019. Kehilangan

Dul tidak pernah tahu kalau udara puncak bisa sesejuk itu. Sebelumnya ia hanya mendengar dari teman-temannya kalau puncak itu dingin. Dul hanya membayangkan kata dingin itu seperti dinginnya udara malam. Ternyata, dinginnya lebih menusuk lagi.

Ketika makan malam, ibunya memakaikan sebuah jaket di atas kaos yang dikenakannya. Ia dan ibunya berpenampilan sangat rapi seperti mau pergi ke resepsi pernikahan tetangga di lingkungan mereka. Bahkan lebih rapi dari itu.

Ibunya memakai pakaian yang belum pernah ia lihat sebelumnya. Bara sepertinya memberikan pakaian itu sebagai kado untuk ibunya. Dul tak henti-henti tersenyum. Ia melihat ibunya cantik sekali. Ia pun merasa ganteng sekali dengan pakaian yang baginya sangat mirip dengan Bara.

“Sebentar lagi masuk SD, kan?” tanya Bara usai makan malam. Mereka semua masih berada di restoran yang terletak di lantai teratas hotel. Pertanyaan itu ditujukan untuk Dul.

“Iya, sebentar lagi SD. Aku udah enggak sabar mau tinggal sama Ibu,” sahut Dul, mengayun-ayunkan kakinya di bawah kursi saat menjawab pertanyaan Bara.

“Memangnya tinggal sama Ibu harus nunggu SD? Kok, gitu?” tanya Bara.

“Kata Ibu, kalau udah SD aku pasti lebih mandiri. Ibu bisa pergi kerja dan aku bisa ngurus diri sendiri di rumah. Aku enggak mau tinggal sama Mbah lagi. Pokoknya mau sama Ibu,” tegas Dul. “Ibu udah janji,” sambung Dul, menatap ibunya untuk meminta penegasan yang lebih meyakinkan.

Dul melihat ibunya sejak tadi menunduk sambil mengusap embun air es di gelas jusnya. “Bu …,” panggil Dul. Membuat ibunya tersadar dan mengembalikan tatapan padanya.

"Iya, bener. Kamu bener. Nanti kita tinggal sama-sama,” tegas ibunya.

Dul ingat. Saat itu Bara tak mengatakan apa pun untuk mengomentari jawaban ibunya. Pria itu hanya diam seakan sedang memilih-milih kata yang tepat untuk diucapkan. Namun, akhirnya tetap diam karena mungkin tak menemukan sesuatu yang bagus.

Keesokan paginya mulai pukul sepuluh adalah hari di mana kenangan pertama Dul memasuki sebuah taman bermain terukir dalam ingatannya. Untuk kali pertama dan yang paling indah di benaknya. Berlarian ke sana kemari mencoba semua wahana. Tak ada larangan apa pun dari Bara. Sedangkan ibunya hanya sesekali mengingatkan soal aturan berbeda di tiap wahana.

Ibunya banyak tersenyum, bahkan tertawa kecil. Pemandangan yang amat langka baginya. Andai Mbah Lanang bisa melihat kebahagiaannya saat itu, akankah pria tua itu tetap melarang ibunya bersama Bara?

“Om, bisa lihat fotoku yang tadi?” tanya Dul dengan napas terengah usai turun dari wahana roller coaster khusus anak-anak.

“Bisa—bisa, sebentar ….” Bara mengklik beberapa tombol di kameranya dan menyodorkan layar belakang kamera itu pada Dul.

Wajah Dul sumringah melihat hasil jepretan foto yang dinilainya luar biasa bagus. “Apa foto itu bisa dicetak seperti kemarin?” tanyanya kemudian.

“Bisa, dong …. Pasti Om cetak untuk kamu. Terus harus kamu kasi liat ke temen-temen. Biar mereka tau kamu pergi jalan-jalan,” tukas Bara.

“Pasti akan aku kasi liat semuanya. Bu, akhirnya aku bisa pamer,” cetus Dul, melebarkan senyumnya pada sang ibu. Dan ia mendapat usapan di kepala sebagai jawaban dari ibunya.

