160. Dukungan Seluruh Keluarga
163 161. Hari Bahagia Itu
164 162. Buket Bunga Dari Pria Berseragam
165 163. Sebelum Paragraf Berikutnya
166 164. Waktu Tiga Minggu
167 165. Untaian Restu
168 166. Hari Bahagia Itu
169 167. Kisah Di Dalam Kisah
170 168. Kesan-kesan Mereka
171 169. Cerita Satu Persatu
172 170. Di Mata Para Sahabat
173 171. Peringatan Dari Tini
174 172. Pertemuan Itu
175 173. Sebagaimana Seharusnya
176 174. Pelukan Tiga Generasi
177 Pemenang Komentar Terbaik
Episodes

Updated 177 Episodes

1
001. Ingatan Seorang Anak
2
002. Salah Satu Kenangan Indah
3
003. TK Impian
4
004. Alasan Membenci
5
005. Sebuah Pengertian Baru
6
006. Doa Bersama
7
007. Tempat Tinggal Baru Ibu
8
008. Kepercayaan Dari Ibu
9
009. Seorang Anak Yang Jatuh Hati
10
010. Pahit dan Manis
11
011. Cita-Cita Dul
12
012. Obrolan dengan Pria Gagah
13
013. Kebencian yang Mengakar
14
014. Sosok Idola Baru
15
015. Pelajaran Baru dari Ibu
16
016. Ibu Pahlawan Abadi
17
017. Perjuangan Liburan
18
018. Soal Cita-Cita
19
019. Kehilangan
20
020. Yang Mengakar Seumur Hidup
21
021. Kehilangan
22
022. Rindu Ibu
23
023. Percakapan Pria
24
024. Makna Ucapan
25
025. Kepergian Mbah Lanang
26
026. Hunian Baru
27
027. Kunjungan Pertama Kali
28
028. Pria dengan Pesona
29
029. Sesekali Boleh Salah
30
030. Lengkap Sudah
31
031. Di Tengah Keluarga
32
032. Bisa Baper
33
033. Kekhawatiran
34
034. Akhir Kesakitan
35
035. Datang dan Pergi
36
036. Kehilangan Kedua
37
037. Beranjak Remaja
38
038. Mengenal Heru
39
039. Kenyataan yang Mendekat
40
040. Terhenyak
41
041. Keputusasaan
42
042. Semua Ada Saatnya
43
043. Cari Kawan
44
044. Menyusul Dul
45
045. Menginginkan Pengakuan
46
046. Siapa Aku Sebenarnya
47
047. Tangis yang Pecah
48
048. Sebuah Pemikiran
49
049. Cara Memaafkan
50
050. Berdamai
51
051. Memang Anak Ibu
52
052. Bertemu Masa Lalu
53
053. Mulai Melangkah
54
054. Perpisahan
55
055. Sanubari Seorang Anak
56
056. Hati ke Hati
57
057. Hari Baru
58
058. Soal Cita-cita
59
059. Dari Selembar Foto
60
060. Akhir Surat Panjang
61
061. Semua Pasti Sempurna
62
062. Nama Paling Gagah
63
063. Sebuah Pertimbangan
64
064. Kontemplasi Rasa
65
065. Kembali Melangkah
66
066. Hidup Tetap Berjalan
67
067. Kejutan Untuk Ibu
68
068. Surprise
69
069. Hal-Hal Sederhana
70
070. Kesenangan Bersama
71
071. Keriaan Sehari
72
072. Kado Anak-anak
73
073. Awal Baru Lagi
74
074. Kesadaran Masa Remaja
75
075. Menunggu Esok
76
076. Putih Abu-abu
77
077. Merangkai Hari
78
078. Menunggu Jemputan
79
079. Kesadaran Yang Pertama
80
080. Sebuah Saran
81
081. Di Antara Sahabat
82
082. Percakapan Pertama
83
083. Langkah Berikutnya
84
084. Hari Itu Hari Raya
85
085. Salah Gerakan
86
086. Upacara Susulan
87
087. Tentang Seseorang
88
088. Kisah Lama Jangan Usai
89
089. Kabar Dari Annisa
90
090. Dukacita
91
091. Cerita Annisa
92
092. Cerita Annisa (2)
93
093. Akan Kuingat Selalu
94
094. Sebuah Proses
95
095. Berbaikan
96
096. Perpisahan Lagi
97
097. Wujud Kekecewaan
98
098. Duel Abdullah
99
099. Setelah Duel
100
100. Isi Hati
101
101. Wawancara
102
102. Sepotong Pesan
103
103. Sampai Jumpa Lagi
104
104. Di Bawah Sebatang Pohon
105
105. Sudah Pria Dewasa
106
106. Perjuangan Itu Dimulai
107
107. Menjelang Dewasa
108
108. Sedih Sebelum Senang
109
109. Harus Bangun
110
110. Keberangkatan
111
111. Malam Sidang Pantukhir
112
112. Hasil Doa dan Air Mata
113
113. Pelukan Untuk Ayah
114
114. Ayah Baik-baik Saja
115
115. Kunjungan Kawan
116
PENGUMUMAN GIVEAWAY
117
116. Ngalor-Ngidul Rencana
118
117. Kilas Masa Depan
119
118. Perpisahan dan Pertemuan
120
119. Sambal Perwira
121
120. Annisa
122
121. Hidup Harus Tetap Berjalan
123
122. Pelukan Rindu
124
123. Untung Masih Wangi
125
124. Salah Bicara
126
125. Kencan Keluarga
127
126. Percikan Masa Lalu
128
127. Di Ayunan Besi
129
128. Ardhya Garini
130
129. Harus Melangkah
131
130. Perlahan Ke Masa Depan
132
131. Pria Belum Laku
133
132. Jomblo Paling Berkualitas
134
133. Kejutan dari Sermatutar
135
134. Adhi Makayasa untuk Ayah
136
135. Selamat Dari Ayah
137
136. Go Public
138
137. Kenalin
139
PENGUMUMAN PEMENANG GIVEAWAY
140
138. Kenangan Muda
141
139. Terkejut dan Mengejutkan
142
140. Perkenalan Tak Disengaja
143
141. Seseorang Yang Muncul di Ingatan
144
142. Badai Kecil
145
143. Afirmasi Positif
146
144. Bukan Karena Jarak
147
145. Semacam Patah Hati
148
146. Bagaimana Hubungan Kita
149
147. Bala Bantuan
150
148. Finding Annisa
151
149. Generasi Berbeda
152
150. Percakapan Dua Generasi
153
151. Pembatalan Janji
154
152. Setelah Sekian Lama
155
153. Entah Itu Perpisahan
156
154. Malam Yang Meyakinkan
157
155. Bukan Kisah Sederhana
158
156. Dari Cerpen 'ANAK IBU' (1)
159
157. Dari Cerpen 'ANAK IBU' (2)
160
158. Percakapan Sebelum Hidangan
161
159. Omongan Ringan Yang Berisi
162
160. Dukungan Seluruh Keluarga
163
161. Hari Bahagia Itu
164
162. Buket Bunga Dari Pria Berseragam
165
163. Sebelum Paragraf Berikutnya
166
164. Waktu Tiga Minggu
167
165. Untaian Restu
168
166. Hari Bahagia Itu
169
167. Kisah Di Dalam Kisah
170
168. Kesan-kesan Mereka
171
169. Cerita Satu Persatu
172
170. Di Mata Para Sahabat
173
171. Peringatan Dari Tini
174
172. Pertemuan Itu
175
173. Sebagaimana Seharusnya
176
174. Pelukan Tiga Generasi
177
Pemenang Komentar Terbaik

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!