008. Kepercayaan Dari Ibu

Entah kenapa pagi saat akan berangkat ke sekolah tadi, Dul merasa badannya sedikit tak enak. Lesu dan seragamnya terasa gerah di badan.

Di kelas pun ia lebih banyak diam. Mengerjakan apa yang diminta guru, dan menanggapi obrolan teman seadanya saja. Pulang sekolah, Mbah Lanang datang sedikit terlambat. Ia setengah terkantuk duduk di depan kelasnya. Perutnya lapar, tapi ia sedang tak memiliki selera makan. Siang itu ia hanya ingin berbaring dengan ditemani hartanya yang paling berharga di rumah Mbah. Sebuah kipas angin kecil yang dibelikan ibunya.

“Kamu harus makan." Mbah Wedok berjongkok dan mengusap-usap punggungnya. “Badan kamu panas ini, Dul. Makan, baru tidur siang. Ayo, bangun, biar Mbah suapi.”

Bagi Dul, Mbah Wedok itu memang benar-benar manusia rumah. Penghuni rumah sebenarnya. Tahunya hanya mencuci, memasak, membuat kopi untuk Mbah Lanang, dan mengobrol dengan tetangga. Bahan obrolan bersama tetangga pun tak pernah kembali diceritakan Mbah Wedok di rumah. Mbah Wedok seakan tidak memiliki emosi dan keinginan apa pun dalam hidupnya. Pernah sekali waktu Mbah Wedok mengatakan padanya kalau tidak mau pusing memikirkan masalah orang lain. Bisa mengisi perut setiap hari saja Mbah Wedok sudah senang.

Mbah Wedok memberi Dul makan untuk hidup. Tanpa peduli arti kehidupan itu sendiri buat cucunya. Walau begitu, Dul menyayangi mbahnya. Dul sekarang tahu kalau Mbah Wedok tak pernah membela ibunya di depan Mbah Lanang, karena takut dengan suaminya itu. Atau jika ada perumpamaan lain yang bisa ditemukan oleh Dul adalah … Mbah Wedok lebih menyayangi Mbah Lanang ketimbang ibunya.

Hampir pukul satu siang Mbah Wedok selesai menyuapi Dul dengan nasi, telur ceplok dan sayur bening. Dul menenggak habis secangkir teh hangat sebagai penyerta makan siangnya itu. Tanpa meminum obat, teh hangat itu seperti mengurangi sedikit panas di tubuhnya melalui keringat.

“Aku tidur lagi, ya, Mbah.” Dul kembali memegang guling kempesnya dengan dahi dipenuhi keringat. Mbah Wedok mengangguk dan pergi ke belakang dengan piring kotor di tangan.

Tak tahu berapa lama ia tertidur. Dul kembali membuka mata saat suara ibunya memanggil. Untungnya pintu sedang tak terkunci. Ia tak perlu berdiri dan menggerakkan tulang-tulangnya yang terasa ngilu. Ibunya muncul di ambang pintu dengan seragamnya yang biasa. Sepasang sepatu karet, jeans dan kaus oblong, tak ketinggalan sebuah tas kanvas yang tersampir di bahu.

“Kamu sakit, ya? Jam segini tumben enggak main di luar?” Dijah meletakkan punggung tangannya di dahi Dul.

Khawatir kalau ibunya langsung pergi setelah memberikan uang belanja pada Mbah Wedok, Dul mengait jari ke jari ibunya. “Ibu mau langsung pergi? Enggak mau temani aku nonton TV? Aku enggak ada temen,” ujar Dul.

“Enggak langsung pergi kok, ibu bakal temani kamu nonton. Bapakmu ada dateng? Enggak ada, kan?”

Dul melihat raut kekhawatiran di wajah manis ibunya. Dan ia baru saja akan menggeleng saat suara yang sangat mereka benci, terdengar dari luar.

“Dul, ngapain kamu?”

