009. Seorang Anak Yang Jatuh Hati

Entah karena barusan dituduh mencuri sepotong ayam goreng. Atau entah karena sempat menangis terisak-isak beberapa saat yang lalu, ia kini masuk ke restoran ayam goreng. Aroma lezat langsung memenuhi hidungnya.

Satu kemewahan lainnya bagi Dul. Duduk dan makan di sebuah restoran ber-AC. Sambil melihat orang yang lalu lalang dari balik dinding kaca. Tapi sayang, seringnya dialah yang menjadi orang yang lalu lalang di luar.

“Mau mainan yang mana?”

Suara ibunya membuat mulut Dul yang tadi sedikit ternganga kembali mengatup. Sejak tadi ia mendongak menatap papan menu. Membaca semuanya satu persatu dengan teliti. Tulisan yang kadang sulit diucapkan, membuatnya harus mengulang-ulang di dalam kepala.

“Yang itu, Bu!” seru Dul, menunjuk satu dari tiga pilihan yang disodorkan padanya.

Raut wajah Dul berubah kecewa saat mendengar ibunya berkata bahwa paket ayam goreng itu untuk dibawa pulang. Ia ingin duduk di sana sejenak. Menghabiskan ayam goreng paling lezat dari restorannya langsung di bawah sepoi AC yang menyejukkan.

Ibunya sudah menenteng plastik putih. Saat menunduk melihat plastik itu, pandangan Dul terseret ke kaki ibunya. Sepasang kaki ibunya yang terbalut sepatu itu-itu saja. Sedetik kemudian, ia merasa telah menjadi anak paling serakah. Ia tak tahu berapa jam yang telah dihabiskan ibunya untuk memulung sampah yang baru saja ditukarkannya dengan sekotak ayam goreng.

“Mau makan di mana?” tanya ibunya. Pertanyaan itu membuat pikiran Dul barusan menghilang sejenak. Kebahagiaan yang sempat terpendam, kembali menyeruak.

"Duduk di sana aja boleh, Bu? Aku bosan di rumah,” jawab Dul spontan.

Langit sudah gelap. Dul tenggelam dalam kemewahan di hadapannya. Saus tomat dengan merek restoran ayam goreng dan kulit ayam goreng renyah yang dirasanya berbeda dengan yang dijual di tepi jalan. Karena ibunya mengatakan kenyang saat ditawari, Dul melahap makanannya tanpa rasa bersalah.

Di bawah meja, Dul sampai-sampai melepaskan satu sandalnya untuk menggaruk betis yang di gigit nyamuk. Kalau restoran itu tidak penuh di bagian dalam, jauh lebih enak duduk di dalam. Dul mengeluh di dalam hati.

“Sepatunya sabar, ya. Ibu cari uang dulu. Nanti kalau uang Ibu banyak, ibu belikan sandal dan baju sekalian. Kamu pokoknya jangan nakal. Nurut apa kata Mbah Wedok. Belajar yang pinter. Kalau kamu pinter nanti, bisa masuk sekolah yang murah. Kamu juga bantu ibu. Ya, Dul?”

Nasehat ibunya ia dengar dengan seksama. Namun, ia tak sempat menoleh untuk melihat wajah ibunya. Dul hanya menyadari kalau pakaian dan sandalnya hari itu pasti benar-benar lusuh, makanya sang ibu mengatakan hal demikian. Ia melirik lengan kaus yang sudah dipakainya bertahun-tahun. Kaus yang sudah kumal dan berlubang di beberapa tempat. Ia tak ada masalah dengan kaus itu. Sebab, kaus itu nyaman dipakai dan dingin saat berada di rumah mbahnya yang panas.

Saat sedang asyik mengunyah, tiba-tiba suara seorang pria mengejutkannya. “Ibunya Dul enggak ikutan makan? Om juga hari ini lagi pengen makan ayam goreng.”

