014. Sosok Idola Baru

“Udah Ibu bilang, kamu jangan keluar kalau laki-laki itu datang ngamuk-ngamuk—”

“Ibu berdarah—”

“Dul, dengar Ibu ….”

Dul memandang tangan Dijah yang mencengkeram erat pergelangannya. Tangan ibunya kotor dan banyak pasir yang menempel. Wajah ibunya amburadul. Bagaimana Bara akan suka dengan ibunya kalau tampilannya begitu? Pikiran Dul kini dipenuhi kekhawatiran yang lain.

“Dul ….” Sentakan tangan Dijah membuat tatapan Dul kembali ke wajahnya. “Apa yang barusan kamu liat?” tanya Dijah.

“Bapak mukuli Ibu,” jawab Dul.

“Yang lain …. Kamu liat apa?”

Dul membalas tatapan ibunya dengan sungguh-sungguh. “Aku liat Om Bara dateng nolong Ibu,” jawabnya.

Ibunya cepat-cepat menutup mulutnya. “Jangan keras-keras, Mbah Wedok lagi sakit, kan? Sampai enggak denger ada keributan di luar. Lagian Mbah bakal murka kalau kamu sebut-sebut nama Om Bara.”

Ibunya mengurai rambut dan merapikan tergesa-gesa. Mengusap beberapa bagian wajah yang mungkin dirasa ibunya sakit dan terkena pukulan bapaknya tadi.

Dul melihat ibunya melirik ke kamar. “Om Bara di luar ….”

Perkataan Dul membuat Dijah tersentak dan tatapannya berpindah ke pintu yang tertutup. “Jangan keluar, kamu di dalem aja.”

Dan Dul kembali gelisah. Teriakan ibunya terdengar dari luar. Teriakan amarah bercampur panik itu semakin menambah kegelisahannya. Ia khawatir langsung ditinggalkan oleh Bara dan ibunya. Mau mengintip ke luar, tapi takut kalau bapaknya masih berada di sana. Dul berdiri mematung di balik pintu.

Terdiam beberapa saat, Dul tersentak karena ketukan di pintu. Cepat-cepat ia membukanya. Wajah Bara muncul. Dahinya berkeringat dan rautnya masih memerah. Walau pria itu tersenyum lebar, sisa amarahnya masih terlihat. Entah kenapa Dul senang melihatnya. Mengetahui kalau ada seseorang yang marah saat ibunya disakiti.

“Om tadi mau ngasi untuk kamu, dimakan, ya. Maafin Om, ya ….”

*Minta maaf untuk apa? Mukul laki-laki itu? Harusnya aku atau Ibu yang terima kasih. *

Bara mengacak rambutnya. Sorot mata pria itu semakin melembut. Sudah benar-benar berubah dari tatapannya pertama kali saat muncul.

“Makasih Om Bara. Pasti aku makan,” sahut Dul, membuka kantongan dan melongok isinya. Banyak jajanan yang belum pernah ia lihat sebelumnya.

Saat itu Dul paham maksud kedatangan Bara malam itu. Beberapa bungkusan cokelat terlihat sedikit kotor. Bara pasti mencampakkan bungkusan itu karena ingin segera menolong ibunya.

"Kunci pintunya. Tidur, ya ….”

Dul mengedarkan pandangannya ke luar pagar. Ibunya berdiri sedang menatap ia dan Bara. Lalu pandangan ibunya berpindah pada bapaknya yang mungkin terduduk di luar pagar. Ia tak bisa melihat bapaknya dari tempatnya berdiri.

Bara masih menatapnya untuk menunggu jawaban. Dul lalu mengangguk dan mundur untuk menutup pintu. Malam itu ia bisa memastikan dirinya akan mengikuti perkataan Bara. Mengunci pintu dan segera tidur. Pria itu memintanya melakukan hal yang benar. Ia harus membuat Bara yakin bahwa ia adalah anak penurut.