“Gimana? Kamu seneng?” tanya Bara, memegang bahu Dul saat berjalan menuju pintu keluar taman bermain.

“Seneng banget. Hari ini adalah hari paling bahagia,” jawab Dul.

Dan hari paling bahagia itu menjadi hari paling diingatnya selama beberapa hari ke depan. Bara seakan lenyap dari muka bumi. Tiap jam Dul menajamkan telinga untuk mendengar suara panggilan yang menyebut namanya dari luar.

Namun, tak ada seorang pun yang memanggil kecuali ibunya yang datang dengan raut lelah dan selalu tergesa-gesa. Bahkan bapaknya yang biasa selalu menjadi orang yang paling mereka hindari pun, tak juga menampakkan hidung. Untuk itu, Dul sedikit lega walau benaknya dipenuhi tanda tanya.

Tak bisa untuk mengingkari hal yang dirasakan hatinya, Dul merasa kehilangan. Ibunya tak pernah lagi datang bersama Bara. Pria itu raib dan ibunya tak pernah menyinggung soal hal itu sedikit pun. Hingga suatu hari ibunya datang untuk mengajaknya pergi berjalan-jalan. Hatinya senang, namun diliputi tanda tanya. Ibunya terlihat berbeda. Lebih muram dan wajahnya kembali terlihat letih. Tak ada binar bahagia yang biasa dilihat Dul tiap ibunya bersama Bara.

Hari terakhir Dul bersekolah di minggu itu, ibunya datang menjemput. Sudah tertanam di benak Dul, tiap ibunya datang menjemput, pasti mereka akan pergi ke suatu tempat. Atau ada suatu hal yang ingin dilakukan ibunya.

“Mau ke mana, Bu?” tanya Dul.

“Ke mal, mau enggak?” Ibunya balik bertanya.

“Mau—mau, makan enak, kan?”

“Memangnya selama ini enggak enak?”

“Enak juga. Tapi aku suka ayam goreng. Mbah enggak pernah masak ayam. Aku bosen makan telur setiap hari.”

“Nanti kita makan ayam goreng.”

Jawaban itu harusnya bisa memuaskan hati Dul. Namun, sesuatu tetap mengganjal hatinya. “Om Bara mana, Bu?” Akhirnya pertanyaan itu bisa ia lontarkan.

“Om Bara sibuk,” jawab ibunya singkat.

Saking singkatnya jawaban itu, Dul langsung mengkeret tak berani menanyakan apa pun lagi. Terlebih mereka sudah berada di angkot. Banyak orang yang akan mendengar percakapan mereka.

Dul masih menunggu hal apa yang sebenarnya ingin ditunjukkan atau bahkan ingin disampaikan oleh ibunya. Mereka masuk ke sebuah outlet ayam goreng dan ibunya memberi satu paket lengkap ayam goreng.

Lalu … perkataan ibunya yang paling ia takutkan pun keluar juga.

“Dul, kalau kita enggak ketemu Om Bara lagi … kamu enggak apa-apa, kan?”

Detik itu, Dul merasa itu bukanlah suatu pertanyaan. Itu pemberitahuan bahwa ibunya dan Bara tak lagi bersama. Pada siapa letak kesalahan itu? Selama ini Bara memperlakukan ia dan ibunya sangat baik. Apa ini yang sering dikatakan Bara padanya? Bahwa ibunya yang lebih sulit didekati? Apa artinya semua ini menjadi salahnya karena tak bisa membujuk sang ibu?

“Kenapa, Bu? Aku suka sama Om Bara. Orangnya enggak pelit, mobilnya bagus, motornya apalagi. Om Bara keren. Kenapa enggak boleh ketemu lagi? Om Bara enggak mau ketemu kita lagi, ya?”

“Bukan—bukan Om Bara enggak mau ketemu kita. Ibu cuma nanya aja ke kamu. Ya, udah dilanjut aja makannya.”