Pasti pria dengan kemeja berkantong dua itu, pikirnya. Tapi kenapa terdengar lebih sopan? Dul sudah memasang wajah cemberut saat mendongak. Ternyata pria yang berbeda. Pria itu berdiri dengan nampan berisi ayam goreng. Dul menegakkan tubuh dan menoleh pada sang ibu. Ibunya terkejut tapi tak memperlihatkan ketidaksukaan.

Dul memandangi pria itu dari atas ke bawah. Jauh lebih ganteng dari pria yang mendatangi ibunya berkali-kali di warung bakso. Lebih tinggi dan gayanya lebih keren.

Dul menunduk dan melihat kaus yang dikenakannya. Bibir kecilnya mengkerut dan berdecak pelan. Saat itu ia menyesal karena menggunakan kaus bututnya. Merasa minder dengan pria ganteng yang baru meletakkan nampan di meja. Juga terselip sedikit kekhawatiran kalau pria itu menganggap ibunya tak becus mengurus dirinya. Pelan-pelan Dul memakai sandal yang tadi dilepaskannya.

“Ayo, makan,” ajak pria itu menyodorkan nampan ke arah ibunya.

“Aku kenyang. Kamu ngapain di sini?”

Perkataan ibunya sedikit membuat hati Dul mencelos. Sepertinya setelah pria yang menyebalkan tempo hari, ibunya semakin ketus terhadap orang asing. Ibunya tidak tersenyum. Raut wajahnya datar dan jawabannya pendek-pendek. Namun, sorot mata ibunya tak bisa berbohong. Pria di depan mereka memang benar menarik perhatian.

“Dul, ibu kamu enggak mau makan. Padahal Om udah beli banyak biar bisa makan bareng-bareng. Kamu bilangin, dong, ke ibu kamu.”

Dul memandang wajah ibunya beberapa detik. Biasanya kalau benar-benar tak suka dengan keberadaan orang lain, ibunya pasti akan segera menyeretnya dari tempat itu. Namun, saat itu ibunya hanya menunduk dan berpura-pura sibuk merapikan kertas nasinya.

“Ibu makan, kita enggak tiap hari bisa makan ini. Mubazir, Bu, kalau enggak dimakan. Ibu sering ngomong gitu.”

Ternyata kali itu ibunya mengikuti tanpa banyak bicara. Ibunya bangkit dan pergi menuju wastafel untuk mencuci tangan. Sedangkan pria di depannya menyodorkan kepalan tangan untuk melakukan ‘tos’ dengannya.

“Tos! Dul pinter,” kata pria itu.

Malam itu, Dul merasa seperti jatuh cinta pada pandangan pertama dengan pria yang mendatangi mereka. Padahal ia belum mengetahui nama pria itu. Dari percakapan di meja, ia mendengar bahwa pria itu datang dari Polsek sebelah. Apa pria itu polisi?

“Bu, Om tadi siapa?” tanya Dul saat Dijah menggandeng tangannya masuk ke dalam gang.

“Namanya Bara. Kamu panggilnya Om Bara,” jawab Dijah.

“Polisi? Tadi katanya di Polsek,” balas Dul lagi.

“Ternyata nyimak omongan orang tua.” Dijah tertawa kecil. “Bukan polisi, tapi wartawan. Tau wartawan, kan? Itu profesi yang mengumpulkan berita untuk dimasukkan ke koran atau televisi. Atau ke berita yang bisa muncul di handphone canggih. Handphone Ibu enggak bisa,” jelas Dijah, menghentikan langkah di depan rumah orang tuanya.

“Om tadi siapanya Ibu?”

“Bukan siapa-siapa. Kamu enggak perlu khawatir.”

Justru jawaban ibunya itu membuat khawatir. Ia masih berharap bertemu lagi dengan pria bernama Bara itu. Waktu sebentar tadi rasanya kurang memuaskan. Pria itu sangat ceria dan sering tersenyum menatapnya. Ia suka.

“Aku suka Om Bara, Bu.” Dul menggerakkan genggaman tangan mereka.

“Ha? Suka? Kamu baru pertama kali ketemu—“

“Berarti Ibu udah sering ketemu?”