Setiap hari Dul memandang kalender untuk menghitung berapa lama lagi ia menjadi anak TK. Ia berniat menagih janji pada ibunya untuk tinggal bersama. Bukan berarti ia tidak menyayangi mbahnya. Ia menyayangi kedua orang tua ibunya itu dengan caranya sendiri. Ia akan tetap menyayangi mereka meski tak tinggal serumah. Ia hanya ingin di dekat ibunya.

Akhir-akhir ini Dul mendengar ibunya sudah jarang memulung. Ibunya mengatakan kalau Bara memberinya uang untuk meringankan belanja mereka. Hatinya senang, tapi ia belum merasa aman. Bara hanya seorang pria asing yang sedang dekat dengan ibunya. Bara bisa pergi meninggalkan ia dan ibunya kapan pun pria itu mau.

Setengah hari itu Dul hanya membongkar isi laci dan memakan cokelat yang diberikan Bara tempo hari. Mbah Lanang sampai penasaran karena ia berkali-kali menjenguk isi lacinya. Dan mata pria tua itu membelalak saat melihat jajanan yang sangat banyak.

“Kok, banyak? Dari siapa?”

Mbah Lanang melihat-lihat tulisan di kemasan cokelat cukup lama. Dul tahu mbahnya itu tidak bisa membaca. Jadi, melihat-lihat cokelat itu diartikan Dul sebagai keinginan pria itu untuk ditawari.

“Mbah, mau? Semua ini dikasi Om Bara. Katanya baru pulang dari Belanda. Ini oleh-olehnya. Cokelatnya enak, Mbah. Ini buat Mbah.” Dul menyodorkan dua cokelat batangan dengan kemasan mengkilap.

Dul merasakan perubahan pada sikap mbahnya. Ibunya lagi-lagi benar. Sepertinya Mbah Lanang ataupun Mbah Wedok tidak terlalu suka ibunya dekat dengan Bara. Atau lebih tepatnya … kedua mbahnya tidak menyukai ibunya dekat dengan lelaki mana pun. Mungkin mereka tidak mau terlibat masalah dengan bapaknya yang kasar dan sering menggila tiap kali mabuk.

“Enggak usah. Simpan sana. Kayak enggak pernah makan aja,” kata Mbah Lanang meletakkan bungkus cokelat sedikit kasar.

“Ya, aku cuma nawarin. Aku memang enggak pernah makan ini,” ucap Dul, memunguti cokelatnya dan kembali memasukkannya ke laci.

Itu sudah beberapa hari yang lalu. Hari itu ia sedikit tenang karena Mbah Lanang semakin betah di warung dan Mbah Wedok keluar rumah melalui pintu belakang dengan alasan memanggil suaminya. Dul berharap Mbah Wedok disapa tetangga dan berlama-lama mengobrol. Ia ingin menguasai rumah itu sendirian sebentar saja. Ingin bermalas-malasan tanpa ditanya-tanya yang biasa akan berujung diomeli.

“Dul,” panggil Dijah dari luar.

Dul meletakkan gambar-gambar Ultraman yang sedang diguntingnya, lalu menghambur ke pintu.

“Udah makan?” tanya Dijah langsung.

Mata Dul membulat memandang sosok di belakang ibunya. Bara muncul setelah sekian lama tak menampakkan hidung di sana. Ketertarikannya pada pria itu membuatnya menjadi sosok pemerhati. Bara yang selalu memakai kaos oblong di balik kemeja flanelnya. Jeans biru dengan sepatu semi boots yang terlihat kokoh. Juga tak ketinggalan sebuah ransel hitam yang selalu disandang pria itu ke mana-mana.

Perhatian Dul tercurah pada Bara hingga lupa dengan ibunya yang sudah duduk dengan sepiring nasi dan bersiap menyuapinya makan.

“Om Bara udah makan?” tanya Dul menatap Bara yang duduk di gawang pintu.

“Udah. Kamu makan yang banyak biar cepat besar.”

Iya, Om .... Aku bakal makan yang banyak biar cepat besar

Dul mengambil alih piringnya dan menyendokkan makanannya sendiri tanpa menunggu ibunya. Ia kembali melirik Bara yang terlihat sibuk dengan ponselnya. Pria itu duduk di lantai dengan setengah tubuhnya menghadap ke luar rumah.