Jawaban yang tak memuaskannya sama sekali. Pasti ada sesuatu. Perutnya seketika kenyang. Ayam goreng yang biasa selalu menggugah selera dan bisa dihabiskannya tak bersisa, kini teronggok separuh. Ibunya pun seperti tak mau memaksanya untuk menghabiskan makanan seperti biasa. Mereka seperti sama-sama kehabisan energi.

Dalam gandengan tangan ibunya menuju ke dalam gang sore itu, Dul menghentikan langkah kakinya. Tangannya berpindah dari dalam genggaman kini gantian mencengkeram tangan ibunya.

“Bu … apa kita enggak bisa terus sama-sama dengan Om Bara. Kayaknya Om Bara mau jadi ayahku. Aku mau jadi anak Om Bara, Bu. Om Bara baik dan Om Bara pernah bilang kalau uangnya banyak. Ibu enggak perlu mulung lagi. Sebentar lagi aku SD. Kita bisa tinggal sama-sama. Bisa, kan, Bu?”

Pertanyaan Dul itu sudah menyerupai permohonan. Matanya tak lepas menatap sang ibu. Bagaimana caranya memberitahukan bahwa ia sudah jatuh hati pada Bara dan tak rela melepaskan pria itu.

Ibunya melepaskan genggaman tangan mereka, lalu tangan kuat itu memegang bahunya. “Dul … kalau air yang sedikit bisa menyelamatkan kita dari rasa haus, enggak perlu meminta air lebih banyak yang bisa jadi malah menenggelamkan kita, Nak.”

Tak mengerti apa yang dikatakan ibunya. Tapi Dul ingat, bahwa ia mengeluarkan air mata setelah ibunya mengatakan hal itu.

To Be Continued

Terpopuler

Comments

@☠⏤͟͟͞R Atin 🦋𝐙⃝🦜

@☠⏤͟͟͞R Atin 🦋𝐙⃝🦜

Kayaknya om Bara diusilin sm ayahmu Dul

2024-04-16

1

gembulers

gembulers

pelajaran yg dipetik adalah jgn serakah Dul...GT kn jah

2023-09-07

1

Dede Dahlia

Dede Dahlia

bara di cerita dijah kalau ga salah selama satu bulan lebih menjalani tugas kerjaannya makanya ga nemui dijah juga otomatis ga nemui Dul tapi pas dia balik langsung ketempatnya dijah.