Suara bapaknya pasti terdengar ke seluruh penjuru rumah tetangga. Ia berpandangan dengan ibunya. Pintu tidak terkunci dan hal yang ditakutkannya kembali tersuguh di depan mata.

“Oh, ibunya yang pelacur lagi di sini. Ngapain kamu datang?”

Wajah bapaknya memerah. Matanya menatap nyalang pada sang ibu. Tubuhnya terasa semakin lemas. Baru saja berpikir mau berbaring sambil memeluk ibunya. Tapi Tuhan belum mau mengabulkannya saat itu.

“Dasar anjing! Enak aja kamu ngatain aku pelacur di depan anakku. Kayak hidupmu udah bener aja.”

“Ibu …,” rintih Dul, menyandarkan punggungnya ke dinding. Pintu rumah terbuka lebar dan orang tuanya kembali terlibat pergumulan di depan matanya.

“Kunci dari dalam, Dul. Ibu mau pergi dulu. Hari ini Ibu enggak bisa nemenin kamu nonton film. Dikunci, ya. Nanti Ibu dateng lagi.”

Belum sempat mengatakan tubuhnya sakit di bagian mana. Belum sempat bertanya kapan ia dibelikan sepatu baru. Ibunya sudah pergi. Tak sanggup melihat bagaimana rupa ibunya nanti, Dul menutup pintu dan duduk di lantai menyandarinya.

Tak ada seorang pun yang bisa melindungi ibunya. Mbah Lanang, Mbah Wedok, pakdhe-pakdhenya, apalagi ia sendiri. Bocah kecil bertubuh kurus yang katanya sering sakit semasa bayi. Dul kembali menangisi ibunya di balik pintu. Kondisinya yang sedang demam, membuat suasana hatinya semakin kacau. Dul menunduk dan sesegukan.

*Ibu perlu seorang pelindung yang pemberani ... yang badannya kuat. Pelindung yang sayang Ibu dan juga ... enggak benci sama aku. *

Biasanya setiap kali habis dipukul atau ribut dengan bapaknya, ibunya seperti sengaja menghilang. Biasa akan kembali datang setelah bekas lukanya hilang, ataupun samar. Tapi kali itu tidak. Karena keesokan sore, ibunya muncul di gang saat ia tengah terpojok karena keributan kecil.

Dul bermain kartu gambar dengan tiga anak dari gang rumah mbahnya dan dua anak lain dari gang sebelah. Di antara semua anak, Dul berusia paling muda. Juga … paling sulit hidupnya. Salah seorang anak di gang itu membawa sepaket ayam goreng di dalam kotak. Tergeletak begitu saja di bangku sejak tadi.

Lebih dari sejam bermain, si pemilik ayam goreng terkejut karena kehilangan makanannya. Tak ada siapa pun di sana selain mereka.

“Yang berdiri dekat kotak ini cuma kamu. Kita dari tadi keluar-masuk rumah. Cuma kamu yang dari awal enggak ke mana-mana."

"Aku enggak ambil.” Dul membela diri.

“Pasti kamu. Kamu enggak pernah makan ayam goreng bermerek. Ibumu enggak sanggup belinya.” Si pemilik ayam goreng mulai menyakiti hati Dul dengan perkataannya.

Dul hampir saja menangis karena amarah. Ingin menerjang anak yang bertubuh lebih besar darinya dan memberi pelajaran. Tapi teringat bagaimana wajah ibunya yang pasti akan marah karena terlalu mendengarkan omongan orang, ia hanya bisa membela diri dengan kata-kata.

Sore itu ibunya hadir bagai seorang pahlawan. Memercayai semua perkataan dan membelanya di depan anak-anak bermulut kasar itu. Sedikit malu karena akhirnya mengerti kenapa ibunya tak mengizinkan main di luar terlalu lama.

Percakapan sore yang membekas dalam ingatan Dul sepanjang hidupnya ke depan. Dul yang menganggap bahwa seluruh penilaian sang ibu pada dirinya adalah hal yang paling penting.