“Enggak juga …. Ya, udah. Masuk sana. Udah malem. Ibu mau langsung pulang,” pinta Dijah, membuka pintu pagar dan membawa Dul masuk.

“Ibu enggak suka?” ulang Dul di depan pintu.

“Suka bagaimana? Om Bara itu orang asing. Kamu enggak usah mikir macem-macem. Cukup punya kamu aja Ibu udah merasa cukup dan bahagia. Enggak usah lagi ada orang-orang asing. Nanti ngomong macem-macem lagi. Bikin naik darah,” sungut Dijah.

Dul membuka pintu rumah dan melangkah masuk. Ia masih berdiri memegangi pintu dan memandang ibunya ke luar. “Aku memang suka Om Bara, Bu.” Dul ingin menegaskan sekali lagi bahwa ia menyukai Bara. Dan berharap ibunya tak akan seketus tadi jika bertemu lain kali dengan pria itu.

“Kamu suka Om Bara kenapa?” tanya Dijah. Sekarang posisi mereka saling menatap dengan celah pintu yang terbuka sedikit.

“Ganteng, gagah, ramah—“

“Masih kecil tapi kayak orang kasmaran aja. Sana masuk. Ibu pulang dulu.”

Dul nyengir lalu menutup pintu. Berharap semoga ada kesempatan lain untuk dipertemukan dengan pria gagah itu.

To Be Continued

Terpopuler

Comments

Dewi Asmara

Dewi Asmara

mgkin ini yg dirasakan dijah ketika bara ngajak nikah ya,,takut ibunya bara ga setuju karena kemarin ibu temen SMA nya jga gitu ga setuju karena ada si dul,,sabar ya le bocah bagus nnti om bara bakal jd ayah kamu