2023-01-14

1

lihat semua
Episodes
1 001. Ingatan Seorang Anak
2 002. Salah Satu Kenangan Indah
3 003. TK Impian
4 004. Alasan Membenci
5 005. Sebuah Pengertian Baru
6 006. Doa Bersama
7 007. Tempat Tinggal Baru Ibu
8 008. Kepercayaan Dari Ibu
9 009. Seorang Anak Yang Jatuh Hati
10 010. Pahit dan Manis
11 011. Cita-Cita Dul
12 012. Obrolan dengan Pria Gagah
13 013. Kebencian yang Mengakar
14 014. Sosok Idola Baru
15 015. Pelajaran Baru dari Ibu
16 016. Ibu Pahlawan Abadi
17 017. Perjuangan Liburan
18 018. Soal Cita-Cita
19 019. Kehilangan
20 020. Yang Mengakar Seumur Hidup
21 021. Kehilangan
22 022. Rindu Ibu
23 023. Percakapan Pria
24 024. Makna Ucapan
25 025. Kepergian Mbah Lanang
26 026. Hunian Baru
27 027. Kunjungan Pertama Kali
28 028. Pria dengan Pesona
29 029. Sesekali Boleh Salah
30 030. Lengkap Sudah
31 031. Di Tengah Keluarga
32 032. Bisa Baper
33 033. Kekhawatiran
34 034. Akhir Kesakitan
35 035. Datang dan Pergi
36 036. Kehilangan Kedua
37 037. Beranjak Remaja
38 038. Mengenal Heru
39 039. Kenyataan yang Mendekat
40 040. Terhenyak
41 041. Keputusasaan
42 042. Semua Ada Saatnya
43 043. Cari Kawan
44 044. Menyusul Dul
45 045. Menginginkan Pengakuan
46 046. Siapa Aku Sebenarnya
47 047. Tangis yang Pecah
48 048. Sebuah Pemikiran
49 049. Cara Memaafkan
50 050. Berdamai
51 051. Memang Anak Ibu
52 052. Bertemu Masa Lalu
53 053. Mulai Melangkah
54 054. Perpisahan
55 055. Sanubari Seorang Anak
56 056. Hati ke Hati
57 057. Hari Baru
58 058. Soal Cita-cita
59 059. Dari Selembar Foto
60 060. Akhir Surat Panjang
61 061. Semua Pasti Sempurna
62 062. Nama Paling Gagah
63 063. Sebuah Pertimbangan
64 064. Kontemplasi Rasa
65 065. Kembali Melangkah
66 066. Hidup Tetap Berjalan
67 067. Kejutan Untuk Ibu
68 068. Surprise
69 069. Hal-Hal Sederhana
70 070. Kesenangan Bersama
71 071. Keriaan Sehari
72 072. Kado Anak-anak
73 073. Awal Baru Lagi
74 074. Kesadaran Masa Remaja
75 075. Menunggu Esok
76 076. Putih Abu-abu
77 077. Merangkai Hari
78 078. Menunggu Jemputan
79 079. Kesadaran Yang Pertama
80 080. Sebuah Saran
81 081. Di Antara Sahabat
82 082. Percakapan Pertama
83 083. Langkah Berikutnya
84 084. Hari Itu Hari Raya
85 085. Salah Gerakan
86 086. Upacara Susulan
87 087. Tentang Seseorang
88 088. Kisah Lama Jangan Usai
89 089. Kabar Dari Annisa
90 090. Dukacita
91 091. Cerita Annisa
92 092. Cerita Annisa (2)
93 093. Akan Kuingat Selalu