“Ibu percaya aku?” Dul menatap ibunya dengan air mata yang sejak tadi ditahannya.

“Ibu percaya. Kenapa Ibu harus enggak percaya? Dul anak Ibu. Ibu harus percaya Dul ketimbang orang lain. Itu makanya Dul harus selalu jujur sama ibu.”

Sampai saat itu, tak ada hal yang dianggapnya begitu berharga di dunia selain kepercayaan sang ibu padanya.

Dul merasa ibunya mengeratkan genggaman tangan mereka. Saat sudah meninggalkan gang dan berbelok ke tepi jalan, ibunya berhenti sejenak untuk mengusap air matanya.

“Udah, jangan nangis. Kan, mau beli ayam goreng ….”

Ibunya tersenyum sekilas, lalu kembali menggandengnya menuju restoran ayam goreng bermerek yang harganya berkali lipat dari ayam goreng di tepi jalan.

To Be Continued

Terpopuler

Comments

dyul

dyul

Nyata.... ada ibu lebih bela suami dari anak, padahal jelas2 suaminya gak berguna.... cth mbah wedok

2024-08-18

2

DozkyCrazy

DozkyCrazy

😭😭😭

2024-06-11

0

𝙵𝚑𝚊𝚗𝚒𝚊 𝚜𝚌𝚘𝚛𝚙𝚒𝚘 🦂

𝙵𝚑𝚊𝚗𝚒𝚊 𝚜𝚌𝚘𝚛𝚙𝚒𝚘 🦂

ucapan Dul yg di ucapkan bak mantra,,, terwujud laksana doa yg terkabulkan saat ibunya bertemu Mas Bara🥲🥲