2024-10-03

2

𝕭'𝐒𝐧𝐨𝐰 ❄

𝕭'𝐒𝐧𝐨𝐰 ❄

akhirnya ayah bara muncul 😊

2024-09-30

0

dyul

dyul

om bara my super hero.... ya gak dul😍

2024-08-18

0

lihat semua
Episodes
1 001. Ingatan Seorang Anak
2 002. Salah Satu Kenangan Indah
3 003. TK Impian
4 004. Alasan Membenci
5 005. Sebuah Pengertian Baru
6 006. Doa Bersama
7 007. Tempat Tinggal Baru Ibu
8 008. Kepercayaan Dari Ibu
9 009. Seorang Anak Yang Jatuh Hati
10 010. Pahit dan Manis
11 011. Cita-Cita Dul
12 012. Obrolan dengan Pria Gagah
13 013. Kebencian yang Mengakar
14 014. Sosok Idola Baru
15 015. Pelajaran Baru dari Ibu
16 016. Ibu Pahlawan Abadi
17 017. Perjuangan Liburan
18 018. Soal Cita-Cita
19 019. Kehilangan
20 020. Yang Mengakar Seumur Hidup
21 021. Kehilangan
22 022. Rindu Ibu
23 023. Percakapan Pria
24 024. Makna Ucapan
25 025. Kepergian Mbah Lanang
26 026. Hunian Baru
27 027. Kunjungan Pertama Kali
28 028. Pria dengan Pesona
29 029. Sesekali Boleh Salah
30 030. Lengkap Sudah
31 031. Di Tengah Keluarga
32 032. Bisa Baper
33 033. Kekhawatiran
34 034. Akhir Kesakitan
35 035. Datang dan Pergi
36 036. Kehilangan Kedua
37 037. Beranjak Remaja
38 038. Mengenal Heru
39 039. Kenyataan yang Mendekat
40 040. Terhenyak
41 041. Keputusasaan
42 042. Semua Ada Saatnya
43 043. Cari Kawan
44 044. Menyusul Dul
45 045. Menginginkan Pengakuan
46 046. Siapa Aku Sebenarnya
47 047. Tangis yang Pecah
48 048. Sebuah Pemikiran
49 049. Cara Memaafkan
50 050. Berdamai
51 051. Memang Anak Ibu
52 052. Bertemu Masa Lalu
53 053. Mulai Melangkah
54 054. Perpisahan
55 055. Sanubari Seorang Anak
56 056. Hati ke Hati
57 057. Hari Baru
58 058. Soal Cita-cita
59 059. Dari Selembar Foto
60 060. Akhir Surat Panjang
61 061. Semua Pasti Sempurna
62 062. Nama Paling Gagah
63 063. Sebuah Pertimbangan
64 064. Kontemplasi Rasa
65 065. Kembali Melangkah
66 066. Hidup Tetap Berjalan
67 067. Kejutan Untuk Ibu
68 068. Surprise
69 069. Hal-Hal Sederhana
70 070. Kesenangan Bersama
71 071. Keriaan Sehari
72 072. Kado Anak-anak
73 073. Awal Baru Lagi
74 074. Kesadaran Masa Remaja
75 075. Menunggu Esok
76 076. Putih Abu-abu
77 077. Merangkai Hari
78 078. Menunggu Jemputan
79 079. Kesadaran Yang Pertama
80 080. Sebuah Saran
81 081. Di Antara Sahabat
82 082. Percakapan Pertama
83 083. Langkah Berikutnya
84 084. Hari Itu Hari Raya
85 085. Salah Gerakan
86 086. Upacara Susulan
87 087. Tentang Seseorang
88 088. Kisah Lama Jangan Usai
89 089. Kabar Dari Annisa
90 090. Dukacita