“Om Bara ganteng, ya, Bu.” Dul memandang wajah ibunya untuk melihat reaksi. Di bawah gawang pintu, Bara mengubah posisinya menjadi setengah menghadap ke dalam rumah. Dul senang dengan reaksi pria itu.

“Iya …,” sahut Dijah.

Dul melonjak-lonjak di dalam hati. Tatapannya sibuk berpindah-pindah melihat wajah ibunya dan wajah Bara yang terlihat menahan senyum.

Setiap lagi sama-sama dengan Om Bara, Ibu terlihat lebih cantik dan ceria.

“Hari Sabtu kamu sekolah enggak?” Bara memutar duduknya untuk menatap Dul.

“Enggak, kenapa Om?”

Kayaknya mau diajak jalan-jalan ….

“Om mau ngajak jalan-jalan. Ke arena bermain yang ada di puncak. Mau?”

Bara terlihat menyimpan ponselnya dan kini menatap Dul menunggu jawaban. Saat itu Dul merasa bahwa ternyata masih ada pria yang menyukai ibunya dan disaat bersamaan menganggap keberadaannya. Detik itu ia merasa bahwa dirinya cukup berarti.

Bara menjelma menjadi sosok idola baru buat Dul. Semua sikap Bara itu dirasanya benar. Sedikit pasir di kemasan cokelat yang diberikan pria itu dengan mudah dimakluminya. Dul memakluminya. Sikap Bara dianggapnya sudah terlampau baik buat ia dan ibunya.

To Be Continued

Terpopuler

Comments

☠ Atin 🍒𝐙⃝🦜

☠ Atin 🍒𝐙⃝🦜

Pemikiran yg sederhana dari seorang anak

2024-04-15

1

M akhwan Firjatullah

M akhwan Firjatullah

terus ibumu d gerayangin deh sama si om bara ....