2024-02-04

4

lihat semua
Episodes
1 001. Ingatan Seorang Anak
2 002. Salah Satu Kenangan Indah
3 003. TK Impian
4 004. Alasan Membenci
5 005. Sebuah Pengertian Baru
6 006. Doa Bersama
7 007. Tempat Tinggal Baru Ibu
8 008. Kepercayaan Dari Ibu
9 009. Seorang Anak Yang Jatuh Hati
10 010. Pahit dan Manis
11 011. Cita-Cita Dul
12 012. Obrolan dengan Pria Gagah
13 013. Kebencian yang Mengakar
14 014. Sosok Idola Baru
15 015. Pelajaran Baru dari Ibu
16 016. Ibu Pahlawan Abadi
17 017. Perjuangan Liburan
18 018. Soal Cita-Cita
19 019. Kehilangan
20 020. Yang Mengakar Seumur Hidup
21 021. Kehilangan
22 022. Rindu Ibu
23 023. Percakapan Pria
24 024. Makna Ucapan
25 025. Kepergian Mbah Lanang
26 026. Hunian Baru
27 027. Kunjungan Pertama Kali
28 028. Pria dengan Pesona
29 029. Sesekali Boleh Salah
30 030. Lengkap Sudah
31 031. Di Tengah Keluarga
32 032. Bisa Baper
33 033. Kekhawatiran
34 034. Akhir Kesakitan
35 035. Datang dan Pergi
36 036. Kehilangan Kedua
37 037. Beranjak Remaja
38 038. Mengenal Heru
39 039. Kenyataan yang Mendekat
40 040. Terhenyak
41 041. Keputusasaan
42 042. Semua Ada Saatnya
43 043. Cari Kawan
44 044. Menyusul Dul
45 045. Menginginkan Pengakuan
46 046. Siapa Aku Sebenarnya
47 047. Tangis yang Pecah
48 048. Sebuah Pemikiran
49 049. Cara Memaafkan
50 050. Berdamai
51 051. Memang Anak Ibu
52 052. Bertemu Masa Lalu
53 053. Mulai Melangkah
54 054. Perpisahan
55 055. Sanubari Seorang Anak
56 056. Hati ke Hati
57 057. Hari Baru
58 058. Soal Cita-cita
59 059. Dari Selembar Foto
60 060. Akhir Surat Panjang
61 061. Semua Pasti Sempurna
62 062. Nama Paling Gagah
63 063. Sebuah Pertimbangan
64 064. Kontemplasi Rasa
65 065. Kembali Melangkah
66 066. Hidup Tetap Berjalan
67 067. Kejutan Untuk Ibu
68 068. Surprise
69 069. Hal-Hal Sederhana
70 070. Kesenangan Bersama
71 071. Keriaan Sehari
72 072. Kado Anak-anak
73 073. Awal Baru Lagi
74 074. Kesadaran Masa Remaja
75 075. Menunggu Esok
76 076. Putih Abu-abu
77 077. Merangkai Hari
78 078. Menunggu Jemputan
79 079. Kesadaran Yang Pertama
80 080. Sebuah Saran
81 081. Di Antara Sahabat
82 082. Percakapan Pertama
83 083. Langkah Berikutnya
84 084. Hari Itu Hari Raya
85 085. Salah Gerakan
86 086. Upacara Susulan
87 087. Tentang Seseorang
88 088. Kisah Lama Jangan Usai
89 089. Kabar Dari Annisa
90 090. Dukacita
91 091. Cerita Annisa
92 092. Cerita Annisa (2)
93 093. Akan Kuingat Selalu