91 091. Cerita Annisa
92 092. Cerita Annisa (2)
93 093. Akan Kuingat Selalu
94 094. Sebuah Proses
95 095. Berbaikan
96 096. Perpisahan Lagi
97 097. Wujud Kekecewaan
98 098. Duel Abdullah
99 099. Setelah Duel
100 100. Isi Hati
101 101. Wawancara
102 102. Sepotong Pesan
103 103. Sampai Jumpa Lagi
104 104. Di Bawah Sebatang Pohon
105 105. Sudah Pria Dewasa
106 106. Perjuangan Itu Dimulai
107 107. Menjelang Dewasa
108 108. Sedih Sebelum Senang
109 109. Harus Bangun
110 110. Keberangkatan
111 111. Malam Sidang Pantukhir
112 112. Hasil Doa dan Air Mata
113 113. Pelukan Untuk Ayah
114 114. Ayah Baik-baik Saja
115 115. Kunjungan Kawan
116 PENGUMUMAN GIVEAWAY
117 116. Ngalor-Ngidul Rencana
118 117. Kilas Masa Depan
119 118. Perpisahan dan Pertemuan
120 119. Sambal Perwira
121 120. Annisa
122 121. Hidup Harus Tetap Berjalan
123 122. Pelukan Rindu
124 123. Untung Masih Wangi
125 124. Salah Bicara
126 125. Kencan Keluarga
127 126. Percikan Masa Lalu
128 127. Di Ayunan Besi
129 128. Ardhya Garini
130 129. Harus Melangkah
131 130. Perlahan Ke Masa Depan
132 131. Pria Belum Laku
133 132. Jomblo Paling Berkualitas
134 133. Kejutan dari Sermatutar
135 134. Adhi Makayasa untuk Ayah
136 135. Selamat Dari Ayah
137 136. Go Public
138 137. Kenalin
139 PENGUMUMAN PEMENANG GIVEAWAY
140 138. Kenangan Muda
141 139. Terkejut dan Mengejutkan
142 140. Perkenalan Tak Disengaja
143 141. Seseorang Yang Muncul di Ingatan
144 142. Badai Kecil
145 143. Afirmasi Positif
146 144. Bukan Karena Jarak
147 145. Semacam Patah Hati
148 146. Bagaimana Hubungan Kita
149 147. Bala Bantuan
150 148. Finding Annisa
151 149. Generasi Berbeda
152 150. Percakapan Dua Generasi
153 151. Pembatalan Janji
154 152. Setelah Sekian Lama
155 153. Entah Itu Perpisahan
156 154. Malam Yang Meyakinkan
157 155. Bukan Kisah Sederhana
158 156. Dari Cerpen 'ANAK IBU' (1)
159 157. Dari Cerpen 'ANAK IBU' (2)
160 158. Percakapan Sebelum Hidangan
161 159. Omongan Ringan Yang Berisi
162 160. Dukungan Seluruh Keluarga
163 161. Hari Bahagia Itu
164 162. Buket Bunga Dari Pria Berseragam
165 163. Sebelum Paragraf Berikutnya
166 164. Waktu Tiga Minggu
167 165. Untaian Restu
168 166. Hari Bahagia Itu
169 167. Kisah Di Dalam Kisah
170 168. Kesan-kesan Mereka
171 169. Cerita Satu Persatu
172 170. Di Mata Para Sahabat
173 171. Peringatan Dari Tini
174 172. Pertemuan Itu
175 173. Sebagaimana Seharusnya
176 174. Pelukan Tiga Generasi
177 Pemenang Komentar Terbaik
Episodes