2023-12-17

2

gembulers

gembulers

Dul mulai jd cenayang

2023-09-07

2

lihat semua
Episodes
1 001. Ingatan Seorang Anak
2 002. Salah Satu Kenangan Indah
3 003. TK Impian
4 004. Alasan Membenci
5 005. Sebuah Pengertian Baru
6 006. Doa Bersama
7 007. Tempat Tinggal Baru Ibu
8 008. Kepercayaan Dari Ibu
9 009. Seorang Anak Yang Jatuh Hati
10 010. Pahit dan Manis
11 011. Cita-Cita Dul
12 012. Obrolan dengan Pria Gagah
13 013. Kebencian yang Mengakar
14 014. Sosok Idola Baru
15 015. Pelajaran Baru dari Ibu
16 016. Ibu Pahlawan Abadi
17 017. Perjuangan Liburan
18 018. Soal Cita-Cita
19 019. Kehilangan
20 020. Yang Mengakar Seumur Hidup
21 021. Kehilangan
22 022. Rindu Ibu
23 023. Percakapan Pria
24 024. Makna Ucapan
25 025. Kepergian Mbah Lanang
26 026. Hunian Baru
27 027. Kunjungan Pertama Kali
28 028. Pria dengan Pesona
29 029. Sesekali Boleh Salah
30 030. Lengkap Sudah
31 031. Di Tengah Keluarga
32 032. Bisa Baper
33 033. Kekhawatiran
34 034. Akhir Kesakitan
35 035. Datang dan Pergi
36 036. Kehilangan Kedua
37 037. Beranjak Remaja
38 038. Mengenal Heru
39 039. Kenyataan yang Mendekat
40 040. Terhenyak
41 041. Keputusasaan
42 042. Semua Ada Saatnya
43 043. Cari Kawan
44 044. Menyusul Dul
45 045. Menginginkan Pengakuan
46 046. Siapa Aku Sebenarnya
47 047. Tangis yang Pecah
48 048. Sebuah Pemikiran
49 049. Cara Memaafkan
50 050. Berdamai
51 051. Memang Anak Ibu
52 052. Bertemu Masa Lalu
53 053. Mulai Melangkah
54 054. Perpisahan
55 055. Sanubari Seorang Anak
56 056. Hati ke Hati
57 057. Hari Baru
58 058. Soal Cita-cita
59 059. Dari Selembar Foto
60 060. Akhir Surat Panjang
61 061. Semua Pasti Sempurna
62 062. Nama Paling Gagah
63 063. Sebuah Pertimbangan
64 064. Kontemplasi Rasa
65 065. Kembali Melangkah
66 066. Hidup Tetap Berjalan
67 067. Kejutan Untuk Ibu
68 068. Surprise
69 069. Hal-Hal Sederhana
70 070. Kesenangan Bersama
71 071. Keriaan Sehari
72 072. Kado Anak-anak
73 073. Awal Baru Lagi
74 074. Kesadaran Masa Remaja
75 075. Menunggu Esok
76 076. Putih Abu-abu
77 077. Merangkai Hari
78 078. Menunggu Jemputan
79 079. Kesadaran Yang Pertama
80 080. Sebuah Saran
81 081. Di Antara Sahabat
82 082. Percakapan Pertama
83 083. Langkah Berikutnya
84 084. Hari Itu Hari Raya
85 085. Salah Gerakan
86 086. Upacara Susulan
87 087. Tentang Seseorang
88 088. Kisah Lama Jangan Usai
89 089. Kabar Dari Annisa
90 090. Dukacita
91 091. Cerita Annisa
92 092. Cerita Annisa (2)