94 094. Sebuah Proses
95 095. Berbaikan
96 096. Perpisahan Lagi
97 097. Wujud Kekecewaan
98 098. Duel Abdullah
99 099. Setelah Duel
100 100. Isi Hati
101 101. Wawancara
102 102. Sepotong Pesan
103 103. Sampai Jumpa Lagi
104 104. Di Bawah Sebatang Pohon
105 105. Sudah Pria Dewasa
106 106. Perjuangan Itu Dimulai
107 107. Menjelang Dewasa
108 108. Sedih Sebelum Senang
109 109. Harus Bangun
110 110. Keberangkatan
111 111. Malam Sidang Pantukhir
112 112. Hasil Doa dan Air Mata
113 113. Pelukan Untuk Ayah
114 114. Ayah Baik-baik Saja
115 115. Kunjungan Kawan
116 PENGUMUMAN GIVEAWAY
117 116. Ngalor-Ngidul Rencana
118 117. Kilas Masa Depan
119 118. Perpisahan dan Pertemuan
120 119. Sambal Perwira
121 120. Annisa
122 121. Hidup Harus Tetap Berjalan
123 122. Pelukan Rindu
124 123. Untung Masih Wangi
125 124. Salah Bicara
126 125. Kencan Keluarga
127 126. Percikan Masa Lalu
128 127. Di Ayunan Besi
129 128. Ardhya Garini
130 129. Harus Melangkah
131 130. Perlahan Ke Masa Depan
132 131. Pria Belum Laku
133 132. Jomblo Paling Berkualitas
134 133. Kejutan dari Sermatutar
135 134. Adhi Makayasa untuk Ayah
136 135. Selamat Dari Ayah
137 136. Go Public
138 137. Kenalin
139 PENGUMUMAN PEMENANG GIVEAWAY
140 138. Kenangan Muda
141 139. Terkejut dan Mengejutkan
142 140. Perkenalan Tak Disengaja
143 141. Seseorang Yang Muncul di Ingatan
144 142. Badai Kecil
145 143. Afirmasi Positif
146 144. Bukan Karena Jarak
147 145. Semacam Patah Hati
148 146. Bagaimana Hubungan Kita
149 147. Bala Bantuan
150 148. Finding Annisa
151 149. Generasi Berbeda
152 150. Percakapan Dua Generasi
153 151. Pembatalan Janji
154 152. Setelah Sekian Lama
155 153. Entah Itu Perpisahan
156 154. Malam Yang Meyakinkan
157 155. Bukan Kisah Sederhana
158 156. Dari Cerpen 'ANAK IBU' (1)
159 157. Dari Cerpen 'ANAK IBU' (2)
160 158. Percakapan Sebelum Hidangan
161 159. Omongan Ringan Yang Berisi
162 160. Dukungan Seluruh Keluarga
163 161. Hari Bahagia Itu
164 162. Buket Bunga Dari Pria Berseragam
165 163. Sebelum Paragraf Berikutnya
166 164. Waktu Tiga Minggu
167 165. Untaian Restu
168 166. Hari Bahagia Itu
169 167. Kisah Di Dalam Kisah
170 168. Kesan-kesan Mereka
171 169. Cerita Satu Persatu
172 170. Di Mata Para Sahabat
173 171. Peringatan Dari Tini
174 172. Pertemuan Itu
175 173. Sebagaimana Seharusnya
176 174. Pelukan Tiga Generasi
177 Pemenang Komentar Terbaik
Episodes