Updated 177 Episodes

1
001. Ingatan Seorang Anak
2
002. Salah Satu Kenangan Indah
3
003. TK Impian
4
004. Alasan Membenci
5
005. Sebuah Pengertian Baru
6
006. Doa Bersama
7
007. Tempat Tinggal Baru Ibu
8
008. Kepercayaan Dari Ibu
9
009. Seorang Anak Yang Jatuh Hati
10
010. Pahit dan Manis
11
011. Cita-Cita Dul
12
012. Obrolan dengan Pria Gagah
13
013. Kebencian yang Mengakar
14
014. Sosok Idola Baru
15
015. Pelajaran Baru dari Ibu
16
016. Ibu Pahlawan Abadi
17
017. Perjuangan Liburan
18
018. Soal Cita-Cita
19
019. Kehilangan
20
020. Yang Mengakar Seumur Hidup
21
021. Kehilangan
22
022. Rindu Ibu
23
023. Percakapan Pria
24
024. Makna Ucapan
25
025. Kepergian Mbah Lanang
26
026. Hunian Baru
27
027. Kunjungan Pertama Kali
28
028. Pria dengan Pesona
29
029. Sesekali Boleh Salah
30
030. Lengkap Sudah
31
031. Di Tengah Keluarga
32
032. Bisa Baper
33
033. Kekhawatiran
34
034. Akhir Kesakitan
35
035. Datang dan Pergi
36
036. Kehilangan Kedua
37
037. Beranjak Remaja
38
038. Mengenal Heru
39
039. Kenyataan yang Mendekat
40
040. Terhenyak
41
041. Keputusasaan
42
042. Semua Ada Saatnya
43
043. Cari Kawan
44
044. Menyusul Dul
45
045. Menginginkan Pengakuan
46
046. Siapa Aku Sebenarnya
47
047. Tangis yang Pecah
48
048. Sebuah Pemikiran
49
049. Cara Memaafkan
50
050. Berdamai
51
051. Memang Anak Ibu
52
052. Bertemu Masa Lalu
53
053. Mulai Melangkah
54
054. Perpisahan
55
055. Sanubari Seorang Anak
56
056. Hati ke Hati
57
057. Hari Baru
58
058. Soal Cita-cita
59
059. Dari Selembar Foto
60
060. Akhir Surat Panjang
61
061. Semua Pasti Sempurna
62
062. Nama Paling Gagah
63
063. Sebuah Pertimbangan
64
064. Kontemplasi Rasa
65
065. Kembali Melangkah
66
066. Hidup Tetap Berjalan
67
067. Kejutan Untuk Ibu
68
068. Surprise
69
069. Hal-Hal Sederhana
70
070. Kesenangan Bersama
71
071. Keriaan Sehari
72
072. Kado Anak-anak
73
073. Awal Baru Lagi
74
074. Kesadaran Masa Remaja
75
075. Menunggu Esok
76
076. Putih Abu-abu
77
077. Merangkai Hari
78
078. Menunggu Jemputan
79
079. Kesadaran Yang Pertama
80
080. Sebuah Saran
81
081. Di Antara Sahabat
82
082. Percakapan Pertama
83
083. Langkah Berikutnya
84
084. Hari Itu Hari Raya
85
085. Salah Gerakan
86
086. Upacara Susulan
87
087. Tentang Seseorang
88
088. Kisah Lama Jangan Usai
89
089. Kabar Dari Annisa
90
090. Dukacita
91
091. Cerita Annisa
92
092. Cerita Annisa (2)
93
093. Akan Kuingat Selalu
94
094. Sebuah Proses
95
095. Berbaikan
96
096. Perpisahan Lagi
97
097. Wujud Kekecewaan
98
098. Duel Abdullah
99
099. Setelah Duel
100
100. Isi Hati
101
101. Wawancara
102
102. Sepotong Pesan
103
103. Sampai Jumpa Lagi
104
104. Di Bawah Sebatang Pohon
105
105. Sudah Pria Dewasa
106
106. Perjuangan Itu Dimulai
107
107. Menjelang Dewasa
108
108. Sedih Sebelum Senang
109
109. Harus Bangun
110
110. Keberangkatan
111
111. Malam Sidang Pantukhir
112
112. Hasil Doa dan Air Mata
113
113. Pelukan Untuk Ayah
114
114. Ayah Baik-baik Saja
115
115. Kunjungan Kawan
116
PENGUMUMAN GIVEAWAY
117
116. Ngalor-Ngidul Rencana
118
117. Kilas Masa Depan
119
118. Perpisahan dan Pertemuan
120
119. Sambal Perwira
121
120. Annisa
122
121. Hidup Harus Tetap Berjalan
123
122. Pelukan Rindu
124
123. Untung Masih Wangi
125
124. Salah Bicara
126
125. Kencan Keluarga
127
126. Percikan Masa Lalu
128
127. Di Ayunan Besi
129
128. Ardhya Garini
130
129. Harus Melangkah
131
130. Perlahan Ke Masa Depan
132
131. Pria Belum Laku
133
132. Jomblo Paling Berkualitas
134
133. Kejutan dari Sermatutar
135
134. Adhi Makayasa untuk Ayah
136
135. Selamat Dari Ayah
137
136. Go Public
138
137. Kenalin
139
PENGUMUMAN PEMENANG GIVEAWAY
140
138. Kenangan Muda
141
139. Terkejut dan Mengejutkan
142
140. Perkenalan Tak Disengaja
143
141. Seseorang Yang Muncul di Ingatan
144
142. Badai Kecil
145
143. Afirmasi Positif
146
144. Bukan Karena Jarak
147
145. Semacam Patah Hati
148
146. Bagaimana Hubungan Kita
149
147. Bala Bantuan
150
148. Finding Annisa
151
149. Generasi Berbeda
152
150. Percakapan Dua Generasi
153
151. Pembatalan Janji
154
152. Setelah Sekian Lama
155
153. Entah Itu Perpisahan
156
154. Malam Yang Meyakinkan
157
155. Bukan Kisah Sederhana
158
156. Dari Cerpen 'ANAK IBU' (1)
159
157. Dari Cerpen 'ANAK IBU' (2)
160
158. Percakapan Sebelum Hidangan
161
159. Omongan Ringan Yang Berisi
162
160. Dukungan Seluruh Keluarga
163
161. Hari Bahagia Itu
164
162. Buket Bunga Dari Pria Berseragam
165
163. Sebelum Paragraf Berikutnya
166
164. Waktu Tiga Minggu
167
165. Untaian Restu
168
166. Hari Bahagia Itu
169
167. Kisah Di Dalam Kisah
170
168. Kesan-kesan Mereka
171
169. Cerita Satu Persatu
172
170. Di Mata Para Sahabat
173
171. Peringatan Dari Tini
174
172. Pertemuan Itu
175
173. Sebagaimana Seharusnya
176
174. Pelukan Tiga Generasi
177
Pemenang Komentar Terbaik

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!