93 093. Akan Kuingat Selalu
94 094. Sebuah Proses
95 095. Berbaikan
96 096. Perpisahan Lagi
97 097. Wujud Kekecewaan
98 098. Duel Abdullah
99 099. Setelah Duel
100 100. Isi Hati
101 101. Wawancara
102 102. Sepotong Pesan
103 103. Sampai Jumpa Lagi
104 104. Di Bawah Sebatang Pohon
105 105. Sudah Pria Dewasa
106 106. Perjuangan Itu Dimulai
107 107. Menjelang Dewasa
108 108. Sedih Sebelum Senang
109 109. Harus Bangun
110 110. Keberangkatan
111 111. Malam Sidang Pantukhir
112 112. Hasil Doa dan Air Mata
113 113. Pelukan Untuk Ayah
114 114. Ayah Baik-baik Saja
115 115. Kunjungan Kawan
116 PENGUMUMAN GIVEAWAY
117 116. Ngalor-Ngidul Rencana
118 117. Kilas Masa Depan
119 118. Perpisahan dan Pertemuan
120 119. Sambal Perwira
121 120. Annisa
122 121. Hidup Harus Tetap Berjalan
123 122. Pelukan Rindu
124 123. Untung Masih Wangi
125 124. Salah Bicara
126 125. Kencan Keluarga
127 126. Percikan Masa Lalu
128 127. Di Ayunan Besi
129 128. Ardhya Garini
130 129. Harus Melangkah
131 130. Perlahan Ke Masa Depan
132 131. Pria Belum Laku
133 132. Jomblo Paling Berkualitas
134 133. Kejutan dari Sermatutar
135 134. Adhi Makayasa untuk Ayah
136 135. Selamat Dari Ayah
137 136. Go Public
138 137. Kenalin
139 PENGUMUMAN PEMENANG GIVEAWAY
140 138. Kenangan Muda
141 139. Terkejut dan Mengejutkan
142 140. Perkenalan Tak Disengaja
143 141. Seseorang Yang Muncul di Ingatan
144 142. Badai Kecil
145 143. Afirmasi Positif
146 144. Bukan Karena Jarak
147 145. Semacam Patah Hati
148 146. Bagaimana Hubungan Kita
149 147. Bala Bantuan
150 148. Finding Annisa
151 149. Generasi Berbeda
152 150. Percakapan Dua Generasi
153 151. Pembatalan Janji
154 152. Setelah Sekian Lama
155 153. Entah Itu Perpisahan
156 154. Malam Yang Meyakinkan
157 155. Bukan Kisah Sederhana
158 156. Dari Cerpen 'ANAK IBU' (1)
159 157. Dari Cerpen 'ANAK IBU' (2)
160 158. Percakapan Sebelum Hidangan
161 159. Omongan Ringan Yang Berisi
162 160. Dukungan Seluruh Keluarga
163 161. Hari Bahagia Itu
164 162. Buket Bunga Dari Pria Berseragam
165 163. Sebelum Paragraf Berikutnya
166 164. Waktu Tiga Minggu
167 165. Untaian Restu
168 166. Hari Bahagia Itu
169 167. Kisah Di Dalam Kisah
170 168. Kesan-kesan Mereka
171 169. Cerita Satu Persatu
172 170. Di Mata Para Sahabat
173 171. Peringatan Dari Tini
174 172. Pertemuan Itu
175 173. Sebagaimana Seharusnya
176 174. Pelukan Tiga Generasi
177 Pemenang Komentar Terbaik
Episodes