94 094. Sebuah Proses
95 095. Berbaikan
96 096. Perpisahan Lagi
97 097. Wujud Kekecewaan
98 098. Duel Abdullah
99 099. Setelah Duel
100 100. Isi Hati
101 101. Wawancara
102 102. Sepotong Pesan
103 103. Sampai Jumpa Lagi
104 104. Di Bawah Sebatang Pohon
105 105. Sudah Pria Dewasa
106 106. Perjuangan Itu Dimulai
107 107. Menjelang Dewasa
108 108. Sedih Sebelum Senang
109 109. Harus Bangun
110 110. Keberangkatan
111 111. Malam Sidang Pantukhir
112 112. Hasil Doa dan Air Mata
113 113. Pelukan Untuk Ayah
114 114. Ayah Baik-baik Saja
115 115. Kunjungan Kawan
116 PENGUMUMAN GIVEAWAY
117 116. Ngalor-Ngidul Rencana
118 117. Kilas Masa Depan
119 118. Perpisahan dan Pertemuan
120 119. Sambal Perwira
121 120. Annisa
122 121. Hidup Harus Tetap Berjalan
123 122. Pelukan Rindu
124 123. Untung Masih Wangi
125 124. Salah Bicara
126 125. Kencan Keluarga
127 126. Percikan Masa Lalu
128 127. Di Ayunan Besi
129 128. Ardhya Garini
130 129. Harus Melangkah
131 130. Perlahan Ke Masa Depan
132 131. Pria Belum Laku
133 132. Jomblo Paling Berkualitas
134 133. Kejutan dari Sermatutar
135 134. Adhi Makayasa untuk Ayah
136 135. Selamat Dari Ayah
137 136. Go Public
138 137. Kenalin
139 PENGUMUMAN PEMENANG GIVEAWAY
140 138. Kenangan Muda
141 139. Terkejut dan Mengejutkan
142 140. Perkenalan Tak Disengaja
143 141. Seseorang Yang Muncul di Ingatan
144 142. Badai Kecil
145 143. Afirmasi Positif
146 144. Bukan Karena Jarak
147 145. Semacam Patah Hati
148 146. Bagaimana Hubungan Kita
149 147. Bala Bantuan
150 148. Finding Annisa
151 149. Generasi Berbeda
152 150. Percakapan Dua Generasi
153 151. Pembatalan Janji
154 152. Setelah Sekian Lama
155 153. Entah Itu Perpisahan
156 154. Malam Yang Meyakinkan
157 155. Bukan Kisah Sederhana
158 156. Dari Cerpen 'ANAK IBU' (1)
159 157. Dari Cerpen 'ANAK IBU' (2)
160 158. Percakapan Sebelum Hidangan
161 159. Omongan Ringan Yang Berisi
162 160. Dukungan Seluruh Keluarga
163 161. Hari Bahagia Itu
164 162. Buket Bunga Dari Pria Berseragam
165 163. Sebelum Paragraf Berikutnya
166 164. Waktu Tiga Minggu
167 165. Untaian Restu
168 166. Hari Bahagia Itu
169 167. Kisah Di Dalam Kisah
170 168. Kesan-kesan Mereka
171 169. Cerita Satu Persatu
172 170. Di Mata Para Sahabat
173 171. Peringatan Dari Tini
174 172. Pertemuan Itu
175 173. Sebagaimana Seharusnya
176 174. Pelukan Tiga Generasi
177 Pemenang Komentar Terbaik
Episodes