Updated 177 Episodes

1
001. Ingatan Seorang Anak
2
002. Salah Satu Kenangan Indah
3
003. TK Impian
4
004. Alasan Membenci
5
005. Sebuah Pengertian Baru
6
006. Doa Bersama
7
007. Tempat Tinggal Baru Ibu
8
008. Kepercayaan Dari Ibu
9
009. Seorang Anak Yang Jatuh Hati
10
010. Pahit dan Manis
11
011. Cita-Cita Dul
12
012. Obrolan dengan Pria Gagah
13
013. Kebencian yang Mengakar
14
014. Sosok Idola Baru
15
015. Pelajaran Baru dari Ibu
16
016. Ibu Pahlawan Abadi
17
017. Perjuangan Liburan
18
018. Soal Cita-Cita
19
019. Kehilangan
20
020. Yang Mengakar Seumur Hidup
21
021. Kehilangan
22
022. Rindu Ibu
23
023. Percakapan Pria
24
024. Makna Ucapan
25
025. Kepergian Mbah Lanang
26
026. Hunian Baru
27
027. Kunjungan Pertama Kali
28
028. Pria dengan Pesona
29
029. Sesekali Boleh Salah
30
030. Lengkap Sudah
31
031. Di Tengah Keluarga
32
032. Bisa Baper
33
033. Kekhawatiran
34
034. Akhir Kesakitan
35
035. Datang dan Pergi
36
036. Kehilangan Kedua
37
037. Beranjak Remaja
38
038. Mengenal Heru
39
039. Kenyataan yang Mendekat
40
040. Terhenyak
41
041. Keputusasaan
42
042. Semua Ada Saatnya
43
043. Cari Kawan
44
044. Menyusul Dul
45
045. Menginginkan Pengakuan
46
046. Siapa Aku Sebenarnya
47
047. Tangis yang Pecah
48
048. Sebuah Pemikiran
49
049. Cara Memaafkan
50
050. Berdamai
51
051. Memang Anak Ibu
52
052. Bertemu Masa Lalu
53
053. Mulai Melangkah
54
054. Perpisahan
55
055. Sanubari Seorang Anak
56
056. Hati ke Hati
57
057. Hari Baru
58
058. Soal Cita-cita
59
059. Dari Selembar Foto
60
060. Akhir Surat Panjang
61
061. Semua Pasti Sempurna
62
062. Nama Paling Gagah
63
063. Sebuah Pertimbangan
64
064. Kontemplasi Rasa
65
065. Kembali Melangkah
66
066. Hidup Tetap Berjalan
67
067. Kejutan Untuk Ibu
68
068. Surprise
69
069. Hal-Hal Sederhana
70
070. Kesenangan Bersama
71
071. Keriaan Sehari
72
072. Kado Anak-anak
73
073. Awal Baru Lagi
74
074. Kesadaran Masa Remaja
75
075. Menunggu Esok
76
076. Putih Abu-abu
77
077. Merangkai Hari
78
078. Menunggu Jemputan
79
079. Kesadaran Yang Pertama
80
080. Sebuah Saran
81
081. Di Antara Sahabat
82
082. Percakapan Pertama
83
083. Langkah Berikutnya
84
084. Hari Itu Hari Raya
85
085. Salah Gerakan
86
086. Upacara Susulan
87
087. Tentang Seseorang
88
088. Kisah Lama Jangan Usai
89
089. Kabar Dari Annisa
90
090. Dukacita
91
091. Cerita Annisa
92
092. Cerita Annisa (2)
93
093. Akan Kuingat Selalu
94
094. Sebuah Proses
95
095. Berbaikan
96
096. Perpisahan Lagi
97
097. Wujud Kekecewaan
98
098. Duel Abdullah
99
099. Setelah Duel
100
100. Isi Hati
101
101. Wawancara
102
102. Sepotong Pesan
103
103. Sampai Jumpa Lagi
104
104. Di Bawah Sebatang Pohon
105
105. Sudah Pria Dewasa
106
106. Perjuangan Itu Dimulai
107
107. Menjelang Dewasa
108
108. Sedih Sebelum Senang
109
109. Harus Bangun
110
110. Keberangkatan
111
111. Malam Sidang Pantukhir
112
112. Hasil Doa dan Air Mata
113
113. Pelukan Untuk Ayah
114
114. Ayah Baik-baik Saja
115
115. Kunjungan Kawan
116
PENGUMUMAN GIVEAWAY
117
116. Ngalor-Ngidul Rencana
118
117. Kilas Masa Depan
119
118. Perpisahan dan Pertemuan
120
119. Sambal Perwira
121
120. Annisa
122
121. Hidup Harus Tetap Berjalan
123
122. Pelukan Rindu
124
123. Untung Masih Wangi
125
124. Salah Bicara
126
125. Kencan Keluarga
127
126. Percikan Masa Lalu
128
127. Di Ayunan Besi
129
128. Ardhya Garini
130
129. Harus Melangkah
131
130. Perlahan Ke Masa Depan
132
131. Pria Belum Laku
133
132. Jomblo Paling Berkualitas
134
133. Kejutan dari Sermatutar
135
134. Adhi Makayasa untuk Ayah
136
135. Selamat Dari Ayah
137
136. Go Public
138
137. Kenalin
139
PENGUMUMAN PEMENANG GIVEAWAY
140
138. Kenangan Muda
141
139. Terkejut dan Mengejutkan
142
140. Perkenalan Tak Disengaja
143
141. Seseorang Yang Muncul di Ingatan
144
142. Badai Kecil
145
143. Afirmasi Positif
146
144. Bukan Karena Jarak
147
145. Semacam Patah Hati
148
146. Bagaimana Hubungan Kita
149
147. Bala Bantuan
150
148. Finding Annisa
151
149. Generasi Berbeda
152
150. Percakapan Dua Generasi
153
151. Pembatalan Janji
154
152. Setelah Sekian Lama
155
153. Entah Itu Perpisahan
156
154. Malam Yang Meyakinkan
157
155. Bukan Kisah Sederhana
158
156. Dari Cerpen 'ANAK IBU' (1)
159
157. Dari Cerpen 'ANAK IBU' (2)
160
158. Percakapan Sebelum Hidangan
161
159. Omongan Ringan Yang Berisi
162
160. Dukungan Seluruh Keluarga
163
161. Hari Bahagia Itu
164
162. Buket Bunga Dari Pria Berseragam
165
163. Sebelum Paragraf Berikutnya
166
164. Waktu Tiga Minggu
167
165. Untaian Restu
168
166. Hari Bahagia Itu
169
167. Kisah Di Dalam Kisah
170
168. Kesan-kesan Mereka
171
169. Cerita Satu Persatu
172
170. Di Mata Para Sahabat
173
171. Peringatan Dari Tini
174
172. Pertemuan Itu
175
173. Sebagaimana Seharusnya
176
174. Pelukan Tiga Generasi
177
Pemenang Komentar Terbaik

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!