Updated 177 Episodes

1
001. Ingatan Seorang Anak
2
002. Salah Satu Kenangan Indah
3
003. TK Impian
4
004. Alasan Membenci
5
005. Sebuah Pengertian Baru
6
006. Doa Bersama
7
007. Tempat Tinggal Baru Ibu
8
008. Kepercayaan Dari Ibu
9
009. Seorang Anak Yang Jatuh Hati
10
010. Pahit dan Manis
11
011. Cita-Cita Dul
12
012. Obrolan dengan Pria Gagah
13
013. Kebencian yang Mengakar
14
014. Sosok Idola Baru
15
015. Pelajaran Baru dari Ibu
16
016. Ibu Pahlawan Abadi
17
017. Perjuangan Liburan
18
018. Soal Cita-Cita
19
019. Kehilangan
20
020. Yang Mengakar Seumur Hidup
21
021. Kehilangan
22
022. Rindu Ibu
23
023. Percakapan Pria
24
024. Makna Ucapan
25
025. Kepergian Mbah Lanang
26
026. Hunian Baru
27
027. Kunjungan Pertama Kali
28
028. Pria dengan Pesona
29
029. Sesekali Boleh Salah
30
030. Lengkap Sudah
31
031. Di Tengah Keluarga
32
032. Bisa Baper
33
033. Kekhawatiran
34
034. Akhir Kesakitan
35
035. Datang dan Pergi
36
036. Kehilangan Kedua
37
037. Beranjak Remaja
38
038. Mengenal Heru
39
039. Kenyataan yang Mendekat
40
040. Terhenyak
41
041. Keputusasaan
42
042. Semua Ada Saatnya
43
043. Cari Kawan
44
044. Menyusul Dul
45
045. Menginginkan Pengakuan
46
046. Siapa Aku Sebenarnya
47
047. Tangis yang Pecah
48
048. Sebuah Pemikiran
49
049. Cara Memaafkan
50
050. Berdamai
51
051. Memang Anak Ibu
52
052. Bertemu Masa Lalu
53
053. Mulai Melangkah
54
054. Perpisahan
55
055. Sanubari Seorang Anak
56
056. Hati ke Hati
57
057. Hari Baru
58
058. Soal Cita-cita
59
059. Dari Selembar Foto
60
060. Akhir Surat Panjang
61
061. Semua Pasti Sempurna
62
062. Nama Paling Gagah
63
063. Sebuah Pertimbangan
64
064. Kontemplasi Rasa
65
065. Kembali Melangkah
66
066. Hidup Tetap Berjalan
67
067. Kejutan Untuk Ibu
68
068. Surprise
69
069. Hal-Hal Sederhana
70
070. Kesenangan Bersama
71
071. Keriaan Sehari
72
072. Kado Anak-anak
73
073. Awal Baru Lagi
74
074. Kesadaran Masa Remaja
75
075. Menunggu Esok
76
076. Putih Abu-abu
77
077. Merangkai Hari
78
078. Menunggu Jemputan
79
079. Kesadaran Yang Pertama
80
080. Sebuah Saran
81
081. Di Antara Sahabat
82
082. Percakapan Pertama
83
083. Langkah Berikutnya
84
084. Hari Itu Hari Raya
85
085. Salah Gerakan
86
086. Upacara Susulan
87
087. Tentang Seseorang
88
088. Kisah Lama Jangan Usai
89
089. Kabar Dari Annisa
90
090. Dukacita
91
091. Cerita Annisa
92
092. Cerita Annisa (2)
93
093. Akan Kuingat Selalu
94
094. Sebuah Proses
95
095. Berbaikan
96
096. Perpisahan Lagi
97
097. Wujud Kekecewaan
98
098. Duel Abdullah
99
099. Setelah Duel
100
100. Isi Hati
101
101. Wawancara
102
102. Sepotong Pesan
103
103. Sampai Jumpa Lagi
104
104. Di Bawah Sebatang Pohon
105
105. Sudah Pria Dewasa
106
106. Perjuangan Itu Dimulai
107
107. Menjelang Dewasa
108
108. Sedih Sebelum Senang
109
109. Harus Bangun
110
110. Keberangkatan
111
111. Malam Sidang Pantukhir
112
112. Hasil Doa dan Air Mata
113
113. Pelukan Untuk Ayah
114
114. Ayah Baik-baik Saja
115
115. Kunjungan Kawan
116
PENGUMUMAN GIVEAWAY
117
116. Ngalor-Ngidul Rencana
118
117. Kilas Masa Depan
119
118. Perpisahan dan Pertemuan
120
119. Sambal Perwira
121
120. Annisa
122
121. Hidup Harus Tetap Berjalan
123
122. Pelukan Rindu
124
123. Untung Masih Wangi
125
124. Salah Bicara
126
125. Kencan Keluarga
127
126. Percikan Masa Lalu
128
127. Di Ayunan Besi
129
128. Ardhya Garini
130
129. Harus Melangkah
131
130. Perlahan Ke Masa Depan
132
131. Pria Belum Laku
133
132. Jomblo Paling Berkualitas
134
133. Kejutan dari Sermatutar
135
134. Adhi Makayasa untuk Ayah
136
135. Selamat Dari Ayah
137
136. Go Public
138
137. Kenalin
139
PENGUMUMAN PEMENANG GIVEAWAY
140
138. Kenangan Muda
141
139. Terkejut dan Mengejutkan
142
140. Perkenalan Tak Disengaja
143
141. Seseorang Yang Muncul di Ingatan
144
142. Badai Kecil
145
143. Afirmasi Positif
146
144. Bukan Karena Jarak
147
145. Semacam Patah Hati
148
146. Bagaimana Hubungan Kita
149
147. Bala Bantuan
150
148. Finding Annisa
151
149. Generasi Berbeda
152
150. Percakapan Dua Generasi
153
151. Pembatalan Janji
154
152. Setelah Sekian Lama
155
153. Entah Itu Perpisahan
156
154. Malam Yang Meyakinkan
157
155. Bukan Kisah Sederhana
158
156. Dari Cerpen 'ANAK IBU' (1)
159
157. Dari Cerpen 'ANAK IBU' (2)
160
158. Percakapan Sebelum Hidangan
161
159. Omongan Ringan Yang Berisi
162
160. Dukungan Seluruh Keluarga
163
161. Hari Bahagia Itu
164
162. Buket Bunga Dari Pria Berseragam
165
163. Sebelum Paragraf Berikutnya
166
164. Waktu Tiga Minggu
167
165. Untaian Restu
168
166. Hari Bahagia Itu
169
167. Kisah Di Dalam Kisah
170
168. Kesan-kesan Mereka
171
169. Cerita Satu Persatu
172
170. Di Mata Para Sahabat
173
171. Peringatan Dari Tini
174
172. Pertemuan Itu
175
173. Sebagaimana Seharusnya
176
174. Pelukan Tiga Generasi
177
Pemenang Komentar Terbaik

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!