Updated 177 Episodes

1
001. Ingatan Seorang Anak
2
002. Salah Satu Kenangan Indah
3
003. TK Impian
4
004. Alasan Membenci
5
005. Sebuah Pengertian Baru
6
006. Doa Bersama
7
007. Tempat Tinggal Baru Ibu
8
008. Kepercayaan Dari Ibu
9
009. Seorang Anak Yang Jatuh Hati
10
010. Pahit dan Manis
11
011. Cita-Cita Dul
12
012. Obrolan dengan Pria Gagah
13
013. Kebencian yang Mengakar
14
014. Sosok Idola Baru
15
015. Pelajaran Baru dari Ibu
16
016. Ibu Pahlawan Abadi
17
017. Perjuangan Liburan
18
018. Soal Cita-Cita
19
019. Kehilangan
20
020. Yang Mengakar Seumur Hidup
21
021. Kehilangan
22
022. Rindu Ibu
23
023. Percakapan Pria
24
024. Makna Ucapan
25
025. Kepergian Mbah Lanang
26
026. Hunian Baru
27
027. Kunjungan Pertama Kali
28
028. Pria dengan Pesona
29
029. Sesekali Boleh Salah
30
030. Lengkap Sudah
31
031. Di Tengah Keluarga
32
032. Bisa Baper
33
033. Kekhawatiran
34
034. Akhir Kesakitan
35
035. Datang dan Pergi
36
036. Kehilangan Kedua
37
037. Beranjak Remaja
38
038. Mengenal Heru
39
039. Kenyataan yang Mendekat
40
040. Terhenyak
41
041. Keputusasaan
42
042. Semua Ada Saatnya
43
043. Cari Kawan
44
044. Menyusul Dul
45
045. Menginginkan Pengakuan
46
046. Siapa Aku Sebenarnya
47
047. Tangis yang Pecah
48
048. Sebuah Pemikiran
49
049. Cara Memaafkan
50
050. Berdamai
51
051. Memang Anak Ibu
52
052. Bertemu Masa Lalu
53
053. Mulai Melangkah
54
054. Perpisahan
55
055. Sanubari Seorang Anak
56
056. Hati ke Hati
57
057. Hari Baru
58
058. Soal Cita-cita
59
059. Dari Selembar Foto
60
060. Akhir Surat Panjang
61
061. Semua Pasti Sempurna
62
062. Nama Paling Gagah
63
063. Sebuah Pertimbangan
64
064. Kontemplasi Rasa
65
065. Kembali Melangkah
66
066. Hidup Tetap Berjalan
67
067. Kejutan Untuk Ibu
68
068. Surprise
69
069. Hal-Hal Sederhana
70
070. Kesenangan Bersama
71
071. Keriaan Sehari
72
072. Kado Anak-anak
73
073. Awal Baru Lagi
74
074. Kesadaran Masa Remaja
75
075. Menunggu Esok
76
076. Putih Abu-abu
77
077. Merangkai Hari
78
078. Menunggu Jemputan
79
079. Kesadaran Yang Pertama
80
080. Sebuah Saran
81
081. Di Antara Sahabat
82
082. Percakapan Pertama
83
083. Langkah Berikutnya
84
084. Hari Itu Hari Raya
85
085. Salah Gerakan
86
086. Upacara Susulan
87
087. Tentang Seseorang
88
088. Kisah Lama Jangan Usai
89
089. Kabar Dari Annisa
90
090. Dukacita
91
091. Cerita Annisa
92
092. Cerita Annisa (2)
93
093. Akan Kuingat Selalu
94
094. Sebuah Proses
95
095. Berbaikan
96
096. Perpisahan Lagi
97
097. Wujud Kekecewaan
98
098. Duel Abdullah
99
099. Setelah Duel
100
100. Isi Hati
101
101. Wawancara
102
102. Sepotong Pesan
103
103. Sampai Jumpa Lagi
104
104. Di Bawah Sebatang Pohon
105
105. Sudah Pria Dewasa
106
106. Perjuangan Itu Dimulai
107
107. Menjelang Dewasa
108
108. Sedih Sebelum Senang
109
109. Harus Bangun
110
110. Keberangkatan
111
111. Malam Sidang Pantukhir
112
112. Hasil Doa dan Air Mata
113
113. Pelukan Untuk Ayah
114
114. Ayah Baik-baik Saja
115
115. Kunjungan Kawan
116
PENGUMUMAN GIVEAWAY
117
116. Ngalor-Ngidul Rencana
118
117. Kilas Masa Depan
119
118. Perpisahan dan Pertemuan
120
119. Sambal Perwira
121
120. Annisa
122
121. Hidup Harus Tetap Berjalan
123
122. Pelukan Rindu
124
123. Untung Masih Wangi
125
124. Salah Bicara
126
125. Kencan Keluarga
127
126. Percikan Masa Lalu
128
127. Di Ayunan Besi
129
128. Ardhya Garini
130
129. Harus Melangkah
131
130. Perlahan Ke Masa Depan
132
131. Pria Belum Laku
133
132. Jomblo Paling Berkualitas
134
133. Kejutan dari Sermatutar
135
134. Adhi Makayasa untuk Ayah
136
135. Selamat Dari Ayah
137
136. Go Public
138
137. Kenalin
139
PENGUMUMAN PEMENANG GIVEAWAY
140
138. Kenangan Muda
141
139. Terkejut dan Mengejutkan
142
140. Perkenalan Tak Disengaja
143
141. Seseorang Yang Muncul di Ingatan
144
142. Badai Kecil
145
143. Afirmasi Positif
146
144. Bukan Karena Jarak
147
145. Semacam Patah Hati
148
146. Bagaimana Hubungan Kita
149
147. Bala Bantuan
150
148. Finding Annisa
151
149. Generasi Berbeda
152
150. Percakapan Dua Generasi
153
151. Pembatalan Janji
154
152. Setelah Sekian Lama
155
153. Entah Itu Perpisahan
156
154. Malam Yang Meyakinkan
157
155. Bukan Kisah Sederhana
158
156. Dari Cerpen 'ANAK IBU' (1)
159
157. Dari Cerpen 'ANAK IBU' (2)
160
158. Percakapan Sebelum Hidangan
161
159. Omongan Ringan Yang Berisi
162
160. Dukungan Seluruh Keluarga
163
161. Hari Bahagia Itu
164
162. Buket Bunga Dari Pria Berseragam
165
163. Sebelum Paragraf Berikutnya
166
164. Waktu Tiga Minggu
167
165. Untaian Restu
168
166. Hari Bahagia Itu
169
167. Kisah Di Dalam Kisah
170
168. Kesan-kesan Mereka
171
169. Cerita Satu Persatu
172
170. Di Mata Para Sahabat
173
171. Peringatan Dari Tini
174
172. Pertemuan Itu
175
173. Sebagaimana Seharusnya
176
174. Pelukan Tiga Generasi
177
Pemenang Komentar Terbaik

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!